Pulau Timor yang indah dengan ombak pantai yang berdetum-detum, laut biru yang asin, langit cerah dan masyarakatnya yang ramah. Pulau ini menyimpan banyak cerita sebagai pulau jajahan. Â Namun selepas itu, orang-orang pulau ini mulai berbenah diri untuk bersaing dengan dunia luar. Tentunya ini tak lepas dari kesadaran masyarakat untuk mengirim anak-anaknya ke sekolah. Bahkan bila dicermati, sebagian besar anak-anak pulau dari pulau Timor pergi belajar di Jawa dan Sulawesi. Setidaknya pulau-pulau itu lebih baik aksesnya dalam dunia pendidikan sehingga mempermudah proses belajar. Begitulah yang dipikirkan para orang tua.
Saya sendiri menyelesaikan pendidikan tinggi di luar Jawa. Saya merasakan sendiri kemudahan-kemudahan akses fasilitas publik yang serba mudah. Ketika butuh buku misalnya, kita bisa menyusuri toko-toko buku di wilayah Pasar Senen atau Blok M. Bisa juga ke toko-toko buku terdekat. Akses perpustakaan kampus-kampus ternama pun mudah, belum lagi komunitas-komunitas yang bergerak juga di bidang literasi. Iklim semacam ini sangat sulit ditemukan di kita-kota kecil di pulau lain.
Ketika kembali ke Kupang (red. setelah meyelesaikan pendidikan tinggi), saya dihadapkan dengan kesulitan mengakses bacaan. Sekelas ibu kota provinsi, Kupang hanya memiliki setidak-tidaknya tiga toko buku yang tentunya ketersediaannya tidak cukup lengkap. Ini menyulitkan saya yang berencana membuat Taman Baca Masyarakat di rumah. Beruntung belakangan jasa pengiriman sudah menjamur di Indonesia. Hingga kini JNE telah hadir 30 tahun menemani masyarakat untuk berbagi banyak hal.Â
Apalagi saat ini titik-titik layanan JNE diatas 6.000 lokasi dan masih terus bertambah dengan jumlah karyawan lebih dari 40.000 orang. Melalui JNE, membeli buku pada toko-toko online jauh lebih murah. Setidaknya dengan biaya ongkir sekilo, 3-4 buku yangtidak terlalu tebal bisa dibeli sekaligus. Kalau tebal, bisa 2-3 buku saja, tapi itu sudah sangat membantu. Apalagi ketika situasi darurat dan sangat membutuhkan buku tertentu untuk referensi, pilihan paket kilat JNE bisa jadi jalan keluar karena cepat.
Salah satu keinginan saya yang tercatat dalam peta rencana pribadi bertahun-tahun lalu adalah menjadikan rumah sebagai taman baca dan aktivitas literasi yang ramah anak. Saya mulai mengumpulkan buku-buku bacaan anak. Namun apa daya, keinginan itu harus berubah dari Taman Baca menjadi Program Masjid Literasi. Sejenak saya berpikir itu cara terbaik untuk berbagi ketimbang menunggu banyak buku untuk membuka taman baca. Saya mulai membeli buku-buku cerita dan juga mengabarkan kenalan-kenalan untuk membantu. Banyak donatur yang memanfaatkan jasa JNE untuk mengirim paket buku bacaan. Saya merekomendasikan JNE karena lebih amanah. Bila sudah sampai Kupang, paket tidak akan berlama-lama di gudang.
Saya pernah juga tergiur dengan jasa pengiriman yang lebih murah. Waktu itu pernah membeli alat musik gimbe dari Jakarta Selatan. Gimbe itu sangat dibutuhkan untuk pentas seni anak-anak. Perhitungan waktu yang saya buat sudah tepat, saya memesan dua minggu sebelum acara dengan harapan akan sampai tepat waktu. Padahal waktu yang dijanjikan sebenarnya 3-4 hari kerja. Eh, malah molor sampai 28 hari . Hampir setiap hari bolak-bali tracking kiriman sudah sampai di mana. Selain itu ada juga jasa ekspedisi yang 'drama' sampai harus dicari-cari keberadaanya untu mengambil paket yang sudah dibayar jasanya untuk diantar sampai ke alamat yag dituju. Belajar dari pengalaman itu, JNE menjadi teman saya untuk memberi lebih banyak arti bagi kehidupan adik-adik di pedalaman Timor.
Siapa yang akan meyantuni kita selain diri kita sendiri? Itu pertanyaan yang sampai saat ini membuat saya kuat untuk tetap berbagi. Walaupun hanya satu dua buku cerita. Atau datang membacakan cerita untuk adik-adik di pedalaman Timor. Mereka sangat antusias melihat gambar-gabar pada buku cerita.Â
Apalagi bila diceritakan dengan nada dan gaya bercerita yang baik. Bukankah ini membahagiakan? Paket buku yang diantarkan tepat waktu oleh JNE mampu membawa senyum dan keceriaan adik-adik saya di pelosok. Selama ini, proses pendidikan belum menyentuh sampai ke dasar. Adik-adik di desa-desa sangat jauh dari buku---kecuali buku pelajaran.Â
Maka satu dua buku yang saya bagikan disimpan di masjid, mereka bisa mengaksesnya ketika datang ke masjid. Selain itu mereka guru ngaji mereka sudah bisa menggunakan buku-buku itu untuk  membaca cerita. Banyak cerita para nabi dan sahabat-sahabat nabi yang bisa dibagikan. Terlebih lagi bila kegiatan belajar dipadu dengan aktivitas lain seperti menggambar, mewarnai dan lain sebagiamya. Saya menyadari  meski belum begitu masif, program berbagi buku cerita ini akan tetap saya lanjutkan. Paket kebahagiaan dari buku-buku harus tetap hidup bersama JNE.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H