Mohon tunggu...
Sazkia Noor Anggraini
Sazkia Noor Anggraini Mohon Tunggu... -

Writer, Researcher, Educator

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ada Apa dengan AADC? Ingatan dan Kedekatan

3 Mei 2016   01:29 Diperbarui: 3 Mei 2016   13:52 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Geng saya yang 2x lipatnya geng Cinta :-D

Tulisan ini dibuat dengan niat. Niatnya, untuk mengingat, tersenyum kecil lalu kembali lagi ke kenyataan. Seperti rasa yang ditinggalkan sesaat setelah bioskop kembali terang pada film Ada Apa dengan Cinta? 2.

Saya tidak sedang menganalisis naratif seperti yang saya lakukan pada film-film Usmar Ismail di tesis saya, saya juga tak sedang bikin review yang njelimet tentang film ini, apalagi kritik atau mencoba mencari kausalitas dari setiap "keganjalan" dalam film ini. Saya hanya sedang beromansa dan bercerita populernya film ini pada jamannya hingga "ratusan purnama" kemudian dengan sedikit perspektif ala-ala.

Geng Cinta dan Geng Saya

Pada saat film pertamanya Ada Apa Dengan Cinta? diputar tahun 2002, saya juga berpakaian putih abu seperti Cinta. Cinta atau Dian Sastrowardoyo adalah patron remaja putri di masanya. Sedang Rangga atau Nicholas Saputra adalah lelaki impian yang bak pungguk rindukan bulan, tak kan kesampaian. Rangga menjadi Nicholas dan Nico menjadi Rangga, lelaki dingin pelit senyum yang berpuisi dan bersembunyi di balik angkuhnya, padahal mencinta. Sedang Cinta, perempuan populer yang menyangsikan rasa. Kisah akhir di bandara pada film pertama ini menyisakan rasa sesal dan sesak karena tangisan hingga keluar bioskop.

Saya juga punya geng yang dibentuk sekira pada tahun yang sama dengan geng Cinta, bedanya jumlah kita lebih banyak dua kali lipatnya. Menonton AADC? pada kala itu adalah perjuangan. Seperti mimpi ketemu idola jadi kenyataan, untuk mendapatkan tiketnya pun dilalui dengan peluh dan penderitaan. Setiap pulang sekolah, tiga hari berturut kami mengantri tiket di satu-satunya bioskop yang tersisa di Yogyakarta. Seragam tak kami tanggalkan untuk menonton film Indonesia yang saat itu mulai bernafas lagi setelah sekian lama orang-orang macam saya haus budaya pop. Entah dewa cinta mana yang membuat kami, gerombolan anak SMA rela melakukan apapun demi film ini. 

Tiap jam pulang sekolah, bioskop dengan satu teater besar bernama "Mataram" dipenuh sesaki dengan bau matahari dan seragam sekolah. Calo-calo tak kurang banyaknya. Mereka jual tiket dengan harga tiga kali lipatnya. Saya dan geng yang rela tak jajan pun memilih mengantri. Hari pertama dan kedua kami selalu kehabisan tiket, klimaksnya pada hari ketiga, kami mulai susun strategi antri. Sepuluh orang pun disebar ke berbagai penjuru. Saya masih ingat benar, teman saya terhuyung-huyung dengan hijab yang berantakan dan muka penuh keringat mengabarkan dengan tergesa, "kaca loket pecah!" Yaampun, AADC? memang membuat kami mabuk hingga baru beberapa hari kemudian kami dapat tiket.

Dapat tiket AADC waktu itu melebihi kebanggan jadi juara kelas. Maka, jika sesenggukan kami setelah menonton AADC, mungkin karena ending cerita yang tak sebanding dengan pengorbanan beberapa hari sebelumnya. Siapa tak suka karakter Cinta dan Rangga yang bertolak belakang namun bagai medan magnet karena perkara puisi? Biar begitu, kami tak bosan nonton lagi dan lagi. Seperti penggemar lainnya, saya bahkan hapal detil adegan, dialog, setting, puisi hingga lagu di sepanjang film.

Nge-POP ala AADC? : Refleksi dulu - sekarang

AADC? sukses jadi film terlaris di kala lesunya tontonan remaja. Karena AADC? juga perlahan film-film lain diproduksi, optimis ada penontonnya. AADC?, Cinta sebagai patron dan Rangga yang utopia begitu membekas hanya dengan gambaran keseharian remaja yang tengah jatuh cinta. Saya masih ingat, tak berapa lama setelah film ini, rambut panjang dan kaos kaki panjang ala Cinta jadi trendi. Buku berjudul "AKU" yang dikarang Sjumanjaya dicetak ulang karena anak muda berbondong-bodong jadi puitis. Dunia remaja pun seolah hanya milik "Rangga dan Cinta".

Setelah ratusan purnama, Rangga Cinta versi dewasa mencoba mengisi ruang kekosongan penonton di kursi film-film Indonesia. Kini, seperti geng Cinta, teman-teman yang menonton dan mengantre AADC? saat itu hampir semuanya telah menikah dan punya anak. Saya merasa bak Cinta saja yang diantara temannya belum menikah dan merasa harus "menyelesaikan sesuatu". Iklan komersil pun dibuat untuk menangkap pasar setianya, menjadikan film ini populis sekaligus politis. 

Geng Cinta yang dulu gembira, kini punya kehidupan masing-masing sehingga butuh teknologi untuk sekedar udar rasa. Kami yang dulu menganggap janji harus ditepati, kini sibuk berbincang lewat aplikasi obrolan bernada khas, jadi, ingkar pun tak mengapa. Seolah bisa menemukan "kisah lama", aplikasi ini pun cocok untuk pasar generasi nunduk. Jargon dibuat, meme atau komik plesetan menyebar tak karuan. Bahkan, Jogja, kota yang saat film pertama hanya kebagian satu layar, kini jadi bintangnya. 

Seluruh destinasi dieksplorasi, issu publik difasilitasi, dari seniman, artisan, hingga figuran diberi ruang eksistensi. Jogja tiba-tiba jadi obrolan setelah iklan air mineral. Beragam tulisan, spoiler, critical review hingga artikel semacam "16 lokasi syuting AADC 2 dari yang romantis sampai bikin baper" berbondong dibuat. Waktu gala premiere yang tumben-tumbennya diadakan di Jogja, Mira Lesmana hanya bilang kalau terlalu sering acara begituan diadakan di Jakarta , lagian sebagai apresiasi atas kontribusi warga Jogja.

Tentang Ingatan

Kembali ke soal ingatan, maka saya dan geng cantik (untuk membedakannya dengan geng Cinta) pun kembali berinisiatif untuk mengenang romansa. Maka, saat tahu film ini akan diputar, rencana pun dibuat. Syaratnya cukup tidak sederhana, kita nonton bareng seperti 14 tahun yang lalu, artinya, saat kita belum seperti sekarang, tanpa anak dan suami. Bagi saya tentu ini mudah karena sama saja seperti acara nonton lainnya, tapi buat teman-teman saya, kesempatan ini istimewa. 

Mereka harus jauh-jauh hari booking jadwal orangtua (atau mertua) untuk dititipi anaknya dan meminta restu suami. Bahkan, bagi sebagian dari anggota geng cantik, ini kali pertama lagi mereka pergi ke bioskop setelah melahirkan anak bertahun-tahun yang lalu. Romansa yang dihadirkan AADC 2 bukan cuma mengaduk kenangan Rangga dan Cinta, tapi juga pengalaman menonton kami yang mungkin kalau saja kami sekolah di SMA Gonzaga (satu sekolah dengan Cinta) pasti sudah jadi tandingan geng Cinta.

ad2-5728499b507a61c005910d6a.jpg
ad2-5728499b507a61c005910d6a.jpg
Menonton (lagi) #AADC2

Apa rasanya mengulang tradisi? Jawabannya sangat mudah: selalu salah. Kenapa? Karena adegan, dialog, eksplorasi rasa, ekspresi hingga lifestyle yang disajikan dalam film ini sebenarnya mimikri. Kami tidak berjarak dengan film ini hingga terlalu ribut untuk nonton di bioskop. Waktu menonton AADC? kita manggut-manggut di tiap scene, mulai dari saat Cinta sebenarnya sedang jatuh cinta, hingga saat anggota geng berkumpul di rumah Cinta dan nge-dance bareng pakai lagu "Di mana Malumu". 

Percaya gak? Saya pun masih hafal gerakannya. Selama menonton, kami juga cekikikan seolah menertawai diri sendiri saat lihat Karmen yang sok nantang atau Milly yang bego banget! Nah, kalau sosok Rangga, setiap remaja putri pasti pernah memimpikan lelaki semacam dia. AADC? terlalu dekat dengan keseharian remaja. Ketika plot beralih dari relasi Cinta dan geng-nya ke hubungan romantis singkat Rangga dan Cinta, kami merasa ada di dalamnya yang kalau jatuh cinta, teman bukan lagi perkara. Jadi, selalu saja, di sepanjang film, komentar bergulir, cibiran menyentil dan diam-diam mengamini dalam hati padahal beropini sangsi.

ad3-572849c35897730c05589fdf.jpg
ad3-572849c35897730c05589fdf.jpg
Ini dia dance legendaris yang masih dihapal gerakannya | foto diambil dari: blog.8share.com

Anehnya, setelah empat belas tahun film ini diproduksi lagi, tidak ada yang berubah dari perangai kami. AADC2 versi umur tiga puluhan merupakan mimikri potret perempuan middle age, mid-career dalam relationship yang problematis. Setiap karakter yang tipikal di AADC? berkembang menjadi sosok yang bisa ditebak pada AADC2. Terlepas dari kejanggalan kausalitas dalam plotnya, konspirasi semesta bisa diterima sebagai apologinya. Toh dalam keseharian, orang-orang seumuran saya (dan Cinta di film AADC2) juga sering mensyukuri kemurahan semesta dalam mempertemukan hal-hal yang tak mungkin. AADC2 memang sengaja hadir untuk menyingkap yang tersisa. 

Scene penting pertemuan kedua Rangga dan Cinta dalam obrolan serius mampu menggelitik hati, kenapa? Karena bagi perempuan seumur kami yang pernah punya cinta pertama seistimewa Rangga, kami tahu benar rasanya putus cinta, dilakukan dengan sepihak pula. Kami bisa rasakan radangnya Cinta saat sedikit demi sedikit diceritakan apa yang terjadi selama hubungan mereka. Sikap yang dipilih Cinta, ekspresi dan ungkapan yang keluar dari mulutnya, hingga kegalauannya sesaat sebelum pernikahan, kami tahu benar. 

Jadi, menonton lagi AADC kali kedua ini seperti mengulang ingatan. Anehnya, kami masih senyum-senyum sendiri dan sibuk mengotak-atik gathuk (saya tak tahu bagaimana mengungkapkannya dalam bahasa lain) kehidupan Cinta dan kehidupan kami. Bahkan, jika dulu kami mengidentifikasi diri sebagai Cinta, hingga kini perasaannya masih sama. Padahal kami sudah lebih tua seperti Cinta, sudah melalui banyak tahap percintaan dan perjalanan hidup. Kenapa ya? Mungkin karena ingatan tak pernah usang. Seperti Cinta dewasa yang matang, saat ingatan romansa diulik, dia jadi seperti abege lagi yang kehilangan akal sehat, ngalor ngidul di Jogja untuk meretas rasa.

Kami pun juga begitu, bisa saja kehilangan logika saat ingatan menjelma, setidaknya terjadi pada saya. Semoga saya hanya berlebihan semata. Tapi buktinya, teman se-geng saat nonton juga masih saja ribut tak karuan di bioskop. Mungkin memang cerita Cinta ini, hingga ratusan purnama sekalipun, masih sangat dekat dengan kami.

Lucunya, kalau diperhatikan, pola konflik antara Cinta dan Rangga versi SMA dan versi tiga puluhan ini sama. Di AADC 2, saat Karmen dan Milly memergoki Rangga di Jogja, Cinta mentah-mentah menolak ide pertemuan kembali dengan Rangga. Tapi karena sebenarnya Cinta juga penuh tanda tanya, ia akhirnya setuju untuk bertemu serius dengan Rangga. Sequence itu sama dengan AADC? ketika Cinta sakit hati ditolak mewawancarai Rangga, ia justru diam-diam jalan berdua karena memendam rasa. Rangkaian adegan kebingungan teman-temannya akan keberadaan Cinta yang tak kunjung selesai menyelesaikan masa lalunya bersama Rangga di AADC2 sama dengan telepon Alya sebelum percobaan bunuh diri dan teman-temannya yang kebingungan Cinta di mana, padahal ia bersama Rangga. 

Sikap tarik ulur Cinta yang emosional dan opini Rangga yang sinis juga membentuk konflik-konflik kecil di AADC? maupun AADC2. Bahkan scene bandara saat kepulangan Rangga ke New York dibuat serupa dengan scene epic keberangkatannya ke New York di bandara 14 tahun lalu. Malah secara sengaja, adegan berganti baju dan kebimbangan memakai lipstik di AADC? dibuat sama persis lengkap dengan musik latar yang sama dengan angle yang hanya lebih sempit pada AADC2. Namun, Mira Lesmana sepertinya tak punya niat untuk membuat lanjutan kisah Cinta dan Rangga, terlihat dari ending yang memuaskan semua penonton.

ad4-57284a341593734307181cce.jpg
ad4-57284a341593734307181cce.jpg
Rangga dan Cinta yang dulu dan sekarang | sumber: www.nyunyu.com & lifestyle.liputan6.com

Hmm, apalah saya yang mampu menerka arah industri. Jika belum seminggu saja, penonton AADC2 sudah mencapai dua juta. Mungkin, pada AADC? dulu, Mbak Mira sang penggagas tak pernah berpikir untuk membuat sekuelnya. Tapi, respon penonton yang bersesakan hingga film ini bertahan lebih dari satu bulan di bioskop yang sudah mati suri di kala itu membawa ingatan yang manis, akan ranumnya konsumsi budaya pop. 

Kini, teman-teman geng saya sepanjang film sibuk berkomentar semacam: "merk lipstiknya tadi apa?" | "ooh, hapenya lenobow (plesetin aja ya) semua ya" | "makanya kalo mau tetep cantik kayak Dian Sastro harus minum air putih terus". Artinya, jika strategi film ini baik yang pertama maupun kedua selalu sukses, bukan tidak mungkin penonton macam saya dan geng disuguhi lagi ingatan-ingatan cerita cinta bak negeri dongeng ala rezim (istilah sepihak yang mungkin kurang tepat) berjuluk Ada Apa Dengan Cinta?

Ohya, supaya paripurna sebagai penganut budaya pop, kami pun membuat meme, yah, meme ala-ala yang menyenangkan hati...

Sazkia Noor Anggraini

Penonton - Pengajar - Penggemar

ad5-57284a6d4d7a61400723f952.jpg
ad5-57284a6d4d7a61400723f952.jpg
Andaikan semua mantan kayak Rangga

ad6-57284a7e4d7a61d90623f964.jpg
ad6-57284a7e4d7a61d90623f964.jpg
Andaikan mamah dedeh mengerti kami

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun