Mohon tunggu...
Sayekti Milan
Sayekti Milan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi yang jatuh cinta dengan dunia tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

3 Jenis Orang yang Sebaiknya Jangan Jadi Penjual

2 Agustus 2024   14:00 Diperbarui: 2 Agustus 2024   14:15 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unsplash: Willy Sebastian

Jual-beli adalah aspek yang nggak bisa lepas dari kehidupan sosial manusia, dari zaman kuno yang masih memakai sistem barter hingga zaman modern yang pakai sistem pembayaran digital seperti QRIS.

Jual-beli ini bukan sekadar transaksi ekonomi semata. Lebih dari itu, ada dimensi sosial yang mendalam ---mulai dari obrolan santai, gosip, hingga drama pertengkaran karena hutang. Jadi bukan hanya perpindahan barang dan uang, ada interaksi sosial di dalamnya.  

Karena itulah, kegiatan jual-beli terkadang jadi pengalaman yang nggak menyenangkan, baik dari sisi penjual atau dari sisi pembelinya. Di SD, kita sudah dicekoki soal etika penjual dan pembeli. Kalau penjual, sudah jelas dilarang curang, suka berbohong, atau korupsi. Itu sih ajaran zaman SD. Nah buat para penjual atau pedagang, ada beberapa tabiat buruk selain curang dan pembohong yang sebaiknya dihindari agar nggak timbul drama yang nggak menyenangkan.  

  • ORANG YANG JUTEK

Salah satu aspek penting dalam menjual sesuatu adalah komunikasi. Komunikasi ini ada dua jenis, verbal yang meliputi gaya dan isi bicara dan non verbal yang meliputi gerak-gerik tubuh dan ekspresi.

Komunikasi yang baik penting banget dalam kelancaran berdagang. Penjual yang bisa menawarkan daganganya dengan teknik komunikasi yang baik dan sesuai akan memikat hati pembeli, dan mungkin bisa jadi langganan.

Beda halnya kalau teknik komunikasinya salah, ekspresi jutek contohnya.

Saya sendiri pernah punya pengalaman dilayani oleh penjual jutek ketika membeli nasi pecel. Penjualnya menyiapkan makanan saya tanpa senyum, menghidangkan makanan juga tanpa senyum, memberi kembalian juga tanpa senyum. Pengalaman itu membuat saya merasa seperti di Karens Dinner. Selesai membayar, saya bersumpah untuk nggak membeli nasi pecel disana lagi.

Itulah kerugian jika seorang penjual punya tabiat jutek, cuek, jarang tersenyum. Pembelinya bisa kapok membeli disitu, belum lagi kalau pembeli menyebarkan pengalamanya ke orang lain. Bisnis akhirnya mendapat reputasi buruk dan menghilangkan banyak kesempatan transaksi. Ingat, senyum adalah mata uang universal.

  • ORANG YANG MALU-MALU

Masih ada kaitanya sama poin 1 nih. Komunikasi adalah aspek yang penting dalam jual-beli. Komunikasi berkontribusi sama laris tidaknya dagangan.

Selain orang jutek, orang yang malu-malu juga sebaiknya jangan jadi penjual deh. Atau bagi kamu yang terlalu pemalu bisa latihan buat mutus urat malunya dulu pas lagi berjualan.

Soalnya rasa malu itu akan menghalangi penjual untuk bisa berinteraksi dengan pembeli atau dengan peloper. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam jual-beli juga ada kegiatan berinteraksi.

Interaksi yang kelihatan seperti ngobrol santai, bertukar bahan gosip, atau bertukar candaan bisa jadi alasan pembeli ketagihan membeli dagangan. Kita akui bersama kalau kita lebih senang dilayani oleh penjual yang ramah dan suka bercanda dibanding orang yang malu-malu dan bicara seadanya. Kecuali kalau pembelinya introvert sih.

Selain bikin pembeli jadi langganan, pandai berinteraksi ini juga memperbesar kemungkinan bisnis meluas. Misalnya ada pedagang roti yang datang untuk memberi tawaran daganganya lalu kita pandai bernegosiasi dengan bahasa yang menyenangkan, bisa jadi kita mendapat harga yang lebih murah.

Bukan rahasia lagi kalau relasi di dunia kerja memegang peranan penting. Zaman sekarang seleksi pekerjaan dengan berbagai tahap tetap kalah dengan orang yang punya relasi sama orang dalam kan. Intinya rugi kalau jadi penjual masih malu-malu.

Kalau kata Mbak Najwa Shihab "urat malunya jangan kenceng-kenceng"

  • ORANG YANG NGGAK BERANI NAGIH UTANG

Di toko kecil maupun toko besar, jarang yang bisa bebas dari pembeli yang berutang. Entah yang utang langsung dibayar, atau utang nambah utang lagi, atau utang lalu menghilang dan muncul setelah sekian purnama dengan pura-pura lupa kalau punya utang.

Ada-ada saja memang cobaan jadi penjual. Utang ini dampaknya nggak main-main. Tak sedikit bisnis yang terpaksa gulung tikar karena kasus utang. Pasalnya, laba dari penjualan yang nggak seberapa, ditambah kerugian utang yang besar, bisa membuat keuangan macet. Fenomena ini biasanya saya jumpai di penjual toko sembako kecil. Karena banyak yang mengutang dan nggak dibayar, maka penjual kehilangan modal. Etalase toko kering dan akhirnya bangkrut.

Pembeli yang utang ini nggak jarang ada yang malah nyolot kalau ditagih. Apalagi kalau pembelinya tetangga sendiri, setelah nagih utang bisa perang dingin pas lagi ketemu di acara arisan. Ada juga pembeli yang pura-pura lupa kalau punya utang. Sehabis mengutang, dia kemudian pergi dan kembali setelah sekian lama untuk mengutang lagi. Saat ditagih, dia garuk-garuk kepala, pura-pura lupa atau nggak membawa uang cukup. Bahkan, nggak jarang yang utang lebih galak dari yang ditagih. Sudah nonton kan berita tentang pembunuhan petugas koperasi? Dia dibunuh dan dicor di sebuah rumah di Sumatera Barat lantaran menagih utang ke seorang nasabah.

Maka, menjadi penjual wajib punya seperangkat keberanian menagih utang. Bahasa kasarnya, jangan jadi penjual kalau nggak mau bersitegang dengan para pengutang. Pengutang bakal kegirangan kalau utangnya nggak ditagih. Bisa bangkrut bisnisnya kalau penjual nggak punya nyali menagih utang. Kalau perlu, setiap ada pembeli yang mengutang direkam dengan kamera biar kalau si pengutang lupa, bisa diputarkan videonya. Haha.

Kalau kamu merasa punya tabiat jutek dan malu-malu, mendingan latihan untuk tersenyum dan mengobrol ramah. Jangan jadi karakter jahat di bisnismu sendiri. Selain bikin pembeli nelangsa, bisnis juga bisa kandas kayak Drama Korea yang nggak happy ending.

Kalau kamu tipe people pleaser yang nggak enakan buat nagih utang, duh siap-siap etalase toko mu kering, bukan karena laris manis tapi karena nggak punya modal buat beli dagangan lagi.

Sebagai kesimpulan, ramah, percaya diri, dan pemberani adalah seperangkat karakter penjual yang wajib ada biar bisnis nggak macet. Semoga sukses!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun