Terlebih jika opini tersebut dikemukakan oleh seseorang yang mempunyai kredibilitas, maka dapat dipastikan publik lebih mudah meng 'iya' kan informasi tersebut tanpa mengklarifikasikannya secara objektif. Post-truth muncul karna kemudahan setiap orang menerbitkan opininya dan penafsirannya sendiri terhadap fakta, serta yang paling parah setiap orang mengklaim bahwa tafsirnya yang paling benar.
Pentingnya Literasi Media sebagai Solusi :
Ruang semu yang kebebasannya tidak lagi sepenuhnya dapat terpantau dan tak terkendali menjadi ancaman bagi semua golongan. Informasi yang hadir di media sosial dan dikonsumsi publik menjadi kegelisahan bagi pengguna media sosial sehingga sulit mencari kebenaran terhadap suatu berita.Â
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah dengan literasi media, yaitu pembelajaran dalam diri pengguna internet agar kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mendekontruksi pencitraan media. Diharapkan dengan cara ini agar ketika seseorang bersentuhan dengan internet ia melek terhadap informasi yang diakses, sehingga tidak menjadi individu labil yang mudah dipengaruhi oleh isu murahan.
Dalam istilah popular, post-truth diartikan sebagai hal yang berhubungan dengan atau mewakili situasi-situasi di mana keyakinan dan perasaan pribadi lebih berpengaruh dalam pembentukan opini publik dibanding fakta-fakta yang obyektif. Hal yang menjadi permasalahan saat ini adalah kurang bijaknya masyarakat yang menganggap bahkan menginginkan hal yang belum tentu benar itu suatu kebenaran. Kehadiran post-truth tidak dapat lepas dari peran media sosial yang ada yang menjadi kekhawatiran bagi pengguna internet sehingga sulit mencari kebenaran suatu berita yang sesuai fakta.
Hadirnya post-truth merupakan sebuah konsekuensi dari kehadiran media sosial yang memberi keleluasaan bagi semua kalangan masyarakat untuk menyampaikan informasi secara mudah, sehingga berita yang benar sesuai fakta maupun yang berlawanan sulit dibedakan. Secara tak langsung, fenomena ini sangat sulit bahkan mustahil untuk dapat dihilangkan. Namun hanya bisa meminimalisirnya dengan cara meningkatkan kepekaan terhadap pemahaman literasi media sebagai bentuk filterisasi diri terhadap informasi dengan cara memahami, menganalisis dan mendekonstruksi pencitraan media sehingga dapat memilah informasi dan tidak mudah dipengaruhi berita palsu
*artikel ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Kapita Selekta, Program Studi Desain Komunikasi Visual, Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Anggota :
Ricardo Ponco Putro (1512351024)
Nanda Wahyu Irawan (1510133124)
Muh. Asmaullah Al Husni (1510136124)