Karena dia
( kisah nyata )
Jika mencintai mencintailah dengan sederhana, agar tidak terlalu sakit jika disakiti, begitu pula dengan membenci membencilah dengan sekedernya saja, khawatirnya sesuatu yang teramat kita benci akan begitu memikat hati kita, dan merubah benci menjadi cinta, seperti yang kualami saat itu.
Terlahir dari keluarga yang tidak terlalu peduli dengan hal religius. Ibuku muslim ayahku juga, namun tinggal dikalangan minoritas muslim, akhirnya ayahku terseret dengan lingkungan dan teman-teman bergaulnya sehingga beliau menjadi murtad saat usiaku 4 tahun.Â
Ayahku memilih menjadi pemeluk agama nasrani dan ibuku masih bertahan dengan agamanya yakni islam. Jadinya kami sebagai anak-anak seolah seperti terombang-ambing dalam dua agama.Â
Meski demikian orang tuaku membiarkan kami bebas memilih agama mana yang kelak kami yakini, karna mesti memilih salah satu toh hanya sekedar simbol dari kami, mereka tidak peduli apakah kami mau peduli agama atau tidak, karna ibuku memeng bukan muslim yang taat, ayahku juga bukanlah nasrani yang doyan ke gereja. Yang kusaksikan dari mereka itu hanyalah simbol belaka.
Akhirnya kami tumbuh dalam keluarga yang keadaan agamanya seperti itu, membuatku dan ketiga adikku hanya mengikuti arusnya, kami ikut saja kemana arus ini membawa kami. Aku sendiri bingung apa sih agamaku sebenarnya ? karna kalau ibuku mengajak aku sholat waktu lebaran aku juga ikut, demikian kalau ayahku natalan aku juga ikut.Â
Aku tidak tau bagaimana pengajaran masing-masing agama ibu dan ayahku, hingga akhirnya aku tumbuh menjadi pemuda remaja dengan tertatih dan tanpa prestasi, aku berhasil menammatkan SMAku di sekolah di daerahku.
Jujur soal islam secara khusus aku sangat asing dengan ajarannya, aku tidak menbenci islam, aku hanya menbenci melihat wanita muslimah memakai cadar, itu saja , karena bagiku cadar itu sangat maenggangu, buat apa coba wajah mereka ditutup, kalau tidak cantik ..kenapa harus risih, kalaupun cantik.. kenapa harus dsembunyiin. Dan ketidaksukaanku terhadap wanita muslimah bercadar itu sangat besar.Â
Pernah saat kelas 3 SMA, ada siswi pindahan dari gorontalo memakai cadar, dan selama ia masuk sekolah selalu kubuat tidak nyaman , yaa..kalau berpapasan dengannya selalu kupaksa membuka cadarnya, bahkan sampai dia menangis ketakutan, aku tak peduli, pokoknya aku tidak suka.Â
Dan hal itu berlangsung terus menerus, hingga akhirnya orang tuanya memindahkan ia ke sekolah yang lain, karena tidak nyaman dengan keusilanku. Begitulah ketidaksukaanku terhadap wanita muslimah  bercadar membuatku selalu usil kepada mereka.
Hingga suatu hari, tepatnya pada tahun agustus 2016 ada penghuni baru di ujung lorong sekampung denganku, sepasang suami istri yang kuamati cukup religius, karna suaminya berjenggot dengan celana cingkrang sebetis, istrinya bercadar dan entah anak perempuannya yang juga memakai cadar tinggal serumah dengan mereka berdua.Â
Selain itu ada 2 remaja lainnya , yaa mungkin mereka sekeluarga. awalnya aku menganggap biasa, karena secara bertetangga mereka cukup hambel, mereka suka bersilaturrahmi ke tetangga, suka membagi makanan kalau lebih, suka ngobrol santai kalau lagi luang waktunya.
Tapi lama-lama ketidaksukaanku terhadap cadar yang mereka pakai semakin membuatku terganggu, kenapa sih mau bersilaturrahmi tapi tidak mau dilihat wajahnya, mereka kan bebas melihat kita, kenapa mereka tidak mau dilihat, kalau tidak mau dilihat mukanya mending tidak usah keluar rumah tinggal aja didalam rumah dan tidak usah sok-sok akrab dengan tetangga, Â gemas aku.
Suatu sore ,,, saat aku pulng dari kampus aku bertemu dengan wanita bercadar sedang berjalan di pinggir jalan, perlahan aku mendelatinya, meski ia berjalan di pinggir jalan namun aku mengusilinya dengan membuntutinya sambil membunyikan klakson yang memekik telinga dan menarik gas motorku dengan kencang-kencang supaya bisa menghasilkan suara mesin yang keras, kulihat gadis bercadar itu sangat terkejut dan hampir jatuh akibat ulahku , dengan cepat dia menutup telinganya dan langsung menepi.
" makanya ngk usah nutup wajah kayak gitu, supaya penglihatanmu ngk keganggu... Â heeehhh,, ribet banget sih jadi orang". Teriakku sambil menyalakan klakson dan gas mesin secara bersamaan lalu pergi berlalu dari gadis itu, aku sendiri tidak tau siapa dia , yaa... mana mungkin bisa kenal kalau wajahnya ketutup gitu.
Hampir setiap hari aku melihat gadis bercadar itu melewati jalan yang sama denganku, tujuan dan arah yang sama pula, tetapi aku tidak peduli karena aku tidak tertarik sama sekali untuk mengetahui hal itu, yang kutau bahwa setiap aku bertemu dengannya aku harus usil..harus usil. Dan hampir setiap hari juga aku mengusilinya dengan cara yang sama, Â membunyikan klakson motorku keras-keras atau menarik platuk gas motor hingga bunyinya memekik telinga, tapi anehnya dia tidak lagi merasa terganggu dengan keusilanku.Â
Dia tetap berjalan lurus bahkan tidak lagi menutup telinganya, padahal aku sendiri merasa terganggu dengan suara klakson dan bunyi motorku yang kubuat sendiri. Jujur, sebernanya dengan muslimah biasa dengan jilbab seadanya aku tidak tergelitik untuk mengusili mereka, karena bagiku mereka beragama dengan sederhana tidak di buat-buat atau hanya mengikuti kebiasaan timur tengah. Haaahh... apa tidak ada fasion lain sehingga harus ikut-ikutan fasion tren orang saudi seperti itu.Â
Begitulah caraku berfikir busana muslim kala itu khususnya busana muslimah yang ingklok dengan menutup mukanya dan kesialannku ini tidak diketahui sama sekali oleh keluargaku. Yaa ...andai ayahku tau mungkin dia akan marah besar kepadaku karena ayah sangat mengajarkan toleransi dalam kehidupan kami mengingat kami tinggal serumah dengan 2 agama yang berbeda dan semua berjalan dengan baik-baik saja. Meskipun kehidupan kami jauh dengan tuhan.
Hingga suatu sore aku sangat penasaran dengan gadis bercadar yang berjalan di ruas jalan dekat kampungku itu, andai ia tidak bercadar mungkin aku telah mengenalnya apakah dia gadis kampung yang sekampung denganku, tetapi karena dia bercadar makanya aku tidak bisa mengenalnya. Sore itu seperti biasa aku menunngu ditempat biasa, tujuanku satu aku hanya ingin ajak dia berdiskusi. Hingga beberapa saat kemudian gadis yang kunanti itu tiba juga, melihatku yang sedang duduk rilex diaatas motor, gadis itu menundukkan pandangannya dan mempercepat langkahnya dan berusaha menjauhiku, namum dengan sigap menghadangnya dan menghentikan langkahnya .
"eits,,, nona manis hari belumlah sore, ngak usah terburu-buru !" ujarku sembari menghadangnya, tak ada sekatapun yang keluar dari mulutnya, dia hanya berusaha menghindar dan mencari jalan untuk tidak meladeniku ,
" galak amat...emang semua yang pakai cadar galak ya , ngak suka bersosialisasi dengan oarng-orang  ?" ujarku lagi berusaha menghadangnya sambil merentangkan kedua tanganku, kemudian gadis bercadar itu diam tak memberi perlawanan apapun lalu perlahan mengangkat wajahnya dan menatap mataku dalam-dalam
"maaf, anda mau apa, setiap hari tidak berhenti mangganggu saya, apakah hidup anda terganggu oleh saya, sejak kapan mengganggu kehidupan anda dan keuntungan apa yang anda akan dapatkan dengan mengganggu kehidupan saya setiap hari". Tukas gadis itu dengan tenang.
"eits... akhirnya buka suara juga, kirain bisu. Heehh,,, asal tau aja ya, disini jumlah orang muslim ngk terlalu banyak, mereka hidup  berdampingan dengan muslim tapi ngk sok suci kayak kalian, pakai nutup wajah segala, situ sumbing ya? Atau jerawat batu sehingga harus pakai penutup muka kayak gitu". Ujarku menimpali
"maaf, sudut pandang mana anda menilai saya sok suci dan dari sudut pandang mana anda menilai saya tidak toleran dan tidak menghargai orang-orang sekitar saya, justru andalah yang tidak toleran kepada orang lain, jika anda muslim pasti anda tau hukum menutup aurat terhadap wanita dan jika anda non muslim yang toleran sudah pasti anda tidak akan mengganggu kehidupan saya yang berpakaian berbeda dengan yang lainnya, apakah munurut anda pakaian saya merugikan orang lain?"
"eeiiihhhh.... cerdik juga ya kamu berargumen, apakah semua  yang bercadar diajari berargumen seperti itu? Mantap juga ya." Ujurku menimpali dengan sinis.
"Allah yang mengajariku, Al-qur'an yang menuntunku untuk memberi pemahaman kepada orang yang tidak berpemahaman seperti anda". jawab wanita itu yang masih menatapku dalam-dalam seolah ingin menentangku.
"hhmmm... jangan sok suci loh,, beragama itu tidak harus kaku kayak kalian, hidup ini santai bro, singkat pula, jadi nikmati saja." Ujarku dengan ketus lagi.
"maaf, biarkan menikmati hidup anda sesuka anda, dan biarkan saya juga menikmati hidup saya dengan cara saya, kita punya cara menikmati dan mensyukuri hidup sendiri-sendiri, jika anda nyaman dengan gaya anda ,,, silahkan, dan saya pun sangat nyaman dengan gaya saya saat ini". Jawab wanita itu dengan nada santai yang semakin membuat darahku mendidih.
"banyak bacot loh,,,buka cadarmu itu, aku mau liat secantik apa sih wajah loh sampai sombongnya kayak gitu, ,,ayo buka''ujarku sambil mengangkat tanganku kearah wajahnya dan hendak memeksanya membuka cadarnya. Namun dengan gesitnya tangannya menghalau tanganku dan mendorongku hingga aku terjatuh terpental, darahku semakin mendidih.
" kurang ajaar kau ini, rasakan ini," ujarku sambil menuju ke arahnya ingin menamparnya dan memaksanya membuka cadarnya, namun lagi-lagi ia  tanganku di halau tangannya kali ini dengan gayanya yang merupai gaya silat sambil menendang kearah kemaluanku dan aku merasa sesak nafas dibuatnya mendapati perlawanannya yang gesit itu, darahku mulai naik, kali ini aku berusaha menyerangnya tanpa peduli dia itu seorang wanita, tetepi sebelum aku mendekatinya lagi, gadis itu sudah menghajarku dengan keras
"jangan berani menggangguku lagi, jika anda tidak ingin babak belur " ujar gadis itu dengan santainya.
"ohh... aku suka gayamu ...keren..tapi rasakan ini ", ujarku sambil melompat berusaha menendang dadanya, tapi  lagi-lagi gadis bercadar itu mampu menyelaknya dan tendangannya malah melayang ke punggungku, kurasakan tubuhku sempoyongan, tendangan gadis bercadar itu begitu kerasnya sehingga menbuatku roboh ke tanah, beberapa saat kemudian dia menghampiriku
"masih mau kuajarkan bagaimana cara toleransi, apakah anda masih mau kuajarkan bagaimana menghargai wanita, seharusnya anda malu dengan diri sendiri, laki,,usil,, apakah kau terlahir dari pohon pisang, ibumu pasti sangat merasa sangat malu kalau beliau tau anaknya berani kasar dengan wanita seperti ini, dan ayahmu juga pasti sangat merasa malu jika anak laki-lakinya babak belur dihajar wanita. Assalamu alaikum".ujar gadis bercadar itu sembari pergi meninggalkanku.
"kurang ajar... awas kau ya."gumamku sambil menahan sakit, yang teramat dalam , hatiku geram dan sakit tetapi aku berusaha untuk meredamnya. Aduh alangkah malangnya aku, bila kejadian ini ada yang melihatnya, dimana kusembunyikan wajahku , aku sangat malu sekali.
Karena sakit hati dan dendam , aku mulai menyusun rencana buruk padanya, aku  bertekad usahaku kali ini harus berhasil,gadis tak jelas seperti dia harus di kasih pelajaran. Akhirnya beberapa hari aku pulih dari babak belurku itu, aku mulai menyusun rencana untuk memberinya pelajaran, kali ini niatku bukan hanya untuk menyusilinya ,namun lebih daripada itu, aku ingin mencelakainya , aku akan menabraknya dengan motorku, itulah niatku kala itu.Â
Hingga suatu sore di jam yang sama, dimana aku tau gadis itu akan lewat ditempat yang sama, kali ini aku bertekad harus berhasil, aku tidak berfikir resiko hukum yang akan aku terima setelahnya, akhirnya gadis itu tiba-tiba datang juga, ia melewati jalan itu dengan tenangnya dan aku bersembunyi disamping perempatan jalan yang sering ia lewati. Ketika gadis itu melewati jalan sepi yang biasa ia lewati , aku mulai menstatar motorku  dan mulai mengendarainya sangat kencang, niatku ingin menabraknya dari arah belakang , tapi karena aku tidak bisa menyembunyikan suara motorku yang memeng berkenalpot ressing, akhirnya gadis bercadar itu menyadari bahwa ada motor yang melaju itu , motor yang ingin mencelakainya.Â
Begitu motorku sudah sangat dekat dengan dirinya, gadis itu melompat dengan gesitnya ke tepi jalan dan menghantamku dengan tas hitam yang ada di genggamannya, tas hitam itu menghantam punggungku dengan kerasnya hingga aku kehilangan keseimbangan, motorku jatuh dan meleset ke jalan raya yang tidak beraspal itu hingga beberapa meter jalannya dan aku tidak tau lagi apa yang terjadi setelahnya, aku hanya mendengar sayup-sayup dibawaah alam sadarku suara seorang wanita minta tolong dan setelahnya aku tidak ingat apa-apa lagi.
Entah berapa lamanya aku dirawat di rumah sakit, yang aku dengar dari orang tuaku bahwa tidak sadarkan diri selama 10 jam, entah siapa yang membawaku ke rumah sakit kala itu. Aku berusaha mengingat kejadian kala itu, dan aku berhasil mengigatnya. Ya tuhan , ampunilah aku, aku sudah dzalim terhadap wanita yang tidak bersalah kepadaku selama ini.Â
Aku telah begitu berdosa telah mengakiti perempuan hanya karena ketidaksukaanku terhadap hijab, beri aku kesempatan untuk menemuinya ya tuhan, aku ingin meminta maaf dengannya, aku ingin merubah sifat kasarku, aku janji ya tuhan beri aku kesempatan untuk bertemu dengannya, ujarku dalam gumam yang amat kurasakan begitu perih, merasa sangat bersalah terhadap wanita yang berusaha menjadi baik daripada wanita-wanita pada umumnya.Â
Ya...aku malah menebar kebencian terhadapnya. Selama di rumah sakit itu hatiku sangat merasa gelisah dan bersalah ingin sekali aku menemui gadis bercadar itu walau hanya untuk meminta maaf terhadapnya karena selama ini aku selalu banyak mengganggu kehidupannya, hingga beberapa hari aku di rumah sakit, aku dikagetkan dengan sosok bercadar yang masuk ke ruanganku dimana aku dirawat, aku  kaget sekali, namun kali ini wanita bercadar itu ditemani laki-laki yang sangat aku kenal, pak Hamid tetangga baru yang tinggal selorong denganku, kedua wanita bercadar itu tentu anak dan istri pak Hamid, awalnya jantungku berdenyut kencang sekali karena menyangka salah satu dari mereka adalah gadis yang sering aku dzolimi.
"Bagaimana keadaanmu nak Robi? " tanya pak Hamid padaku
"hm...udah agak baikan pak, tapi bagian tulang pungggungku dan tangan kananku masih sangat sakit, mungkin karena benturan",jawabku dengan sangat canggung karena ada dua wanita bercadar didekat pak Hamid, apakah salah satu dari mereka adalah gadis itu?
"Alhamdulillah kalau begitu kami senang mendengarnya, semula saya nggak tahu lo kalau nak Robi kecelakaan, nak Hamidah yang cerita, katanya nak Robi jatuh dari motor dijalan raya yang deket dengan kampung, karena Hamidah setiap hari melewati jalan itu dan dia jualan di kampung sebelah dan setelahnya Hamidah nyambung aktivitas lainnya yaitu mengajar TPA di kampung itu juga, jadinya setiap sore dia melewati jalan yang nak Robi lewati juga, bapak hanya mengantarnya setiap pagi dan sorenya dia pulang sendiri karena bapak baru pulang kerja setelah isya, bapak sudah sarankan dia untuk naik bentor tapi dianya nggak mau, katanya biar lebih hemat dan jalan kaki itu sehat". Ujar pak Hamid menjelaskan.
Tiba-tiba jantungku tak beraturan kala itu, aku tidak menyangka bahwa benar gadis yang sering aku ganggu itu adalah anak pak Hamid yang tingggal dilorongku, aku yakin banget gadis yang sering aku ganggu itu anak pak Hamid karena gadis bercadar dikampungku hanya dari keluarganya.Â
Ya tuhan, alangkah malu dan kagetnya aku kala itu, sementara gadis bercadar yang bernama Hamidah itu duduk agak jauh dan ditemani ibunya, mereka sedang asyik ngobrol dengan ibuku, alangkah malunya dan berdosanya aku, aku merasa sangat bersalah, masih pantaskah kesahanku itu dimaafkan?Â
Tetapi apakah Hamidah sudah menceritakan kelakuan burukku terhadapnya aku merasa tidak enak dijenguk orang-orang yang sering kuganggu, sungguh akhlak yang begitu mulia tak kusangka sama sekali Hamidah mau menjengukku bahkan tak tampak kemarahan dari dirinya padahal aku sangat sering mengganggunya bahkan hendak mencelakainya. Ya tuhan, mataku baru terbuka saat ini betapa islam sangat agung terbukti dengan pemeluknya yang begitu menampakkan wajah-wajah bersahabat meskipu sering disakiti.
"pak ...bisa saya bicara dengan Hamidah, ada yang mau saya tanyakan tapi saya harap kami diizinkan berbicara berdua saja" ujarku, beberapa saat kemudian kulihat pak Hamid merasa heran begitu pula Hamidah dan ibunya, tiba-tiba mereka terdiam saat mendengar permintaanku itu.
"maaf nak Robi, bukannya nggak bisa tapi nggak bagus dua insan yang bukan mahrom berada dalam ruangan yang sama dan mereka cuman berdua, kalau ada yang ingin nak Robi sampaikan, sampaikan saja pada saya nanti saya sampaikan pada Hamidah". Ujar pak Hamid menjelaskan.Â
"oh, gitu ya pak ? oh, yaudah kalau kayak gitu saya minta maaf saya nggak tahu lain kali aja saya silaturahim ke rumah bapak, sekali lagi saya ucapkan terimakasih atas waktunya bersedia menjenguk saya, mohon maaf juga karena selama bertetangga saya kurang begitu bergaul dengan bapak dan keluarga bapak itu karena sibuk dengan kuliah saya yang nggak kelar-kelar". Ujarku sambil tersenyum-senyum, seketika itu ruanganpun menjadi riuh dengan suara mereka yang hadir kala itu.
Sejak sat itu, aku mulai meninstalasi perilakuku itu, yang tidak lupa aku syukuri munculnya semangat dalam jiwaku untuk mempelajari isalm lebih dalam, dan kulaluia hari-hariku dengan ibuku dan meminta pertimbangan beliau untuk memilih islam sebagai agama yang kuakui begitu pula dengan ayahku, dan seperti yang aku duga mereka memberi kebebasan beragama mana yang kuyakini. Ibuku juga merasa senang dengan perlakuanku saat itu, karena aku mulai merubah perilaku burukku dan aku juga meminta ibuku membelikan buku islam di pasar kala itu dan ibuku pun menurutinya.Â
Ibuku juga memotivasi agar aku banyak belajar dari pak Hamid, katanya aku butuh untuk diislamkan dulu karena selama ini agamaku tidak jelas dan aku hanya bisa mengangguk menaati nasehat ibu. Aku hanya ingin Allah benar-benar memberiku hidayah-Nya dan tidak menyesatkan aku lagi setelah diberi-Nya petunjuk.
Akhirnya aku mulai banyak belajar dari pak Hamid, beliau dengan senang hati membimbingku, entah pada hari-hari liburnya, atau usai shalat subuh di mesjid, alhamdulillah beliau selalu meluangkan waktunya dan mengajariku banyak hal, melalui beliau aku memperbaharui syahadatku, tentu dengan syarat standar syariat dengan menghadirkan sanksi-sanksi kala itu.
Air mataku tidak bisa ku bendung , aku merasakn kehidupannku yang begitu damai, sangat jelas sekali perbedaannya dengan sebelumnya, aku merasakan hidupku seperti kosong tanpa arah sampai Allah subhanahu wa ta'ala membukakan pintu hidayah-Nya kepada hamba yang hina ini. Alhamdulillah, aku sangat memanfaatkan waktau luang pak Hamid untuk belajar islam termasuk membaca Al-Qur'an dari dasar sampai mahir, butuh kesabaran yang extra memang untuk menjalani semua itu.
Hingga akhirnya waktu mengajakku ke arah yang lebih baik, belajar dari keterpurukan hidup lalu memperdalam ilmu agama membuatku semakin yakin bahwa islam islam itu agama yang sempurna. Aku juag mulai menumbuhkan sunnah di daguku yaitu jenggot, celanaku  juga mulai kubenahi agar tidak menutupi mata kaki, mesti tidak sampai  betis. Peran pak Hamid dengan izin Allah begitu besar terhadapku.
Hingga pada suatu ketika, pada saat moment yang tepat aku memberanikan diri untuk menyampaikan niatku untuk melamar Hamidah menjadi istriku. Aku sendiri tidak tau bagaimana reaksi Hamidah bila tau akan hal ini, karena meski aku sering ke rumahnya tapi aku tak pernah lagi berbincang dengannya, entah kemana dia, setiap aku ke rumahnya aku tidak pernah melihatnya bahkan melintas di depanku pun tidak pernah.Â
Saat mendengar lamaranku kala itu pak Hamid begiru terkejut tidak menyangka kalua aku akan seberani itu, tetapi sebagai ayah yang menyanyai putrinya, beliau memintaku untuk sabar menunggu jawaban dari putrinya, katanya jika Hamidah menerima maka beliau akan merestuinya, artinya segalanya ia serahkan pada putrinya. Â
Hatiku tidak menentu menunggu awaban dari Hamidah, hingga akhirnya suatu sore ayah Hamidah datang ke rumah, kalau aku dan keluargaku diundang ke rumahnya.Â
Deg-degan rasanya, ayah dan juga ibuku sudah mengetahui hal ini dan mereka hanya menyerahkan segalanya padaku, Alhamdulillah dengan izin Allah semua dipermudah oleh  Hamidah dan keluarganya. Aku diminta pak Hamid untuk melihat putrinya sebelum menikahinya, nadzor istilahnya. Rasa syukur ku haturkan tak terhingga kepeda-Mu karena Engkau memberiku anugrah yang begitu besar terhadapku, alhamdulillah.Â
Setelah melihat Hamidah hatiku semakin mantap ingin menikahinya karena wajah di balik cadarnya itu begitu menawan, aku begitu beruntungnya karena tidak ada laki-laki laim yang dapt menatapnya selain ayahnya dan aku saar itu, kegiranganku juga dirasakan oleh ibuku beliau begitu menyukai Hamidah, bahkan sejak pertama kali bertemu dengannya dan semua berjalan sesuai rencana sampai har H pernikahan kami.Â
Ya rabbi, sungguh indah rencana-Mu aku yang dulu begitu membenci cadar  kini malah menikahi wanita bercadar dan Yng tidak kuduga sama sekali bahwa wanita yang kunikahi adalah gadis yang pernah aku celakai.
Karena kami menikah tanpa pacaran, sama halnya dengan Hamidah baru terungkap setelah menikah, ternyata Hamidah dulu mondok selama 6 tahun disebuah pesantren di bogor, Hamidah mulai mondok sejak lulus SD hingga tamat SMA, selama di pondok Hamidah dididik dengan banyak hal, mulai menghafal Al-Qur'an , pelajaran Aqidah, Fiqh, dan pendidikan ektrakulikuler lainnya seperti; bela diri, berkuda, memanah dan berenang, Ya Robbi, pantas saja aku babak belur di buatnya, menurut Hamidah dia tidak pernah bercerita tentang  perilaku burukku terhadapnya kepada ayahnya serta ibunya, katanya khawatir menjadi bumerang antara 2 keluarga dan akan memutuskan tali silaturrahmi kami.Â
Masya Allah, di samping itu juga dia tidak mau mempermalukan aku dan tak disangka wanita manis bercadar itu menjadi istriku. Kini , entah aku yang akan menjadi pelindungnya atau malah sebaliknya . haha. Â Itulan candaan kami kalau lagi berdua.
Beberapa pesan dari istri saya Hamidah untuk pribadi-pribadi di luar sana yang membenci hijab syar'i  terutama cadar, " jangan pernah menghina syariat Allah" katanya wanita bercadar itu memang berbeda dengan wanita lainnya, tetepi ingat mereka ingin hidup untuk menjadi lebih baik, mereka sedang berjuang untuk istiqomah dan taat  pada Rabbnya,  jadi jika kalian melihat wanita bercadar belum mampu mengontrol dirinya, jangan membuli cadarnya karena hijab dan perilaku dua hal yang berbeda, beri mereka kesempatan untuk berubah secara sempurna.Â
Dan wanita-wanita diluar sana yang belum sanggup untuk berhijab , jangan berlama-lama mengulur waktunya, sebab  kesempatan itu tidak pernah kita tau , bukankah hidup dan mati manusia adalah rahasia Allah? . ya Allah ,,,kalian pasti  akan jatuh cinta pada hijab syar'i, mana kala kalian mencobanya dan berusaha untuk memakainya, cobalah , karena tak kenak maka tak sayang.
Hidayah itu bisa datang pada siapa saja bahkan pada orang yang nampak tidak ada lagi kebaikan pada dirinya, karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, maka jangan pernah berhenti mengejar hidayah-Nya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI