Dunia literasi kini penuh dengan aneka warna. Hal tersebut karena setiap pemikiran dan minat setiap seseorang berbeda-beda. Otomatis tulisan-tulisan ada yang bersifat informatif, motivatif, dan inovatif. Â
Tentu goresan-goresan gagasan tersebut harus memenuhi ruang media sosial. Sebab manusia zaman now lebih suka memegang gawainya ketimbang membuka fisik buku. Sebab gawai dianggap jadi kebutuhan primer dibanding buku dianggap sebagai barang kelas kedua.
Jika kita melihat dan memperhatikan di tempat-tempat umum, semakin sedikit orang-orang  yang membuka buku ketimbang dengan mereka yang membuka smartphonenya.Â
Sehingga secara fakta seseorang lebih suka membuat konten-konten dengan video dibanding mengejawantahkan opini dan gagasannya dalam bentuk tulisan.Â
Padahal konten-konten berbentuk video terkadang disalahgunakan oleh oknum-oknum dengan memotong video untuk mencari keuntungan pribadi.
Gerakan literasi ini tentu harus dikampanyekan kembali. Karena melalui jendela literasi, seseorang akan mendapatkan wawasan dan ilmu.Â
Tentu literasi-literasi tersebut harus mengandung unsur-unsur keilmuan yang dibutuhkan di zaman sekarang. Zaman penuh kompleksitas yang disebabkan informasi-informasi yang tidak jelas sumbernya. Sehingga hal ini akan memberikan dampak negatif di kehidupan sosial.
Alasan rendahnya minat baca dipengaruhi harga buku yang masih mahal. Namun alasan-alasan tersebut masih bisa terbantahkan karena adanya perpustakaan-perpustakaan gratis yang disediakan oleh pemerintahan daerah.Â
Tentu melalui perpustakaan-perpustakan tersebut harus dimanfaatkan sebagai sarana untuk membaca, menggali ilmu, dan menuangkan gagasan setelah menelaah buku-buku yang ada di dalamnya.
Di era modern ini, beberapa kaum intelektual membuat inovasi terbaiknya, melalui cafe buku. Hal tersebut untuk menarik minat baca generasi Z.Â