Mohon tunggu...
Sayyidatus Shafira Ali
Sayyidatus Shafira Ali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

🌹ما في قلبي غير الله

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Politik Hukum Islam dalam Pembentukan UU Perkawinan

19 Oktober 2022   14:38 Diperbarui: 21 Oktober 2022   00:23 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berangkat dari kata Politik yang mana diartikan sebagai sebuah kebijakan. Hukum merupakan komoditi politik, sehingga seolah-olah mendefinisikan mekanisme dan sistem politik juga mempengaruhi pertumbuhannya dalam menyikapi politik hukum. Jika politik tersebut dikaitkan dengan hukum menjadi politik hukum, Banyak argumentasi yang menganggap bahwa politik hukum ini sebagai bentuk regulasi yang dibuat oleh pemerintah atau badan negara yang memiliki kekuasaan untuk menjadikan undang-undang sebagai kebijakan yang menentukan arah kehidupan suatu bangsa.

Sedangkan politik hukum islam sendiri diartikan sebagai upaya kebijakan pemberlakuan hukum islam sebagai salah satu hukum yang hidup di masyarakat, tetapi dengan tetap memperhatikan dari segi kebhinekaan dan juga berorientasi pada kepentingan bangsa.

Indonesia dengan mayoritas Muslim dengan sendirinya menjadi inspirasi bagi perkembangan hukum nasional, tanpa mengabaikan kemajemukan, dari produk hukum yang bernilai sekuler hingga hukum Islam.

Berdasarkan fakta sejarah dapat diketahui bahwa sebenarnya telah terjadi dinamika dalam pemberlakuan hukum Islam di Indonesia yang sangat terkait dengan situasi sosial dan politik serta tidak bisa lepas dari kebijakan yang dibuat pemerintah sebagai pemegang kekuasaan politik tertinggi.

Undang-undang perkawinan merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang disinyalir sangat dipengaruhi oleh aspirasi politik khususnya di Indonesia oleh umat Islam, padahal sejarah telah mencatat proses awal yang begitu lama hingga lahirnya Undang-Undang Nomor 1 tahun l974 tentang perkawinan. Dalam hal ini, ketika kebijakan hukum diartikan sebagai arah kebijakan negara, maka terkait dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 1 tahun l974 tentang perkawinan, yang mengandung arti bahwa arah kebijakan yang dimaksud harus berorientasi pada kemaslahatan umat dengan mengakomodasi keinginan umat Islam yang tertuang dalam salah satu bentuk peraturan perundang-undangan.

Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang baik. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tanaman, tumbuhan dan hewan. Tujuan dari diaturnya perkawinan dalam suatu undang-undang adalah tertib masyarakat di bidang hukum keluarga dan perkawinan, dalam arti tingkah laku anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal perkawinan terpola dalam suatu sistem kaedah.

Jadi, Dinamika politik hukum islam dalam pembentukan Undang Undang Perkawinan ini sangat memberikan pengaruh yang sangat besar, dengan tentunya memperhatikan  kemasalahatan manusia. Karena dengan adanya Undang undang Perkawinan akan lebih memudahkan dan terukur, yakni seperti pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 1/1974 yang menyatakan bahwa “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.

1. Di dalam masyarakat Islam sendiri banyak mazhab yang dianut, termasuk dalam hal legalitas pernikahan menyangkut syarat dan          rukunnya, Namun demikian hal ini telah diatasi oleh ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI).

2. Perkawinan yang dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan yang tidak termasuk ke dalam 5 agama resmi tidak bisa dicatatkan oleh negara

3. Perkawinan beda agama antara mempelai laki-laki dan perempuan tidak diatur dalam UU Perkawinan.

Dengan demikian jika suatu perkawinan tidak sah menurut agama dan kepercayaan, maka perkawinan tersebut juga tidak sah menurut Undang undang perkawinan. Hal itu berarti Undang undang perkawinan memandang perkawinan tidak semata-mata sebagai hubungan duniawi antara seorang pria dan wanita. Akan tetapi sebagai hubungan keperdataan saja. Dengan demikian maka perkawinan dipandang sebagai suatu perikatan atau perjanjian antara seorang yang satu dengan seorang yang lain. Tidak dijelaskan hubungan tersebut apakah antara seorang pria dengan seorang wanita. Sedang definisi perkawianan dalam UUP sangat jelas dan rinci, mulai dari bentuk hubungan, tujuan , dasar hubungannya dan jangka waktunya. Terkait sahnya perkawinan, BW memandang bahwa perkara sah jika sudah ketentuan dalam Pasal 26, yaitu telah memenuhi syarat pencatatan di kantor Catatan Sipil.

Harapannya tentu saja ketegasan dan penghormatan negara diberikan kepada prinsip-prinsip Islam yang telah lama merumuskan tata cara pembentukan hukum dalam masyarakat Indonesia. Dengan cara demikian, selain juga memperhatikan latar belakang Indonesia yang dikenal multi-agama, etnis dan budaya dalam arti kepentingan bersama, perjuangan umat Islam, yang melibatkan pemberlakuan syariat Islam di beberapa bagian, dapat diwujudkan di setidaknya satu per satu.

Perlu disadari oleh umat muslim untuk mengambil jalan secara struktur dan juga birokrasi dari sistem yang ada di negara dengan strategi atau politik. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa menjadikan kekuatan Islam dalam berpolitik sebisa mungkin dilakukan melalui dua metode: konflik, represif dan struktural fungsional atau akomodatif. Setidaknya inilah corak dari ragam interaksi negara Indonesia dengan Islam. Dari sudut pandang ilmu kenegaraan, gagasan transformasi hukum Islam di Indonesia bisa dilihat. Dijelaskan bahwa kebijakan tertinggi suatu bangsa dalam berpolitik ada pada rakyat apabila menganut teori bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat. Untuk memberi masukan tentang hukum perkawinan, umat Islam harus berada dalam lingkaran negara. Negara mempunyai tujuan dalam penegakan hokum serta ada jaminan terhadap masyarakat tentang kebebasan. Dalam batasan undang-undang, kebebasan. Sedangkan hukum di sini yang berhak untuk mewujudkannya adalah individu itu sendiri. Atas dasar inilah maka Undang-undang harus dibentuk atas kehendak umum, di mana semua individu terlibat langsung dalam proses pembuatan undang-undang tersebut.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun