Mohon tunggu...
SAYUWIWIT ANNUR
SAYUWIWIT ANNUR Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggerak Kabupaten Sampang Angkatan 6 Jawa timur

Sayuwiwit An Nur adalah seorang guru IPA dan Prakarya di SMPN 2 Sampang, Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid

20 Maret 2023   22:07 Diperbarui: 20 Maret 2023   22:28 2048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Koneksi Antar Materi Modul 3.3

PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK POSITIF PADA MURID

(catatan refleksi)

 

Luar biasa, akhirnya saya paham mengapa modul ini menjadi modul pamungkas. Pengelolaan Program Yang Berdampak Positif Pada Murid, sesungguhnya menitik beratkan pada kata pengelolaan dan dampak positifnya terhadap murid. Jika sebelumnya kami diajak untuk memberikan praktik baik terkait pembelajaran dan budaya yang berdampak positif pada murid, kini hal itu berkembang pada pemberian program. Bukan menitik beratkan pada apa atau seberapa besar programnya, namun lebih kepada bagaimana guru sebagai pemimpin pembelajaran mengelola program tersebut sehingga berdampak positif baik bagi kehidupan murid saat ini maupun pada kehidupan murid dimasa mendatang. Baik murid sebagai individu, maupun murid sebagai anggota masyarakat.

Pada modul 3.3 ini kami para calon guru penggerak diminta untuk membuat suatu program, baik yang diinisiasi oleh CGP sendiri maupun yang menjadi inisiasi murid sebagai jawaban atas masalah ataupun pemetaan asset sekolah. Tidak muluk-muluk, program yang saya inisiasi adalah jenis program intrakurikuler. Program ini terintegrasi dalam pembelajaran Prakarya kelas VII yang saya ampu. Walaupun inisiasi program ini berasal dari saya, program ini diawali dengan meminta pendapat murid terkait tema yang akan kami ambil pada pembelajaran Prakarya diakhir semester satu kemarin. Saya menyampaikan kepada mereka bahwa terdapat 4 materi/tema yang ada dalam setiap pembelajaran prakarya dalam satu semesternya. Namun dari 4 tema ini, hanya satu tema yang wajib disampaikan dalam satu semesternya. Hal ini bergantung kearifan local atau asset apa yang dimiliki sekolah. Aset atau modal ini dapat berupa modal manusia yang dimiliki sekolah, seperti jurusan pendidikan dari guru pengampu. Misalnya saja saya yang seorang sarjana pendidikan Fisika, selama ini hampir selalu mengambil materi rekayasa yang memang cenderung mengarah ke IPA. Untuk semester ini saya sengaja mengajukan polling via aplikasi Whattsapp di akhir semester satu kemarin untuk mengakomodir murid dalam menentukan materi/tema apa yang akan diambil dalam semester berikutnya. Pengambilan suara via polling ini dapat mewakili voice/suara yang merupakan (pandangan, perhatian, gagasan yang diekspresikan oleh murid melalui partisipasi aktiv mereka).

Berdasarkan hasil polling via WA tersebut, kami putuskan untuk menggunakan tema/materi kerajinan pada semester dua ini. Berdasarkan pengalaman saat pembuatan karya inovasi pada kegiatan Adiwiyata Kabupaten, waktu itu saya pernah membuat gantungan kunci dari kerajinan tulang daun. Kerajinan tulang daun / leaf skeleton merupakan salah satu contoh kerajinan yang memanfaatkan limbah cair rumah tangga dan dedaunan, dimana dedaunan ini merupakan jenis limbah bahan lunak.

Untuk menjadikan program ini terealisasi dengan baik, maka saya melakukan metode inkuiry apresiatif BAGJA sebagai awal penyusunan program. Dimulai dari menetapkan visi saya sebagai guru, mengapa saya sampai tertarik dengan konsep pembuatan leaf skeleton ini. Apa yang melatar belakangi saya dalam menyusun program ini, apa yang menjadi tujuan saya sehingga tercetus ide untuk melanjutkan materi ini menjadi program intrakurikuler, karakter profil pelajar Pancasila yang mana yang ingin saya kembangkan melalui pelaksanaan program ini, serta karakteristik lingkungan yang bagaimana yang ingin saya wujudkan dalam pengembangan program ini. Dari jawaban-jawaban pertanyaan tersebut, saya membuat satu kalimat prakarsa perubahan "menguatkan entrepreneurship dengan prinsip zero waste low budget dan pola pikir asset untuk menumbuhkan kepemimpinan pada murid". Dari kalimat prakarsa perubahan tersebut, saya petakan dalam dokumen BAGJA yang dimulai dari B-uat Pertanyaan, A-mbil pelajaran, G-ali mimpi, J-abarkan rencana, dan A-tur eksekusi seperti yang telah saya pelajari dalam modul 1.3 pendidikan guru penggerak. Nah, dalam penjabaran setiap langkah pada tahapan BAGJA inilah kita dapat menemukan ataupun melakukan pemetaan asset atau modal yang kita atau sekolah miliki terkait pencarian jawaban dari setiap pertanyaan yang dibuat dalam setiap tahapan BAGJA. Contoh pemetaan asset ini dapat kita pelajari dari modul 3.2 pendidikan guru penggerak.

Ada banyak pertanyaan yang murid ajukan ketika saya menyampaikan ide pembuatan leaf skeleton ini. Saya mengajak mereka untuk berselancar di dunia maya untuk mengetahui gambaran riil leaf skeleton ini. Setelah mereka menikmati gambar dan video terkait leaf skeleton, kemudian saya menceritakan ada cara lain pembuatan leaf skeleton yang lebih murah bahkan sangat murah dan lebih ramah lingkungan. Awalnya mereka merasa bergidik ketika mendengar bahwa pembuatan leaf skeleton yang akan kami lakukan menggunakan limbah cair domestic/rumah tangga. Namun saya meyakinkan bahwa prosesnya akan aman, nyaman dan menyenangkan selama kita mengikuti prosedurnya. Akhirnya mereka antusias untuk memulai pembelajaran pada semester dua ini. Saya menuntun murid tentang apa saja yang mereka butuhkan, mereka juga bertanya "limbah cair domestic seperti apa yang seharusnya saya ambil bu?", atau pertanyaan "jika saya pakai daun ini apakah bisa bu?" semua kami tampung dan kami uji coba. Saya berusaha memberikan peluang dan kesempatan (choice/pilihan) bagi mereka untuk mengeksplorasi apa yang ingin mereka ketahui dengan mengijinkan beberapa orang yang karena beberapa factor mereka membawa air selokan yang bening, ataupun mereka membawa jenis daun bukan saya rekomendasikan. Dalam perjalanannya, mereka akhirnya memahami, mengapa jenis air selokan yang seperti ini tidak berhasil, atau untuk daun jenis ini prosesnya lebih lama dari daun yang direkomendasikan, dan sebagainya. Puas rasanya melihat mereka mengetahui dan memahami suatu hal dari hasil tindakan mereka sendiri. Bukankah ini inti dari student agency itu, yaitu  ketika mereka, para murid telah dapat memiliki kontrol atas apa yang terjadi atau mereka merasa bahwa telah dapat mempengaruhi sebuah situasi maka dapatlah dikatakan murid tersebut telah memiliki "agency". 

Teringat akan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang kami pelajari pada modul 1.1 mengatakan bahwa guru adalah "pamong", penuntun bagi "among"nya (muridnya). Guru hanya bertugas memfasilitasi dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik (Modul 3.3 PGP). Dengan demikian saya juga berharap bahwa kesempatan yang saya berikan kepada murid ini dapat mewujudkan salah satu nilai saya sebagai guru penggerak seperti yang tertuang dalam modul 1.2 pendidikan guru penggerak, yaitu senantiasa menunjukkan keberpihakan pada murid dalam setiap tindakan dan pengambilan keputusannya dalam proses pembelajaran.

Di dalam perjalanannya, program ini mulai menemui kendala seperti adanya beberapa orang murid yang enggan terlibat langsung dalam produksi leaf skeleton ini. Sayapun berpikir bagaimana mengajak mereka untuk juga ikut terlibat aktiv namun dengan tidak mengabaikan kodratnya (misal mereka enggan terlibat langsung dikarenakan merasa jijik yang teramat sangat). Saya memutuskan untuk mendiskusikan dengan mereka tentang hal ini. Dengan pelan-pelan menuntun mereka menggunakan pendekatan couching untuk menggali potensi yang ada dalam diri masing-masing murid, kami mendapatkan kesepakatan untuk membagi kelas menjadi 5 kelompok, yang selanjutnya kami sebut dengan divisi. Mereka dengan penuh kesadaran diri dan arahan guru memahami kekuatan yang ada pada diri mereka yang akan menjadi aset dalam program ini. Kelima divisi tersebut antara lain divisi penanaman, mereka yang ada pada divisi ini adalah mereka yang bersedia dan merasa mampu untuk menyiapkan air selokan dalam timba-timba yang memadai beserta dedaunan yang akan dicelupkan dalam air selokan dalam timba tersebut. Divisi kedua adalah divisi pencatatan, mereka yang ada pada divisi ini bertugas mencatat ada berapa jumlah ember yang terisi air selokan, jenis dan jumlah daun yang terisi di dalamnya. Mereka juga mencatat kapan perkiraan waktu panen pada setiap timba. Selanjutnya ada divisi produksi, pada divisi ini mereka bertugas memanen tulang daun yang telah jadi, membersihkannya, memutihkan, serta mengeringkannya. Pada divisi selanjutnya, yaitu divisi pengemasan dilakukan proses mewarnai, mengemas, dan memberi label. Proses mewarnai mereka minta untuk dilakukan oleh divisi pengemasan dikarenakan prosesnya yang terpisah jeda waktu lumayan dari proses pengeringan, sehingga divisi produksi merasa keberatan jika pewarnaan juga dilakukan oleh mereka. Mereka yang berada pada divisi pengemasan adalah mereka yang telah mengikuti kokurikuler literasi digital asuhan Ibu Trimeiyatul Fajariyah, seorang CGP angkatan 6, rekan satu instansi saya. Terakhir adalah divisi pemasaran tidak seperti pemasaran pada umumnya, divisi pemasaran disini bertugas untuk mempublikasikan, mempromosikan dan mempresentasikan produk mereka ke seluruh warga sekolah khususnya kepala sekolah, guru prakarya tingkat lanjut, dan guru seni budaya. Dengan kegiatan promosi mereka kami berharap kedua mata pelajaran akan menjadikan produk kami sebagai bahan/media pembelajaran. Misalnya untuk media lukis, gambar, maupun kerajinan tingkat lanjut. Mereka yang ada dalam divisi ini adalah mereka yang telah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler jurnalistik asuhan Ibu happy Sri Nur Jayanti, salah satu rekan CGP angkatan 6 yang juga satu instansi dengan saya.

Melihat pembagian, pemilihan, penunjukan, serta pengajuan diri mereka dalam beberapa divisi tersebut mengingatkan saya pada pembelajaran diferensiasi pada modul 2.1 kemarin. Mereka, sesuai dengan minat dan bakatnya, dapat menempatkan diri mereka untuk dapat berperan aktiv pada terlaksananya program ini. Sebagai program intrakurikuler, maka rubric penilaian keterampilan lebih saya tekankan kepada kinerja mereka selama pelaksanaan program. Bagaimana keterampilan mereka dalam bekerja pada setiap divisi, kecekatan, tanggung jawab, interaksi, kolaborasi, dan lainnya. Interaksi antar individu dan divisi, serta kolaborasi yang terjalin dari awal pemilihan tema hingga terlaksananya program dapat mengajarkan mereka akan pentingnya pembelajaran sosial emosional yang baik. Dengan tuntunan dan arahan guru sebagai pemimpin dalam pembelajaran, diharapkan kompetensi sosial dan emosianal mereka dapat berkembang dengan baik.

Dalam kegiatan kolaborasi seperti ini, tidak menutup kemungkinan adanya gesekan-gesekan ataupun permasalahan yang membutuhkan kemampuan guru dalam mengambil keputusan secara bijak dan bertanggung jawab. Praktik baik yang ditugaskan pada modul 3.1 pendidikan guru penggerak, menjadi modal awal guru dalam menentukan keputusan yang akan diambil ketika terjadi suatu situasi dilema etika selama perencanaan dan pelaksanaan program.

Untuk memberikan dampak yang positif yang membekas kuat dalam diri murid, mulailah merencanaan program dengan melibatkan murid untuk mengetahui pandangan, perhatian, dan ide-ide mereka terhadap suatu masalah asset yang melatar belakangi adanya program tersebut. Program dapat diinisiasi oleh guru, namun akan lebih membekas dan berdampak positif justru jika program tersebut diinisiasi oleh murid melalui kegiatan diskusi dengan mereka yang tentunya atas petunjuk dan arahan guru. Disinilah peran guru sebagai pemimpin pembelajaran dibutuhkan, untuk memfasilitasi mereka, menggali potensi dalam diri mereka sehingga tercetuslah ide-ide baru dari murid. Dalam pelaksanaannya, seorang pemimpin pembelajaran hendaknya cukup mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat, konteks, dan kebutuhannya. Pengurangan control pada mereka selama pelaksanaan program, tidak serta merta membebaskan mereka sebebas-bebasnya, namun tetap harus sesuai dengan kodrat, konteks, dan kebutuhannya. Selanjutnya perlu adanya refleksi dari setiap rangkaian proses pembelajarannya. Refleksi ini dapat dilakukan secara berkala, dan refleksi ini sekaligus dapat menjadi bahan evaluasi pelaksanaan program. Sehingga, selain program tersebut terencana dengan baik, berjalan dengan sukses, menumbuhkan kepemimpinan pada murid, juga dapat mewujudkan mimpi yang ingin diraih seperti pada tahapan G-ali mimpi.

Dari serangkaian proses yang telah saya refleksikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu program dapat berdampak positif pada murid ketika dalam pengelolaannya control pelaksanaan program lebih banyak dipegang oleh murid. Dengan mengurangi control guru pada murid dalam melaksanakan program yang telah direncanakan, akan dapat mengembangkan potensi kepemimpinan mereka sesuai dengan kodrat, konteks, dan kebutuhannya, sehingga bertumbuhlah jiwa kepemimpinan dalam diri murid tersebut. Dimana jiwa kepemimpinan ini kelak akan sangat bermanfaat ketika murid telah menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas. Akan sangat bermanfaat kelak di kehidupan mereka selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun