Insiden lakaklantas itu berlangsung dengan cepat. Motor Yamaha Scorpio yang melaju kencang dari arah belakang tak mampu mengontrol arah saat sebuah motor lain di depanku dengan muatan dua keranjang besar di jok belakang mendadak mlipir ke lajur kanan, tanpa menyalakan lampu sen dan parahnya tak menengok pula kaca spion. Terjadilah benturan, motor berkecapatan tinggi tadi terpelanting jauh ke depan berikut pengendaranya.
Aku yang menyaksikan kejadian itu nyaris berteriak sesaat sebelum tabrakan berlangsung. Segera kutepikan motor, aku mendekati korban yang terkapar di tengah jalan pantura. Darah mengalir dari kepala yang tak lagi terlindungi helm.
Aku melambaikan tangan memberi aba-aba ke kendaraan lain agar mengambil lajur kiri. Seorang pengendara motor lain yang tepat di belakangku kuminta tolong membantu. Karena kejadian yang berlangsung cepat, aku sendiri sampai bingung bagaimana menolong korban, karena sibuk mengatur kendaraan.
Aku khawatir kondisi korban, karena darahnya terus mengalir. Di tengah gamang itulah, seorang pengendara memarkir motornya di tengah jalan. Dia masih muda, berseragam tentara pula. Setelah bertanya singkat, lelaki muda ini justru mengambil gambar korban dengan ponselnya. Tidak lama dia melajukan motornya kembali. Aku sempat kesal.
"Duh, bukannya bantuin, malah pergi lagi," umpatku.
Anehnya, banyak pengendara lain yang acuh saja, melintas sambil menengok ke arah korban. Selang 5 menitan berikutnya, prajurit TNI itu kembali datang. Tapi tanpa bala bantuan. Saat kutanya, dia bilang sedang dalam perjalanan. "Saya sudah minta anggota lain membawa mobil ke sini, mas,"
Aku sedikit lega. Dia mulai mengajakku bicara dengan hangat dan santun, bertanya soal kronologi kejadian. Di sela obrolan, matanya tak berhenti menengok ke belakang. Benar, beberapa saat sebuah kendaraan bak terbuka berkop satuan TNI mendekat. Tidak lama, dua personel Satlantas juga datang. Sayangnya tak ada obrolan, aku yang berinisiatif menceritakan kejadian, akhirnya memilih mengurungkan.
Korban diangkat ke mobil untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. Aku tersadar, harus memoderatori acara di salah satu instansi pemerintahan daerah. Bergegaslah aku menuju motorku, toh segalanya sudah tertangani. Tetapi di tentara muda itu menghampiriku, mengajakk bersalaman dengan hangat. "Terima kasih ya Mas,"
Agh, ramah nian sang prajurit ini. Bahkan kita tak saling tahu nama. Korban kecelakaan pun bukan saudaranya, tapin dia menyempatkan diri berterima kasih. Padahal, inisiatifnyalah yang lebih banyak membantu si korban.
Ya Tuhan, di pagi Ramadhan, saat mataku masih terkantuk. Aku belajar tentang hukum jalanan. Di tengah sebagian  pengendara yang acuh dengan kejadian, ada sosok muda yang peduli, tangkas memberikan pertolongan cepat yang dibutuhkan. Menjadi istimewa karena dia berseragam tentara, ya Tentara Nasional Indonesia.
"Ya Rab, aku membayangkan kelak dia menjadi jenderal, Panglima TNI. Kebaikannya tentu akan mewarnai korps tentara Indonesia. Semoga"