Bungkamnya SBY adalah simbol dari konsistensi ucapannya dahulu. “Bintangnya hari ini AHY, bukan saya. Sekarang saya pensiunan,” kata SBY pada awal Oktober 2016 ketika ditanya pewarta. Maknanya, SBY tidak ingin menggaduh proses politik AHY. Dan ia konsisten pada gagasanitu; regenerasi dan kemandirian anak muda di dunia politik. SBY ingin agar AHY-Sylvi tegak padakekuatan diri dan pendukungnya. Bukan menjadi paslon boneka yang digerakan dari langit.
Wajar, baru kali ini SBY hadir dalam kampanye AHY-Sylvi. Kehadiran itu pun kemungkinan besar karena para ketum parpol pendukung AHY-Sylvi sudah sepakat untuk hadir. Dan sebagai Ketum Partai Demokrat tentu saja SBY tidak layak jika menepis kesepakatan itu.
Ketiga, last but least, dalam diamnya, SBY ingin mengajak pihak-pihak yang selama ini berprasangka untuk kembali berpijak pada ajaran luhur bangsa. Batik betawi bermotif ondel-ondel yang dikenakan SBY menjadi simbolnya.
Batik adalah simbol“Bhinneka Tunggal Ika”. Batik adalah puncak kekayaan budaya Indonesia yang amat beragam, tetapi sekaligus dapat menjadi pemersatu bangsa Indonesia. Motif ondel-ondel yang khas betawi itu menjadi simbol bahwa torelansi sudah sejak lama tumbuh di DKI Jakarta, dan sekian lama pula rakyat Jakarta telah merawat dan mengembangkannya. Jangan sampai hanya karena kepentingan sesaat ada yang memanfaatkan "BhinnekaTunggal Ika" sebagai objek politik satu kalangan.
Dalam konteks agenda, batik yang dikenakan SBY pun amat tepat untuk merespons pidato politik AHY-Sylvi yangbertema “NKRI dan Kebhinekaan” itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H