Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mas, Emak Sudah Siuman

14 Juni 2019   21:40 Diperbarui: 14 Juni 2019   21:42 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini situasi yang simalakama. Satu sisi, saat dua kakak dan dua adikku kesulitan menasehati Emak tentang suatu hal yang kurang baik, akulah yang diajukan. Karena omonganku dianggap efektif. Tetapi di sisi lain, hubunganku dengan Emak menjadi terasa kurang hangat. Entahlah, apakah ini hanya perasaanku saja atau seperti apa. Sebab, tak jarang juga Emak menanyakan kabarku melalui adikku, yang memang tinggal serumah dengan Emak.

"Mas, ditanyain Emak, kapan pulangnya," begitu pesan yang sering disampaikan adik lewat ponsel.

***

Aku menutup telepon sambil menitikkan air mata. Membayangkan Emak, satu-satunya orang tua kami tersisa, kini terbaring lemah tanpa kesadaran. Sore itu, aku terpaksa tak berangkat ke kantor, izin pulang ke Tegal. "Yang sabar ya Yah. Jangan lupa, beri sugesti ke Emak agar bertahan dari koma dan lekas siuman. Bisikan pesan-pesan yang membuatnya optimis dan bangkit," pesan istri melepasku pulang.

Selepas Maghrib, aku sampai di rumah sakit. Setelah ngobrol sebentar dengan adikku, akupun langsung memeluk Emak. Secara fisik, Emak mungkin tak terjaga. Tetapi kami memiliki hati dan pikiran untuk berkomunikasi. Setidaknya, itulah keyakinanku, seperti juga dipesankan istriku.

"Emak, ini Akhmad. Aku sudah di sini. Emak dapat salam dari Diela (istriku). Tadi Sayeva juga titip salam kangen loh untuk Emak. Katanya Sayeva pengen main ke Mbah, tapi Mbah harus sehat dulu. Sehat ya Mak,"

Pesan itu beberapa kali kuulang. Emak belum juga merespon. Dia seperti tertidur lelap dengan sedikit dengkuran. Tapi aku tak berhenti membisikan semangat ke Emak, sesekali bergantian dengan adikku.

"Oiya Mak, sebentar lagi kan Hari Raya Qurban, Emak nanti ikut kurban ya. Nanti aku belikan kambing buat Emak," itu pesan terakhirku sebelum ikut terlelap di samping Emak.

Aku terbangun oleh tepukan tangan adikku di bahu. Adzan subuh berkumandang. Aku meninggalkan Emak yang masih tak sadarkan diri. Selepas shalat, aku berdoa cukup lama, sampai suara adikku yang ngos-ngosan menghampiriku. "Mas, Emak sudah siuman, Emak sudah bangun. Emak nyari Mas Akhmad, ayo," kata adikku terbata-bata.

Spontan aku bersujud. "Terima kasih ya Allah, Kau masih memberiku kesempatan berbakti. Bantulah aku, pantaskanlah aku menjadi anak yang berbakti dengan segala kekuranganku". []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun