Mohon tunggu...
Nurul Fauziah
Nurul Fauziah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai tulis-menulis

Alumni Ilmu Sejarah FIB UI. Mencintai Literasi dan Musik. Menggemari Film dan Anime. Menulis untuk Bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | "Iri"

17 September 2021   20:11 Diperbarui: 27 September 2021   20:42 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketukan langkah terus berlari.
Roda tabir melaju tanpa henti.
Lihat! Debu-debu senang menodai.
Sedang desau meringis. Kau terluka lagi.

Namun pandangmu tak mengerjap.
Kau sibak ruak tanpa mengendap.
Seringai hina senang hati kau lahap.
Bayang menggapai, jatuh pun pasti kau merayap.

Sampai kapan kau begini?

Kau bilang, waktu enggan tuk menunggu.
Risau angan kau pendam dalam bisu.
Sebab bebasmu ingin dikejar tanpa ragu.
Cela melimbah, kau abai tanpa malu.

"Karena... detik dari sempat itu berharga, kawan."

Jejal mengata, tepian harapku hanya berimajinasi.
Sudah terlena, rona nyaman menggersang diri.
Carut marut kau genggam terus berlari.
Lalu aku, tertinggal. Reranting akal menyampai sepi.

Punggungmu menjauh, tak terlihat lagi.
Tatapku, menunggal kata bernama iri.

[Solok, 17 September 2021]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun