Membangun sebuah pilar pendidikan yang kokoh dan berkualitas merupakan tonggak awal dalam membangun peradaban dan melestarikan sumber daya manusia yang ada di Indonesia. Namun,  praktik pendidikan di Indonesia selama ini dianggap gagal menjawab tantangan dan kemelut zaman. Masih banyak permasalahn pendidikan di Indonesia yang belum surut teratasi. Maka pendidikan holistik sering dianggap sebagai pendidikan alternatif.  Pendidikan holistik adalah pendidikan yang memberikan pemahaman terhadap permasalahan global seperti  HAM, keadilan sosial, multikultural, agama dan pemanasan global, sehingga mampu melahirkan peserta didik yang berwawasan dan berkarakter global serta mampu memberikan solusi terhadap permasalahan kemanusiaan dan perdamaian.
Permasalahan pendidikan di Indonesia berdampak pada minimnya proses keilmuan kemudian menciptakan adanya "jurang" pengetahuan dalam masyarakat terkait dengan rendahnya literasi. Dalam buku "Jurnalis ala Kiai Gontor" dijelaskan bahwa maju mundurnya sebuah negara ditentukan oleh budaya baca-tulis (literasi) yang ada di negara tersebut. Oleh karena itu, untuk mencapai kemajuan di masa mendatang, dunia literasi tidak bisa dipandang sebelah mata atau kurang penting. Apalagi Indonesia sendiri masih terbelakang bila dibandingkan dengan negara lain. Menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), Indonesia saat ini menjadi negara dengan tingkat literasi yang sangat rendah dengan presentase 0,001% yang artinya hanya 1 orang diantara 1000 penduduk Indonesia yang gemar membaca, dekat dengan buku, dan cinta dengan ilmu.
 Hal ini kemudian didukung dengan adanya pandemi covid-19 yang berpengaruh pada proses pembelajaran secara online dan degradasi moral anak-anak zaman ini. Sehingga berakibat pada timbulnya perilaku negatif di masyarakat. Padahal, pembentukan moral pada anak-anak membutuhkan keteladanan dan interaksi yang dilakukan secara langsung. Di tambah akses pendidikan yang belum merata. Selama ini pendidikan di Indonesia  lebih banyak di akses oleh mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih, dibandingkan mereka yang sangat minim dalam kemampuan ekonomi. Salah satu yang menjadi perhatian dalam hal ini adalah anak pinggiran. Anak pinggiran yang  dengan keterbatasan ekonomi yang mengakibatkan kemiskinan. Permasalahan kemiskinan yang terjadi pada anak pinggiran ini mengharuskan mereka untuk membantu keluarga demi keberlangsungan hidup. Hal ini kemudian mengakibatkan tidak meratanya akses pendidikan berkualitas yang berdampak pada minimnya proses keilmuan.
Kalau ilmu adalah sumber peradaban, maka pendidikan adalah pilarnya peradaban.  Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang melahirkan rasa penasaran dan keingintahuan. Sehingga seseorang akan berusaha untuk mengetahui apa yang ia belum ketahui sebelumnya. Ibarat gelas kosong yang harus selalu di isi. Di isi dengan akhlak dan ilmu yang bersumber dari pendidikan. Era disrupsi saat ini memperlihatkan banyak dampak degradasi pendidikan yang perlu kita benahi bersama. Dapat di mulai dari lingkungan kecil, semisal keterlibatan orang tua untuk mendukung cita-cita anaknya sangatlah penting. Salah satunya dengan parenting. Sehingga anak-anak akan merasa di support. Berkaca dari salah satu negara yang sangat bagus pendidikannya yaitu Finlandia. Pendidikan di Finlandia memiliki sistem packaging marital. Di mana bagi wanita hamil akan mendapatkan 3 buku, buku untuk ayah, anak, dan ibu. Sehingga hal ini melatih anak sedari dalam kandungan. Negara-negara maju di luar sana tidak ada pekerjaan rumah (PR), tapi mengusulkan para orang tua murid untuk interaksi dengan anak mereka. Indonesia sudah menerapkan demikian, namun cara penggunaannya yang masih keliru sehingga interaksi antara anak dan orang tua tidak ada.
Pemuda sebagai penggelora bangsa perlu berpartisipasi agar dapat meningkatkan antusiasme masyarakat sekitar untuk melihat betapa pentingnya pendidikan bagi masa depan. Â Mendorong peningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia melalui wadah informal yang turut berkontribusi mendidik, melatih, dan memberi arahan kepada calon pemimpin muda Indonesia yang adaptif terhadap perkembangan teknologi, serta enciptakan miliu Pendidikan yang bertaraf edukasi untuk bersinergi membawa perubahan. Sehingga dapat menciptakan regenerasi anak bangsa yang cerdas, berattitude, Â dan inovatif dengan memperdalam literasi budaya tulis dan pengabdian kepada masyarakat yang dapat melahirkan pemuda(i) inspiratif, kolaboratif, dan progresif membangun peradaban nusantara yang cemerlang sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini selaras dengan SDG poin nomor 4, salah satunya Education for Sustainable Development (ESD). Dimana menciptakan pendidikan yang mendorong perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap untuk memungkinkan masyarakat yang lebih berkelanjutan dan adil bagi semua.
Karena pada hakikatnya, "Berpendidikan tidak hanya memanifestasikan tepian ilmu,
namun menyematkan moral dalam kemuliaan dan keanggunan"
-Sayyidah Ilman 'Nisa-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H