Harapannya tentu saja ketegasan dan penghormatan negara diberikan kepada prinsip-prinsip Islam yang telah lama merumuskan tata cara pembentukan hukum dalam masyarakat Indonesia. Dengan cara demikian, selain juga memperhatikan latar belakang Indonesia yang dikenal multi-agama, etnis dan budaya dalam arti kepentingan bersama, perjuangan umat Islam, yang melibatkan pemberlakuan syariat Islam di beberapa bagian, dapat diwujudkan di setidaknya satu per satu.
Perlu disadari oleh umat muslim untuk mengambil jalan secara struktur dan juga birokrasi dari sistem yang ada di negara dengan strategi atau politik. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa menjadikan kekuatan Islam dalam berpolitik sebisa mungkin dilakukan melalui dua metode: konflik, represif dan struktural fungsional atau akomodatif. Setidaknya inilah corak dari ragam interaksi negara Indonesia dengan Islam. Dari sudut pandang ilmu kenegaraan, gagasan transformasi hukum Islam di Indonesia bisa dilihat. Dijelaskan bahwa kebijakan tertinggi suatu bangsa dalam berpolitik ada pada rakyat apabila menganut teori bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat. Untuk memberi masukan tentang hukum perkawinan, umat Islam harus berada dalam lingkaran negara. Negara mempunyai tujuan dalam penegakan hokum serta ada jaminan terhadap masyarakat tentang kebebasan. Dalam batasan undang-undang, kebebasan. Sedangkan hukum di sini yang berhak untuk mewujudkannya adalah individu itu sendiri. Atas dasar inilah maka Undang-undang harus dibentuk atas kehendak umum, di mana semua individu terlibat langsung dalam proses pembuatan undang-undang tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H