“Jo, gue liat pemandangan itu warnanya Hijau. Ini Hijau yang paling Hijau” Kata Dusmin sambil menunjuk ke arah pemandangan.
“Min, kamu salah. Yang bener itu merah. Masak lo kagak liat itu warnanya merah?” Tanya paijo Kembali
“Kalian berdua ini salah, yang bener itu putih.” Kata Amrin enggak mau kalah.
Mereka terus saja beradu pendapat dan memaksakan warna yang paling benar. Terus ngotot bahwa warnanyalah yang paling benar. Pokoknya aku benar, aku benar, aku benar dan aku benar. Yang lain salah dan salah.
Tiba-tiba, lewatlah seorang kakek tua yang buta. Ia berjalan dengan tongkatnya. Kakek tua itu memanggil mereka.
“Hei, kalian anak muda yang ada di situ. Ribut-ribut masalah apa sih?” Tanya kakek tua itu.
“Ini ki (aki), masak pemandangannya itu di bilang warna Hijau. Yang bener kan merah.” Kata Paijo
“Enggak ki, yang bener itu hijau. Paijo salah lihat tuh.” Balas Dusmin
“Dibilangin enggak percaya kalo itu warna putih. Ckckck” Armin masih ngotot juga.
“Ngapain kalian ribut-ribut masalah kayak gini. Kalian enggak tahu kakek ini buta. Kalian yang punya mata malah saling salah-salahan. Harusnya tuntun kakek yang buta ini dong. Bukan malah ribut masalah beginian” Omel si Kakek tua.
“Lagipula, kalian itu kan bisa lihat. Harusnya bersyukur dong dengan penglihatan itu. Kakek ini buta cu, kalian enggak tahu rasanya jadi buta seperti apa. Rasanya gelap gulita. Sudah-sudah, daripada kalian bertengkar lebih baik tolong kakek menyeberangi jalan” Ujar si kakek.
Amrin, Dusmin dan Paijo pun manut dan menuntun kakek itu sampai ke seberang jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H