Mohon tunggu...
Sayyidal Jamat
Sayyidal Jamat Mohon Tunggu... Guru - Guru Sakola Desa

Berani menulis untuk mengupayakan pertumbuhan pendidikan melalui Balai Sakola Desa 5.0 sebagai wahana edu-aksi semua elemen masyarakat kampungan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencari Ilmu Hingga Mahkamah Konstitusi

17 Maret 2023   15:12 Diperbarui: 17 Maret 2023   15:58 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kewajiban mencari ilmu bagi setiap pribadi muslim telah menjadi dogma utama dalam usaha dan budaya pendidikan keislaman. Sering pula para youtuber relijius menyampaikan fadhilah-fadhilah mencari ilmu bagi setiap pribadi muslim agar mereka menetapi jalan ketakwaan kepada Alloh subhanahu wa ta’ala, dan menghindari jalan yang sesat dan menyesatkan dengan jalan mencari ilmu sepanjang hayat, minal mahdi ilal lahdi.

Dengan tujuan mencari ilmu dan melaksanakan kebenaran yang telah dipahami dengan terus menggali kebenaran yang lebih tinggi tentang Undang-Undang Perwakafan Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah-nya, maka disusunlah sebuah rancangan gugatan ke mahkamah konstistusi sebagai bagian dari perjalanan mencari ilmu sepanjang hayat, dari buaian hingga liang lahat, long life education for all.

Rancangan gugatan ini merupakan sebuah eksposisi terhadap masalah faktual data Akta Ikrar Wakaf (AIW) tahun 2005 yang dirasa keterlaluan sulitnya untuk diperbaharui atau melegalisasi nazhir baru karena nazhir lama telah meninggal dunia pada tahun 2015. Untuk itu, maka dipandang perlu dan penting mengkaji materi Undang-Undang Perwakafan pada pasal tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan asset masyarakat yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini diharapkan mejadi pelajaran berharga secara subjektif dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. 

Mengingat Undang-Undang apa pun perihalnya harus mampu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum serta mencerdakan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, dalam hal ini dunia perwakafan dan dunia pendidikan antara wakif, nazhir dan penerima manfaat serta pengembang tanah wakaf yang sudah di-Akta Ikrar Wakafkan sejak tahun 2005.

Beberapa tahapan yang dilakukan untuk menguji materi undang-undang tersebut dimulai dengan membuka komunikasi dengan pihak KUA sebagai perangkat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, juga dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) kementerian agama di tingkat kabupaten. Selain itu, diskusi dengan aparatur pemerintah dari tingkat RT, RW hingga kepala desa pun sudah dilakukan bahkan saat ini tengah dilaksanakan pembuktian perlambatan birokrasi KUA dalam proses penggantian nazhir lama menjadi nazhir baru.

Hasil identifikasi masalah dari perlambatan birokrasi penggantian nazhir baru dari nazhir lama melalui birokrasi Kantor Urusan Agama di kecamatan, sebagai pelaksanaan undang-undang perwakafan ini terdapat indikasi ditemukannya pendirian yayasan baru pada tahun 2013 yang tidak memiliki legalitas yang lengkap dalam pengelolaan tanah wakaf untuk pendidikan madrasah. Yayasan dalam hal ini dianggap oleh pengawas madrasah hanya merupakan payung hukum operasional pendidikan Madrasah Ibtidaiyah. Hal ini pula yang menjadi tonggak keberhasilan pengalihan pengelolaan madrasah dari yayasan sebelumnya yang ketua yayasannya merupakan nazhir madrasah dan pengawas serta pembina pendidikan madrasah, yang selanjutnya disebut Pak Mualim rahimahulloh.

Apa yang telah teridentifikasi sepanjang tahun 2013 hingga tahun 2023 ini dapatlah diasumsikan merupakan rangkaian kegiatan politik kekuasaan dan kewenangan kepala sekolah dalam jabatan bersama kelompok Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mendukung dengan tenang dan menang untuk membentuk yayasan secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat dan nazhir lama yang tertuang dalam AIW tahun 2005 sebagai alat bukti penyimpangan undang-undang atau sebuah kelemahan undang-undang.

Kenapa harus ke mahkamah konstitusi, tentu hal ini berdasarkan praduga tak bersalah kepada pihak madrasah maupun yayasan yang sekilas info  terindikasi telah mengelola tanah wakaf tanpa izin tertulis dari nazhir lama dan, atau tanpa musyawarah bersama masyarakat. Ini artinya, apabila kita menyalahkan undang-undang adalah pembelajaran dan kelimuan menuju penyelsaian, sedangkan meyalahkan orang lain pastilah akan melahirkan masalah tambahan yang berlipat-ganda serta tidak menyelesaikan secara komprehensif.

Pada proses gugatan ke mahkamah konstitusi, kita dapat membuka situs Simpel MKRI di internet dengan mudah. Kemudian kita dapat melanjutkan gugatan tersebut dengan cara melengkapi berkas-berkas yang haru diupload pada situs tersebut dan apabila ada kesulitan kita dapat menggunakan jasa operator digital. Sebuah peluang bagi jasa advokasi tentunya.

Artikel ini, diberi judul mencari ilmu sampai ke mahkamah konstitusi ini merupakan kode pergerakan, lalu apa dan siapa yang digerakan adalah tergantung daya jangkau pemikiran pembaca. Ke arah mana pergerakan pencerahan gugatan ini, atau menyasar siapa saja pergerakan tanpa henti ini dilakukan. Semoga semua tergerakan dan tercerahkan. Kita menghitung hari mulai saat ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun