Tebet, sebuah kawasan elit di Jakarta Selatan di era tahun 90-an sampai sekarang. Padahal dahulunya orang-orang tidak melirik kawasan tersebut karena kawasan tersebut dikenal seram dan angker. Akan tetapi di tahun 1960 terjadi pergusuran di Senayan disebabkan oleh proyek Asian Games, terjadilah perpindahan warga Betawi Senayan ke Tebet. Wal Hasil, mulailah pada tahun 1962 warga Betawi menduduki wilayah yang dikenal dengan kampung baru gusuran.
      Di Tebet itu sendiri telah tinggal warga Betawi Tebet, akan tetapi di tahun 1962 mulai berbaur dengan warga Betawi Senayan. Sehingga beberapa nama jalan di Tebet merupakan migrasi dari  nama jalan yang tadinya ada di Senayan, seperti Gang Petunduan, Gang Pule, Gang Persatuan, Gang Ganevo dan Gang Gelora. Hal itu membuat betah dan nyaman warga Betawi, serasa punya kampung sendiri.
      Menariknya, walaupun warga Betawi Senayan sudah hijrah ke Tebet, mereka masih tetep ngaji ke Kwitang dengan jalan kaki atau naik sepeda ontel. Sebab, salah seorang tokoh Betawi, Alm. Haji Husein bilang ke penulis, "Kalau ente mau berkah ngaji ke Kwitang, kalau ente lagi kesulitan uang maka ziarah ke Habib Husein Luar Batang." Dari sinilah orang betawi dijuluki orang yang suka ngaji lekar.Â
      Di sisi lain Tebet gak pernah kehabisan ulama, diantaranya KH. Abdullah Syafi'i, Mualim Yunus, KH. Tohir Rohili, Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf beserta anak-anaknya, KH. Muhammad Zein Yunus, dan KH. Abdurrahman Nawi. Kesemua ustadz tersebut bersambung sanad keilmuannya kepada Habib Ali bin Abduurahman Al-Habsyi, Kwitang.
      KH. Abdullah Syafi'i mencetak kader ulama di perguruan Asyafi'yah Tebet. Mualim Yunus mencetak kader da'i di Majelis Taklim Al-Iqdam. KH. Muhammad Zein Yunus mencetak guru agama di Madrasah Tarbiyatul Mualimin. Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf mengkader guru agama di Madrasah Tsaqofah Islamiyah. KH. Abdurrahman Nawi mencetak kader asatidz di Madrasah Al-Awabin. KH. Tohir Rohili mencetak generasi dakwah itu melalui perguruan Attahiriyah.Â
      Namun tidak dipungkiri juga ada generasi-generasi ulama Betawi asli Tebet, KH. Romli bin Muhajar, alumni Tebu Ireng Jombang yang tinggal di Menteng Dalem. Anak-anak beliau juga memegang tongkat estafet dakwah, KH. Syakur Romli, KH Yazid Romli, KH. Lutfi Romli. Adapun mantu KH Romli  yang menjadi kader ulama di Tebet, KH. Masyhuri Syahid.
      Seiring perjalanan waktu generasi-generasi ulama masih berlangsung di Tebet melalui media perguruan-perguruan Islam dan majelis-majelis taklim yang ada di daerah elit tersebut. Maka bisa dikatakan Tebet adalah daerah yang tidak kehabisan ulama sampai kapanpun. Apalagi di daerah yang mempunyai tanah dengan harga selangit kini mulai mentradisikan muzakarah (sarana belajar) antar ustadz sebagai ajang baca kitab kuning dan  bahtsul masaail (pencarian solusi dari sebuah masalah) yang sedang terjadi melalui dalil naqli dan aqli).
     Â
     Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H