Pada kasus berikutnya, seorang makelar seringkali memberikan informasi yang sesat pada calon pembeli demi barang yang di jualnya cepat laku dan ia cepat mendapatkan keuntungan, tanpa memikirkan nasib pembeli nantinya yang sudah ia bohongi. Seperti contoh objek yang di jual adalah sebidang tanah, dimana faktanya tanah tersebut secara faktor lingkungan kurang tepat untu dijadikan tempat tinggal atau tempat usaha namun dengan kemampuan berkelit omongan dan modal pintar meyakinkan si calon pembeli makelar berhasil membujuk si calon pembeli dengan mengatakan tanah yag akan dibelinya jauh atau tidak awan banjir, akses tanah dengan angkutan umum mudah, akses tanah dengan tol tidak terlalu jauh dan lain sebagainya dengan contoh dalil yang meng klaim bahwa tanah tersebut adalah tanah yang strategis. Hal ini jelas menciderai konsep jual beli dalam Fiqh Muamalah sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan dasar kerelaan jiwanya".[HR Ahmad, dan dishahihkah oleh al-Albâni rahimahullah dalam Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb no:839]
Dalam contoh kasus seperti ini alangkah baik si calon pembeli tidak percaya begitu saja dengan makelar, melainkan segala sesuatunya calon pembeli crosh check secara detail terlebih dahulu sekaligus legalitas surat tanah dan tata kota yang dapat di cek di lembaga terkait, sehingga dengan usaha calon pembeli seperti ini dapat menimbulkan kemaslahatan masing masing pihak, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ ضَارَّ ضَرَّهُ اللهُ وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْه
“Barangsiapa membahayakan orang lain, maka Allâh akan membalas bahaya kepadanya dan barangsiapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allâh akan menyulitkannya.” (H.R Al Baihaqi)
Dan bukan hanya berhenti sampai disitu saja, kekhilafan atau perbuatan makelar juga dapat kita temui dalam kasus dimana makelar menjual barang yang sudah di makelari atau samsarah 'ala samsarah. dalam hal ini, sebagai contoh seorang makelar diamanati oleh pemilik tanah untuk menjual tanah miliknya kemudian tanpa izin dari si pemilik tanah, si makelar menghubungi makelar lain untuk meminta bantuan dalam hal menjual tanah tersebut. Sehingga dalam hal ini makelar dapat menjual dengan harga yang tinggi supaya hasil dari penjualan tanah tersebut dapat di bagi menjadi tiga pihak yaitu pihak pemilik barang/ tanah, makelar 1 dan makelar 2. dari kasus ini Syaikh Muhammad bin Abil Fath dari Mazhab Hanbali berkata di dalam Kitab Al Mutalli’bahwa “Samsarah ‘ala samsarah yakni makelar menjual barang dagangan makelar adalah haram hukumnya atau tidak diperbolehkan”.
Dari problematika yang sering kita temukan diatas dapat di ambil pelajaran bahwa jual beli yang secara kasat mata hanya berhubungan al duniawi namun islam telah meng cover nya dalam bentuk duniawi dan ukhrowi sehingga aspek muamalah dapat berjalan lancar demi ketertiban umat. di lain hal dari beberapa kasus diatas tentunya makelar bukanlah pekerjaan yang negatif namun dia sangat berguna jika tidak menyimpang dari ajaran Al Qur'an dan As Sunnah, pasalnya di zaman modern ini masing masing orang sudah di padati oleh kesibukan yang beraneka ragam sehinga sangat sedikit waktu yang di gunakan untuk melakukan transaks jual beli, oleh karena itulah atas dasar ini makelar sangat dibutuhkan.
Namun adakalanya baik pihak penjual maupun pembeli dalam menggunakan jasa makelar sebaiknya membuat perjanjian dengannya, walaupun pada hukum asalnya dalam perspektif Fiqh Muamallah As Simsar (Makelar) tidak menanggung resiko akibat hukum jual beli namun secara hukum konvensional perjanjian merupakan aturan atau undang undang bagi pihak yang membuatnya (Asas Pacta Sun Servanda). Jika kaitannya salah satu pihak melakukan perbuatan melawan hukum atau wanprestasi maka para pihak dapat mengajukan gugatan secara prosedur Hukum Acara Perdata, namun dalam hal salah satu pihak melakukan delik pidana maka hal tersebut dapat ditempuh melalui jalur Hukum Pidana
Oleh : H. Sayyidi Jindan, S.H.
Sarjana Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakata