Di era digitalisasi sekarang ini, tak ada yang sulit untuk merintis usaha. Bahkan dengan modal status di aplikasi WhatsApp, orang bisa panen untung jutaan rupiah. Terlebih dengan pemanfaatan fintech, segalanya terasa lapang dan mudah.
Tak terkecuali di Bulan Ramadhan ini, banyak orang mengais berkahnya dengan membuka usaha dadakan. Banyak ibu-ibu muda yang hanya memanfaatkan akun media sosialnya bisa berjualan dengan semangatnya. Unik, karena inilah era ketika penjual dan pembeli tak lagi harus saling berinteraksi fisik layaknya di pasar tradisional. Modalnya hanya trust, pembayaran bisa manfaatkan layanan m-banking atau internet banking, semua berlangsung tanpa harus tatap muka.
Tak perlu jauh-jauh, saya justru sedikit banyak belajar bagaimana berbisnis online dari orang terdekat, istri. Sejak awal memutuskan tak bekerja kantoran, apalagi PNS, istri saya merintis banyak usaha yang memanfaatkan segala peluang sekecil apapun. Benarlah kata Rasulullah Saw, bahwa 9 dari 10 pintu rejeki memang ada di jual beli alias berdagang. Hadits popular ini ini seolah menegaskan siapapun bisa mencari dan mendapat rizki dari berdagang. Tak peduli punya modal besar atau tidak punya sama sekali, seorang pedagang hanya butuh menggeser sebuah produk dari produsen ke konsumen, jadilah uang.
Salah satu bisnis online yang menjadi trademark istri saya sebetulnya batik rollcake atau bolu gulung batik khas Pekalongan. Tetapi karena tidak setiap waktu orang butuh bolu gulung batik (saya menyebutnya cake kesenangan), maka berbagai usaha juga sering dieksplorasi. Tak terkecuali di setiap Ramadhan tiba, istri memilih berjualan kurma, lebih jelasnya Kurma Sukari, yang terkenal berserat lembut, empuk, dan nian manisnya.
Kenapa kurma, ya karena identik dengan puasa. Sebagian besar orang yang berpuasa familiar menjadikan kurma sebagai sajian takjil. Bagi penggemarnya, kurma sukari ini bahkan jadi cemilan di malam hari sampai sahur.
Dari mana barang diperoleh? Nah, inilah kelebihan insting mereka yang biasa berdagang, ada saja jalan dan jejaring. Pun tidak harus dengan modal besar. Istri saya bahkan hanya nitip uang tidak seberapa dan kurma sukari 30 an kilogram pun dikirim ke rumah. Tetapi bagaimana supplier bisa mengiyakan, lagi-lagi soal trust, nilai termahal berdagang, terutama di era nonkonvensional ini.
Kalaupun keluar modal lagi, istri hanya membeli box plastik kemasan, supaya kemasan tetap terjaga. Biasanya ada dua ukuran yang dibeli, yakni setengah kilogram dan satu kilogram.
Pun tak butuh lapak layaknya pedagang kaki lima di pinggiran jalan. Cukup bermodalnya akun media sosial, dari WhatsApp, Facebook, Instagram, promosi produknya tersebar luas ke setiap teman warganet. Â Karena tak terbatas ruang, maka pemasannya pun tak hanya dari warga sekota, melainkan lintas daerah dan provinsi.
Alhamdulillah, dengan modal smartphone dan tentu saja dilandasi trust, kurma sukari pun menetaskan berkahnya, member jalan rizki untuk istri. Di pertengahan Ramadhan, stok kurma tinggal sekitar 4 kilogram. Sebuah perputaran yang cepat di era serba cepat. So, Ramadhan masih separuh jalan, kebutuhan konsumsi bisa meningkat menjelang akhir, ini peluang untuk kita meraih berkahnya. Â []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H