Mohon tunggu...
Sayyidati Hajar
Sayyidati Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Timor

Perempuan Timor | Traveller Kampung | Teater | Short Story | Short Movie | Suka Budaya NTT | pos-el: sayyidati.hajar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Narasi Perdamaian dari Bumi Nusa Cendana

19 Desember 2018   02:42 Diperbarui: 19 Desember 2018   04:15 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saling mencela dengan kosakata sarkasme pun tidak bisa dihindari. Semua merasa benar dan kebenarannya diwujudkan dengan saling menghina dan membela apa yang dianggap benar. Kita mesti waras untuk memutuskan melawan hoaks dan ujaran kebencian.

Saya menanggapi penyebar  hoaks dan ujaran kebencian sebagai sebuah kegagalan berpikir. Sebuah kegagalan menganalisa bacaan yang menyebabkan lahirnya ketidakmampuan untuk membedakan informasi yang benar dan salah. Hoaks dan ujaran kebencian tidak akan mendapat porsi dalam keseharian saya. 

Bagaimana bisa? Saya bekerja di kampus yang menjunjung tinggi toleransi. Mahasiswa saya datang dari berbagai latar belakang suku, budaya, bahasa, dan agama yang berbeda.  Lingkungan saya adalah  perpustakaan multikultur. 

Semua keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, dan ras mendapatkan kedudukan yang sama dalam pendidikan.  Kami telah menciptakan kehidupan harmonis yang tidak dapat dirusak oleh  omong kosong tersistem yang sengaja digencarkan untuk merusak harmonisasi kehidupan bermasyarakat di NTT.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
 Perpustakaan multikultur paling nyata bagi saya adalah Universitas Muhammadiyah Kupang (Unmuh Kupang) lembaga tempat saya bekerja. Visi multikultural yang digagas rektor Unmuh Kupang, Dr. Zainur Wula tentu bukan sembarang visi. Keputusannya untuk mengusung multikulturalisme berlandaskan pada keragaman sosiolkultur masyarakat NTT. Sepintas kampus yang namanya identik dengan nama sebuah ormas Islam di Indonesia ini terasa ekslusif. 

Kampus ini seolah hanya dapat diakses masyarakat beragama Islam lantaran nama besar Muhammadiyah dan spirit  KH. Ahmad Dahlan yang tergambar dalam nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Ternyata 70% mahasiswa Unmuh Kupang datang berlatar agama nonmuslim. 

Bukan hanya itu, mahasiswa penganut kepercayaan selain islam tidak dibatasi dalam mengaktualisasi diri. Berbagai kegiatan kerohanian masih dapat dijalankan dengan baik. Tak salah bila Unmuh Kupang dikenal sebagai kampus multilkultural. Semoga Unmuh Kupang melahirkan sumber daya manusia yang mampu menarasikan pesan damai dari bumi Nusa Cendana ke seluruh dunia. Salam damai.

Kupang, 18 Desember 2018

Salam,  

Sayyidati Hajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun