Indonesia memiliki potensi besar dalam hal sumber daya manusia. Menurut studi dari grup konsultansi PwC, Indonesia berpotensi untuk menjadi ekonomi dengan PDB terbesar ke-4 di dunia di tahun 2050.Â
Namun, sayangnya, tingkat literasi atau minat baca Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Faktanya, menurut UNESCO, minat baca Indonesia termasuk yang terendah di dunia.
Budaya literasi Indonesia yang rendah tentunya dapat menghambat kemajuan pendidikan dan pembangunan nasional. Minat baca Indonesia yang rendah dapat membuat masyarakat kesulitan menyerap ilmu pengetahuan dan keterampilan baru. Ini berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Terlebih lagi, masyarakat yang tidak terbiasa membaca rentan terpapar berita bohong (hoax) dan informasi yang tidak akurat. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan sosial dari isu-isu berbau SARA, apalagi dengan maraknya berbagai hoax yang beredar di berbagai platform medsos.
Tingkat Literasi di Indonesia
Tingkat literasi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Di tahun 2022, Indonesia mencatat tingkat literasi setinggi 98.2%. Namun demikian, hasil studi Programme for International Student Assessment, dari OECD menyatakan 70% siswa Indonesia memiliki kemampuan literasi yang rendah.Â
Mengapa demikian? Perbedaannya dari data ini berasal dari definisi literasi itu sendiri. Studi literasi dari OECD ini mengetes bila siswa dapat membaca dan mengerti ide pokok dari sebuah teks, tidak hanya membaca secara fonetik.Â
Tantangan Minat Baca Indonesia yang Rendah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca Indonesia, yaitu:
1. Kurangnya Akses terhadap Bahan Bacaan
- Persebaran Perpustakaan yang Tidak Merata: Tidak semua daerah di Indonesia memiliki perpustakaan yang layak dan mudah dijangkau. Hal ini membuat masyarakat di daerah terpencil kesulitan mendapatkan akses terhadap bahan bacaan.
- Harga Buku yang Mahal: Harga buku di Indonesia masih tergolong mahal, terutama bagi masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Hal ini membuat mereka sulit untuk membeli buku yang ingin dibaca.
- Koleksi Buku yang Terbatas: Perpustakaan dan toko buku di Indonesia, terutama di daerah terpencil, seringkali memiliki koleksi buku yang terbatas. Hal ini membuat masyarakat tidak memiliki banyak pilihan bahan bacaan.
2. Belum Adanya Kebiasaan Membaca Sejak Dini
- Kurangnya Peran Orang Tua: Orang tua di Indonesia masih kurang memberikan contoh dan dorongan kepada anak-anak untuk membaca. Hal ini membuat anak-anak tidak terbiasa membaca dan tidak memiliki minat baca.
- Metode Pembelajaran yang Kurang Menarik: Metode pembelajaran di sekolah masih banyak yang berfokus pada hafalan dan tidak mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Hal ini membuat siswa tidak merasa tertarik untuk membaca.
- Kurangnya Kegiatan Literasi: Kegiatan literasi seperti lomba baca puisi, cerpen, atau resensi buku masih belum banyak diadakan di sekolah dan masyarakat. Hal ini membuat anak-anak dan masyarakat tidak termotivasi untuk membaca.
3. Minimnya Variasi Bahan Bacaan
- Jenis Bahan Bacaan yang Terbatas: Bahan bacaan yang tersedia di pasaran umumnya didominasi oleh buku pelajaran dan buku teks. Hal ini membuat masyarakat, terutama anak muda, merasa bosan dan tidak tertarik untuk membaca.
- Kurangnya Kreativitas dalam Penyajian Bahan Bacaan: Bahan bacaan yang tersedia umumnya disajikan dengan cara yang monoton dan tidak menarik. Hal ini membuat masyarakat, terutama anak muda, lebih memilih untuk menonton video atau bermain game daripada membaca.
4. Dominasi Media Sosial:
- Kecanduan Media Sosial: Masyarakat, terutama generasi muda, saat ini lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial daripada membaca buku. Hal ini membuat mereka tidak memiliki waktu untuk membaca dan minat baca mereka pun menurun.
- Konten Media Sosial yang Kurang Edukatif: Konten yang beredar di media sosial umumnya bersifat hiburan dan tidak edukatif. Hal ini membuat masyarakat, terutama generasi muda, tidak mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang bermanfaat dari media sosial.
Solusi & Strategi untuk Meningkatkan Minat Baca Indonesia
Meskipun tantangannya besar, namun bukan tidak mungkin untuk meningkatkan minat baca Indonesia. Berikut beberapa solusi yang bisa diterapkan:
- Memperbanyak dan meningkatkan kualitas perpustakaan: Pemerintah dan pihak swasta dapat bekerja sama untuk membangun dan mengembangkan perpustakaan di seluruh daerah. Perpustakaan yang nyaman dan memiliki koleksi buku yang menarik akan meningkatkan minat baca masyarakat.
- Mengenalkan budaya baca sejak dini: Orang tua dan pendidik perlu berperan aktif dalam menumbuhkan minat baca anak sejak usia dini. Membacakan cerita, menyediakan buku bacaan yang sesuai usia, dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membaca bisa menjadi langkah awal yang baik.
- Menyediakan variasi bahan bacaan: Selain buku cetak, perpustakaan dan sekolah juga bisa menyediakan bahan bacaan digital (e-book) dan audiobook. Selain itu, jenis bacaan yang tersedia harus disesuaikan dengan minat baca masyarakat, seperti komik edukatif, novel inspiratif, atau majalah sains.
- Menyelenggarakan kegiatan literasi yang kreatif: Kegiatan seperti lomba menulis, diskusi buku, atau temu penulis bisa menjadi cara yang menarik untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
Sampoerna Foundation: Mendorong Generasi Literat Indonesia
Sampoerna Foundation percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk masa depan yang lebih baik. Melalui program-program yang berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan, Sampoerna Foundation turut berupaya untuk meningkatkan minat baca Indonesia.
Dengan mendukung budaya literasi, kita bisa menciptakan generasi yang cerdas, kreatif, dan inovatif.https://www.sampoernafoundation.org/id/budaya-membaca-di-indonesia-tantangan-dan-penyebabnya/#:~:text=Budaya%20literasi%20Indonesia%20yang%20rendah%20tentunya%20dapat%20menghambat,baru.%20Ini%20berdampak%20pada%20kualitas%20pendidikan%20secara%20keseluruhan.
Kemalasan menulis disebabkan oleh kurangnya minat baca. Adapun penyebab lainnya adalah penggunaan teknologi digital yang lebih canggih sehingga menulis tidak lagi menjadi media untuk mencatat. Karena, dengan mencatat manual itu lebih gampang pegal beda dengan mengetik prosesnya juga cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H