Mohon tunggu...
Nurul Fauziah
Nurul Fauziah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai tulis-menulis

Alumni Ilmu Sejarah FIB UI. Mencintai Literasi dan Musik. Menggemari Film dan Anime. Menulis untuk Bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | "Pengembara"

29 Agustus 2021   06:00 Diperbarui: 14 Juli 2024   19:20 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membisu.
Oleh kata terlupakan waktu.
Ketika langit kelam menggerutu.
Semu. Menunggu.

Kisah kita tidaklah syahdu.
Hanya secercah dari takdir yang berbuku-buku.
Sedang jiwa kita terus merindu.
Bagai kejora yang tampias oleh abu.

Tertipu. Dan terus begitu. Berulang-ulang, terlupa teringat, sesal lebih banyak menghantu.

Karena kisah kita hanya sepenggal syahdan.
Gelora hasrat melenguh tak tertawan.
Untuk mawar merah yang layu di vas karatan.
Lidah bilang ini ujian. Padahal bukan.

Tertipu. Dan terus begitu. Berulang-ulang, terlupa teringat, rasa membuat akal membatu.

Napas menolak mawas diri.
Saat wajah di cermin dipenuhi carut marut hati.
Ganda mendua, yang terlihat bukan yang asli.
Elegi.

Mata terpedaya gemerlap dunia.
Asa dilupa hingga bulan tiba.
Dosa tertawa saat ditampar realita.
Pengembara yang terlupa.

Tertipu. Dan terus begitu. Berulang-ulang, terlupa teringat, jendela berderak oleh angin yang ngilu.

Karena, kita bukan siapa-siapa.
Langit bertetap, nisan selalu jadi akhirnya.
Usah dikata semua orang tahu maknanya.
Wangi atau busuknya kamboja, terserah kita.

Benar. Hanya terserah kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun