Mohon tunggu...
Jasen
Jasen Mohon Tunggu... Penulis - Lah iya juga

Yaudah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cak Kumis : "Detak-detik Akhir Ksatria Astrea Wong Cilik di Udara"

17 Oktober 2019   19:53 Diperbarui: 17 Oktober 2019   21:33 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Klikkabar.com

"Aku harus tenang walaupun takut. Untuk membuat semua orang tidak takut. Normal, sebagai orang, ya pasti ada takut, nggak ada orang yang anggak takut, Cuma yang coba aku temukan merasionalisasi rasa takut."

"Merasionalisasi rasa takut" Mungkin bagi Sebagian orang akan Berpikir Hanya orang gila yang ingin merasionalkan Rasa takut, Tapi nampaknya hal tersebut tidak berlaku dengan Cak Kumis atau yang biasa Di sapa 'munir', baginya tidak ada abu - abu.

Dalam benaknya hanya ada Hitam atau putih, bahkan jika muncul rasa 'takut' baginya hal tersebut harus beralasan dengan jelas. Takut adalah Ujian sehari - hari bagi Munir namun Pikiran 'gila' nya itu membuat ia seakan - akan kebal dengan semua rasa takut itu, malah Rasa empati nya kepada wong cilik Membuatnya Berani untuk mengupas alasan dibalik 'ketakutan' yang muncul itu.

Cak Munir Adalah seorang Arek malang yang Lahir pada 8 Desember tahun 65. Pendidikan Nya Dimulai Di SD Muhammadiyah Di batu, lakonnya Seperti bocah-bocah kebanyakan Pada masanya, masuk ke jenjang SMP pun Munir Tetaplah bukan murid yang menonjol di bidang akademis bahkan ia pernah masuk ke peringkat Bawah di antara teman - temannya namun Sejak SMP Munir memiliki satu kecakapan Yaitu berdiskusi, siapa yang mengira bocah yang bahkan berada di peringkat bawah ini kelak kemudian hari besar dengan keringatnya sendiri. 

Munir memulai Pendidikan lanjutannya di SMAN 1 Batu dan semakin cakap dalam berorganisasi serta Berdiskusi, Masuk ke Jenjang pendidikan tinggi Dan Mendapat gelar 'Mahasiswa' ternyata tidak mengubah sifat serta karakter Munir yang dulu, Munir mengenyam pendidikan Sarjana di Universitas Brawijaya Malang.

 Munir Mengambil pendidikan Hukum dan Aktif dalam keorganisasian Hak asasi, Munir Sering hadir Dalam berbagai kasus untuk melakukan pembelaan terhadap kasus-kasus penindasan terlebih Kepada wong cilik. 

Salah satu kasus yang pernah Diambil alih oleh Munir adalah kasus Marsinah seorang aktivis buruh yang harus terbunuh dengan mengenaskan oleh pihak militer, Bacaan - bacaan Nya memotivasinya untuk lebih aktif dalam melakukan pembelaan terhadap kasus-kasus yang ia tangani, Sampai Kasus Besar yang ia tangani ialah kasus pelanggaran HAM pada peristiwa 98 yaitu kasus Penembakan mahasiswa di Semanggi, Polemik yang muncul setelah peristiwa 98 Ternyata tidak berhenti sampai disitu, Bahkan Fakta - fakta mengenai Pelanggaran HAM semakin mencuat ke atas Tanah Yang semakin Membuat Kumis Munir Terangsang dengan Fakta - Fakta Yang tersembunyi.  

Munir juga mendirikan Lembaga KontraS pada 96 yang menjadi wadahnya dalam Membela Keadilan Hak asasi pada saat itu, Munir menjadi Kunci Dalam peristiwa 98 Untuk membongkar Kebenaran yang tertimbun tanah dan Darah. Usut punya usut Munir tidaklah sendirian dalam melakukan Investigasinya Ia selalu di temani oleh Motor Butut kesayangannya Honda Astrea Setelah Seringnya Motornya dipinjam lalu tak kembali bangkainya, Setiap harinya Munir berangkat dari rumahnya Bermodal motor butut tersebut dan keberanian. 

Pria yang hobi Memelihara ikan itu juga seorang Suami dari Suciwati Yang kelak Bernama Suciwati Munir, mereka dikaruniai 2 orang anak Dari seorang bapak yang Tangguh. Karier Munir melonjak semenjak Ia Mengenyam pendidikan Hukum di Univ brawijaya, menjadi Penasihat hukum adalah Makanannya sehari - hari serta berbagai penghargaan sampai Menjadi pendiri serta Aktivis beberapa lembaga kemanusiaan, ternyata dengan seluruh prestasi yang ia capai tidak membuat Munir luput dari incaran Para Anjing Anjing ORBA, Setelah Orde baru tumbang Munir tetap menjalani aktivitas nya Seperti biasa Karena Masih banyak Orang orang yang tertindas membutuhkan bantuan darinya. 

Dari sini detik detik nafas terakhir Si Kumis mulai Berdetak. Malam pada tanggal 6 September Munir berangkat dari Jakarta pukul 21:55, Munir duduk di kursi 40G, Maskapai yang dipilih Munir ialah Maskapai garuda dengan nomor pesawat GA974 pesawat yang ditumpangi Munir ini sempat transit di Singapura pada pukul 00.40 dalam perjalanannya ke Amsterdam, Saat transit di Changi Munir sempat berkunjung ke coffe bean disana Munir diberi minuman oleh pollycarpus.

Namun nampaknya Minuman tersebut menjadi minum Terakhir Munir.

Sumber : Klikkabar.com
Sumber : Klikkabar.com
Selang beberapa menit Munir mulai merasakan gejala-gejala yang tidak mengenakan bahkan ia mengirimkan SMS kepada Suciwati yang bernadakan kurang lebih 'kok perut saya tidak enak ya'

setelah pesawat lepas landas Cak kumis pun Meminta obat pereda sakit perut PROMAG kepada pramugari namun ternyata hal itu tidak membuat Rasa sakit di perutnya hilang bahkan ia Sempat beberapa kali bolak balik ke kamar kecil hingga akhirnya ia didampingi oleh seorang dokter Yang bernama tarmizi, Tarmizi menyuntikkan obat penenang Diazepam serta primperam sebelumnya agar Munir tidur.

Namun naas pukul 5 pagi atau 2 jam sebelum sampai di Amsterdam Munir meregang nyawa Ditandai dengan Posisi Mangat dan keluar air liurnya sampai tangannya membiru.

sumber: Nasional.Tempo.Co
sumber: Nasional.Tempo.Co

Dari sini Panggung Drama dimulai Para pelaku pembunuhan terhadap cak kumis pun berhasil melaksanakan misi mereka dan melakukan skenario dengan mengumpankan Pollycarpus sebagai 'terdakwa' walau sempat bebas namun Pollycarpus Tetap di pidanakan, namun apakah terlalu bodoh seorang pilot Melakukan rencana pembunuhan yang tersusun Sendirian? 

Saya rasa Pollycarpus hanya sebuah harga kecil untuk membayar sebuah 'Pembukaan Kebenaran' yang berdampak besar bagi para Elite Politik yang Terus menutupi Kebenaran di Negeri ini. 

Narasi narasi yang disampaikan berkaitan dengan Tuduhan simpang siur sengaja mereka lepaskan untuk melindungi mereka Dari Hukum Sebenarnya namun pada akhirnya Kumis Munir akan selalu Menjadi indera pencium bagi para Aktivis HAM di masa mendatang, Ilmu serta keberaniannya justru menjadi warisan turun menurun Yang membuat Titik terang dibalik semua Tragedi tersebut.

Kisah Munir tidaklah sesingkat ini Kisahnya tidak diabadikan dalam bentuk harta atau Ukiran lukisan 

Kisah nya diingat dalam setiap sel Memori Rakyat yang ditindas Serta wong cilik 

Pada tanggal 7 September 2004 wong cilik kehilangan pelindung mereka namun Dari hari itu lahirlah generasi Pembela Hak asasi yang mewarisi 'Akal Gila' Cak kumis. Kematian Munir bukanlah akhir dari perjuangan melainkan Awal dalam membentuk Dan Memperbaiki Cacat Demokrasi dan Kemanusiaan di negeri ini.

Munir Bukan orang yang Cerdas, Dia hanya bermodal berani untuk Menjadi Manusia yang Memanusiakan Manusia.

Tubuh Munir mungkin dibawah tanah namun Kebenaran yang ia Berikan menggantung di atas Langit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun