Mohon tunggu...
Wingki Ariasman
Wingki Ariasman Mohon Tunggu... Freelancer - @sayap2langit

Menumpahkan segala emosi yang boleh saja disebut dengan seni, bercinta dalam aksara berkelamin rasa.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mencari Nenek Moyang Tikus

27 Oktober 2020   17:27 Diperbarui: 29 Oktober 2020   09:09 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencari Jejak Nenek Moyang Tikus

Kurasa sebelum manusia pandai dan menjadi pintar
tikus itu telah pintar, culas ,serta khianat
jauh sebelum mnusia mengenal berbagai macam ilmu ataupun peradaban
tikus jadi icon, sosok sentral dalam pemikiran pola kehidupan???


Jika tanda tanya itu mulai mengambang ,
mencari dasar bahwa: tikus itu panutan.


Secara logika ataupun bukti nyata bisa saja kita temui atau tikus itu yang menyambangi.
 Bisa jadi inilah "Darwinisme ke 2"
yang dimana manusia modern ini bukanlah homo sapiens cs, turunan kera, tapi homo-homo yang lainnya:)

Moncong yang dulunya panjang berhiaskan kumis kiri kanan, serta gigi yang sangat tajam kini menjelma rupawan
seanggun dan tampannya peradaban modern.


Para tikus
menempati dua wilayah tergantung pada kasta*

(mulai humanisme)


Kasta???


Tikus yg berpendidikan tinggi dan rendah, berdasi, menor, jumawa, ternama, pastilah dididik sedari kecil,
melahap berbagai ilmu, norma, adat, serta agama yang bertujuan kepada kemulyaan makhluk dan menjadikan mereka insan hakiki,
keluar dari dogma tikus-isme..


Hingga menjelmalah dua haluan
Haluan kiri dan haluan kirisekali*(extremEe)

Haluan kiri:

Tikus ini hanyalah pengeret yang memakan lumbung-lumbung padi para petani dan kepentingan yang" Almameternya" sebatas pesawahan kaum buruh dan tani.
Mereka cukup berbisa, akan tetapi cuman pemakan lumbung padi yang ditimbun dalam kapasitas yang  cukuplah memperkaya anak beserta istri..


Haluan kiri sekali*(sangat extreame)
ini yang sangat berbahaya, menjadikan sebuah bendera, apakah itu perkumpulan, serikat, kenegaraan, kebangsaan bahkan Dunia menjadi keropos, dan hancur dari dalam struktur yang teguh..

Tikus kotapun tak pandang bulu, sepertinya kehidupan mereka selalu dalam masa paceklik.


Mereka melahap apa saja yang bisa dilahap...menimbun apa saja yang bisa ditimbun..!!
Mengenyangkan, memperkaya diri dan tak lupa, menyisipkan buat cucu, cicit, cocot, atau apalah yang masih berhubungan dengan darah, nafsu, serta kepentingan kepentingan..


Di zaman sekarang ini untung saja darwinisme banyak dimentahkan oleh kalangan ilmuwan barat maupun timur, tetapi masih jadi suatu kaidah ilmu,
menjadikan "para tikus lebih leluasa" karna mereka terlahir dari gen Manusia.
Yang berbahaya bagi ekonomi, bangsa dan Bernegara.

*******

Wingki Ariasman Tanjuang

Karawaci 271020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun