Bagi setiap pekerja, baik swasta maupun belakangan PNS, Tunjangan Hari Raya (THR) itu serupa bonus. Selain diberikan di luar gaji dan tunjangan rutin, pencairannya pun sesuai namanya, yakni menjelang Hari Raya Iedul Fitri. Mungkin relevan, karena siapapun tahu menjelang lebaran mendadak kebutuhan konsumsi meninggi. Setiap orang mendadak konsumtif hanya untuk merasakan layak berhari raya.
Ya, tradisi berlebaran masyarakat Muslim Indonesia memang identik dengan konsumsi tinggi. Sampai-sampai negara turun tangan untuk memastikan stok aman berikut harga yang diupayakan stabil. Pun hasrat mengkonsumsi yang menggebu itu masih bisa diperdebatkan, apakah sebenar-benarnya mencukupii kebutuhan atau malah sekadar memenuhi keinginan.
Ihwal THR dan bagaimana penggunaannya tentu tak bisa dilepaskan dari tradisi yang demikian. THR karenanya ditunggu-tunggu dan disambut dengan suka cita. Lumayan, bisa tambah-tambah kebutuhan (mungkin juga keinginan) berlebaran.
"Saat lebaran, uang berapapun pasti habis. Jangankan sedikit, banyakpun habis," demikian kata beberapa teman.
Faktanya mungkin demikian, meski tidak seluruhnya. Tak heran, sebagian orang sudah menghitung penggunaan meski THR belum juga diterima. Loh itu kan perencanaan, bagus kan? Tentu saja bagus kalau manajemen penggunannya benar-benar mendasari kebutuhan, bukan keinginan.
Bahkan ada yang ekstrim, THR telah habis sebelum cair. loh, kok bisa? Bisa saja dan tak sedikit. Karena THR sudah pasti bakal diterima, sebagian orang tidak hanya sudah mem- pontoh-pontoh penggunaannya. Lebih dari itu, ada yang nekat membelanjakan dulu uang yang belum diterimanya. Tentu saja dengan berhutang kepada penjual atau pinjam teman sekantor.
"Sayang nih, ada baju bagus, kalau tak dibeli sekarang nanti keburu habis. Bayarin dulu ya, nanti pas THR cair langsung tak ganti,"Â
Unik bukan? Ya begitulah adanya. Semoga saja Ramadhan yang disyariatkan Tuhan untuk mendidik keinginan umat beriman bisa membekas di hati. Bukankah oleh ibadah puasa kita dilatih untuk menahan diri, mengontrol, dan mengendalikan keinginan. Justru karena Tuhan tahu, bahwa manusia memiliki tabiat untuk dikunkung keinginannya.
Loh, uang-uang sendiri, hasil jerih payah sendiri, apa salah memenuhi keinginan? Tentu saja tidak, tetapi bukankah keinginan itu liar. Tak pernah ada habisnya, unstoppable. Nanti, mendekati lebaran, ada kisah pilu ketika pelaku kriminal pencurian, penjambretan, dan sejenisnya mengaku terpaksa melakukan demi berlebaran. Terlepas, apakah alasan itu jujur atau klise, yang jelas merayakan lebaran seolah menjadi kebutuhan setiap orang. Bahkan bagi mereka yang mungkin tak berpuasa sekalipun. Wallahu a'lam.***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H