SENJA hari ini menjadi senja terakhir Ramadhan 1440 H. Ketika maghrib menjelang, hati-hati terasa lapang, semua bergembira. Kebahagiaan adalah milik mereka yang telah berpayah-payahan menuntaskan ibadah puasa selama sebulan. Engkau layak bergembira saudaraku, semisal kembali dari sebuah peperangan besar --mendidik nafsu- menuju kemenangan. Minal 'aidin wal faizin.
Tetapi Ramadhan mengajarkan kita ihwal kualitas hidup yang bekeberkahan. Tidak lain, saat kebaikan dan kebahagiaan itu tidak hanya beredar di sebatas diri, tetapi juga meluber dan melebar utuk yang lainnya. Itulah lebaran.
Saat kita bergembira telah menyempurnakan puasa, saat kita senang telah memenuhi hasrat berlebaran, mencukupkan kebutuhan sandang dan pangan, mari berpikir keluar dari rumah kita. Sejenaklah mengengok deretan rumah-rumah di sekitar, menyimak kabar saudara-saudara jauh kita. Mungkin saja, sangat mungkin bahkan, masih tersisa cerita-cerita derita, kisah nestapa yang merundung mereka. Mereka yang kesulitan berjuang meriangkan diri di hari raya.
Kalau sejak sore tadi anak-anak kita telah berlarian dengan baju barunya, mungkin ada di sudut tetangga yang anak-anaknya memilih mengumpat di kamarnya. Mereka minder untuk sekadar berlebaran, karena mungkin baju baru yang gagal disandangnya. Tengoklah saudara-saudara jauh kita, yang belum lama tertimpa bencana, yang masih dihimpit kejamnya peperangan.
Agh, kenangan masa silam kembali hadir. Saat aku yang masih kanak-kanak berkumpul di sore hari menjelang lebaran. Satu persatu berkisah tentang berapa paket baju lebaran yang baru dibelikan ayahnya. Yang lain dengan senangnya menggambarkan gambar superhero pada kaos barunya yang sedang ngtren. Ketika cerita berantai itu belum juga berakhir, aku memilih mundur teratur lantas berlari ke rumah, masuk ke kamar sambil terisak.Â
"Sabar, Lek. Bapakmu belum bisa pulang, masih banyak pekerjaan di Jakarta. Nanti kita beli baju lebarannya pas Bapakmu pulang ya," begitu pesan Emak menenangkanku.
Maka untuk mereka yang masih memeluk nestapa di Hari Raya, mereka yang menggenggam pilu mengenang orang tersayang yang telah tiada, mereka yang memilih bertahan di tanah rantau karena tak punya cukup bekal untuk pulang, untuk anak-anak yatim yang sempat mengenakan baju lebaran, anak-anak jalanan yang tak punya keberanian pulang ke rumah, orang-orang yang masih menahan pilu akibat bencana dan peperangan, izinkan aku memelukmu dalam doa-doa. Aku ingin melangitkan harap pada Sang Pemberi Bahagia;
"Ya Rab, wahai Dzat yang menguasai hati, yang sanggup membolak-balikkan hati, terima kasih dan syukur kami untuk setiap jengkal kebahagiaan yang kau taburkan di hari raya ini. Tetapi Ya Tuhan Yang Maha Kasih sepenuh Sayang, jadikanlah kegembiraan ini merembas untuk saudara-saudara kami yang lainnya. Riangkanlah mereka dengan kasihMU ya Rab, cukupkanlah mereka yang rizkiMu, tenangkanlah batin mereka dengan berkahMu.....". []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H