Di tengah kondisi itu, wajar jika hoax mendapat tempat. Fenomenanya semakin menggila karena ditumpangi politik. Ya, hoax baru menyita perhatian kita sejak pilpres 2014, apalagi kalau bukan karena embel-embel politik. Netizen terbelah dua, masing-masing punya buzzer, cyber army, atau apapun namanya, yang sama-sama turut berperan menyebarkan desas desus, mitos, dan tentu saja hoax.
Yang perlu dicatat dari ulasan ini, bahwa hoax pada substansinya bukan perkara baru yang jika dilacak lebih mendalam, semuanya berakar pada masih miskinnya tradisi literasi masyarakat maya kita. Jauh sebelum itu, cerita-cerita hoax sebetulnya telah berlangsung, termasuk mungkin dengan negara sebagai aktornya.
Soal kisah klasik hoax itu, dalam sirah nabawiyah kita bisa membuka kembali kisah peperangan Uhud. Pasukan Muslim yang sedianya telah memenangkan peperangan melawan kaum Quraisy Mekah harus centang perenang ketika mendadak disergap pasukan musuh pimpinan Khalid bin Walid. Penyebabnya, usai memukul mundur musuh, sebagian pasukan Muslim ribut soal ghanimah, harta rampasan perang.
Selain itu, muncul rumor jika Rasulullah Saw wafat di medan perang. Karena peristiwa itu, sebagian pasukan Muslim bahkan kocar kacir karena mendapati serangan balik dadakan dari pasukan Khalid bin Walid di perbukitan Uhud. Nabi sendiri diketahui terluka, pelipisnya berdarah, gigi gerahamnya patah karena panah yang menembus pipinya. Betapa bahayanya rumor, desas desus, dan hoax, hingga nyaris meremukredamkan tentara Muslim yang sebetulnya menggenggam kemenangan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H