Tentu saja istrinya, kecelik, yang terjadi benar-benar di luar espektasi, bahkan tak terbayangkan sebelumnya. Tetapi apapun itu, ia manut perintah sang khalifah dan memutuskan mengembalikan uang hasil berhemat itu ke Baitul Mal. Begitulah Umar, sosok pemimpin besar yang disegani Romawi dan Persia, tetapi kehidupan pribadi dan keluarganya teramat sederhana, layaknya rakyat biasa. Ia bukan tidak punya masalah rumah tangga, tetapi sebagai pemimpin ia telah selesai dengan urusan dan kepentingannya, sehingga tidak mengganggu kerja-kerjanya untuk negara. Begitulah idealnya seorang pahlawan.
Dari kisah heroik Umar, mari kita bergeser ke kisah romantis Bung Hatta. Tokoh proklamator kemerdekaan bersama Sukarno, Wakil Presiden pertama Indonesia, Â salah satu perumus konstitusi negara, sosok pahlawan besar bagi republik. Tetapi tahukah Anda, bahwa demi mewujudkan cita-citanya memerdekakan Indonesia, Hatta rela menunda keinginannya berumah tangga. Ia bahkan pernah berikakr, tak akan menikah sebelum menyaksikan bangsanya merdeka. Alhasil, ia baru menikah saat usianya telah lebih dari matang, 40 tahun, yakni pada November 1945, ketika Indonesia telah merdeka.
Atas nama kepentingan bangsa, Hatta rela menahan diri untuk menikah. Apakah ia tak pernah jatuh cinta? Wah, lelaki normal mana yang tidak mendambakan wanita. Ia pun diketahui telah lama jatuh cinta pada pandangan pertama dengan sosok Rahmi Rachim, mojang Bandung yang pernah dilihatnya saat sebuah kunjungan ke kota itu. Tetapi ia tetap memendam perasaan itu, tak ada upaya pede kate, komunikasi pun tidak. Padahal Hatta telah berjuang untuk Republik sejak masih muda.
Kondisi ini pun membuat Bung Karno yang notabene juga sahabat dekatnya gusar. Setelah Indonesia merdeka, Sukarno pun mendorong Hatta untuk segera menikah. "Republik ini sudah merdeka Bung, kapan kau akan menikah? Usiamu semakin menua. Sebut saja gadis mana yang kau inginkan, aku akan melamarkannya untukmu." Begitu kurang lebih desakan Bung Karno.
Singkat cerita, Bung Karno menunaikan janjinya, ia memfasilitasi dan membantu melamarkan Hatta untuk Rahmi Rachim. Konon, Bung Karno bahkan menjadikan dirinya sebagai jaminan atas pernikahan sahabatnya itu.
Ya begitulah kualitas seorang pemimpin, kualitas kepahlawanan pada sosok Hatta. Saat berjuang untuk Republik, ia telah merampungkan urusan dirinya, mengesampingkan kepentingan dirinya yang vital sekalipun. Dan karena komitmen tersebut, perjuangan Hatta unuk kemerdekaan Indonesia pun tidaklah kaleng-kaleng, tetapi penuh totalitas. Jalan kepahlawanan tidak mengenal kata mulus dan nyaman, tetapi sering kali justru penuh penderitaan. Dan begitulah Hatta membuktikan kontribusinya untuk republik ini. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H