Mohon tunggu...
Humaniora

Arisan Helm - Sebuah Revolusi Mental dari Bandung

6 Januari 2016   10:30 Diperbarui: 6 Januari 2016   11:21 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#SavetheChildrenwithHelmet

Bermula dari tugas untuk merekap kegiatan-kegiatan yang dilakukan di SDN Cihaurgeulis 1 Bandung, Dede Rohanih (52 tahun), guru yang sudah mengabdikan hidupnya selama 33 tahun di sekolah ini mengetahui bahwa di sekolahnya ada program tentang keselamatan berlalu lintas bagi siswa yang difasilitasi oleh Save the Children - Yayasan Sayangi Tunas Cilik bersama SOMPO Holding melalui sebuah proyek yang dinamai dengan SELAMAT. Walaupun Dede tidak terpilih sebagai guru yang terlibat langsung dalam program, namun karena kepedulian terhadap sekolah dan muridnya dia mulai mencermati dengan seksama aktivitas program.

Faktor keselamatan berkendara bagi siswa yang diantar-jemput dengan motor menjadi hal yang menarik perhatiannya. Berdasarkan ketertarikannya ini, beliau mulai melakukan pengamatan kepada siswa SDN Cihaurgeulis 1. Sebagai wali kelas VI B SDN Ciharguelis, Dede memulai pengawasannya di kelas VI B yang diasuhnya tersebut.

Hasil yang mengejutkan ditemukan oleh Dede dari pengamatan yang dilakukannya. Mayoritas murid di kelasnya diantar-jemput dengan motor. Total 30 dari 41 siswa menggunakan motor. Dari 30 siswa yang diantar-jemput dengan motor hanya 2 anak yang selalu mengenakan helm. Kondisi ini membuat Dede tergerak untuk mengetahui lebih lanjut alasan mengapa banyak siswa tidak mengenakan helm.. Setelah berbincang lebih jauh dengan murid-muridnya. Dede mengetahui bahwa meski mayoritas mereka berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah tetapi mereka tetap memiliki kemampuan untuk membeli helm.  Kurangnya kesadaran orangtua akan pentingnya helm bagi anak-anak mereka menjadi faktor utama mengapa murid-muridnya tidak mengenakan helm. Orang tua menganggap helm bukanlah prioritas pertama untuk dibeli.

Pantang menyerah  menenun asa

Menggugah kesadaran orangtua bukanlah hal mudah, namun tidak ada hal yang tidak bisa dilakukan. Terinspirasi dari program “Menabung untuk Qurban’  yang sudah berlangsung beberapa tahun di sekolahnya. Dede mencari cara agar setiap muridnya yang dibonceng sepeda motor memiliki helm sendiri. Dede mengajak murid-muridnya menabung untuk membeli helm. Setiap harinya mereka menyisihkan Rp.2000 untuk ditabung. Gerakan ini ternyata tidak terlalu berhasil dan kurang disukai oleh murid-muridnya. Alasan utamanya adalah membutuhkan waktu yang lama untuk menabung. Namun Dede tidak lantas putus asa.  Didasari oleh naluri keibuan, sampailah dia pada pikiran untuk membuat “Arisan Helm”. Ide ini dia utarakan kepada murid-muridnya dan ternyata disambut dengan antusias, walau ada 5 siswa yang tidak mau turut serta.

Arisan yang dirancang ini memiliki target, satu hari-satu helm- satu siswa. Setelah memperkirakan harga sebuah helm ukuran anak-anak senilai Rp 60.000 per buah, maka jika  ada 25 anak yang ikut arisan dan per harinya masing-masing anak Rp 2.000, maka hanya terkumpul uang Rp 50.000 dan tentu saja masih kurang untuk membeli sebuah helm. Mencari akal menambah jumlah murid yang ikut arisan, Bu Dede juga menawarkan kepada siswa dari kelas lain dan akhirnya berhasil mengumpulkan 30 siswa untuk ikut arisan helm ini. Namun ternyata masih ada masalah lain yang muncul yaitu ukuran helm yang berbeda-beda dan harga diluar perkiraan. Ada siswa yang cukup dengan ukuran helm seharga Rp.60.000,-, namun ada juga siswa yang membutuhkan helm dengan ukuran helm yang seharga Rp.75.000,-.Harga yang lebih mahal dari perkiraannya.

Kembali mengandalkan naluri seorang ibu, Dede mensiasati kekurangan uang ini dengan tidak membeli helm per buah per hari, melainkan membeli dalam jumlah banyak. Jika belanja dalam jumlah banyak, maka harga per buah bisa dikurangi dan juga menghemat biaya transportasi untuk membeli. Selain dengan cara ini, Ibu Dede juga menjelaskan kepada penjual helm, bahwa helm-helm yang dibelinya ini bukan untuk dijual lagi atau dipakai sendiri, tetapi untuk murid-muridnya yang mengikuti arisan agar bisa memiliki helm. Kedua cara ini telah berhasil mengatasi kekurangan uang untuk membeli helm dengan ukuran yang dibutuhkan murid-muridnya. 

Oase gotong royong mencari solusi

Dimulai dari tanggal 2 Oktober 2015, arisan helm ini hingga tanggal 4 November 2015 sudah bisa memberikan 16 buah helm kepada 16 orang siswa. Siswa yang mendapatkan giliran menerima helm ditentukan dengan cara diundi. Anak-anak nampak senang mengikuti kegiatan ini karena seperti menerima hadiah, terlebih lagi ketika pembagian tahap I dilakukan pada saat upacara bendera. Gagasan arisan helm ini, juga Dede sampaikan kepada orang tua siswa pada saat pertemuan komite kelas dan mendapatkan sambutan positif. Beberapa orang tua dapat memahami mengapa anaknya dalam satu bulan terakhir ini meminta uang jajan agak lebih banyak, namun yang terpenting adalah orangtua menyadari pentingnya helm untuk keselamatan berlalu lintas.

Arisan helm ini juga telah menggugah hati siswa yang lain untuk juga membeli helm, walaupun tidak diantar jemput dari dan ke sekolah menggunakan sepeda motor, namun mereka akan mengenakan helm bila bepergian dengan membonceng sepeda motor. Selain itu, muncul juga minat dari guru-guru di SDN Cihaurgeulis untuk mengikuti arisan bila akan dilakukan arisan tahap berikutnya.

Hal lain yang tidak kalah menariknya dari apa yang sudah dilakukan oleh Dede ini adalah terbentuknya Tim Monitoring Helm. Beliau mengorganisir siswa-siswa kelas IV yang sudah mendapatkan pelatihan dari program Save the Children- Yayasan sayangi Tunas Cilik untuk melakukan pemantauan kepada teman-temannya yang datang dan pulang sekolah dengan membonceng sepeda motor tetapi tidak mengenakan helm. Mereka melakukan pencatatan per hari dan melaporkan kepada Dede. dia meminta tim ini untuk tidak hanya mencatat jumlahnya, tetapi juga untuk mengetahui alasannya mengapa mereka tidak mengenakan helm. Diketahui, dua alasan utamanya adalah karena lupa dan malas karena dianggap merepotkan.

Arisan Helm dan Tim Monitoring Helm yang diprakarsai oleh Dede ini, mendapatkan dukungan besar dari Ibu Kepala Sekolah SDN Cihaurgeulis dan berharap kegiatan ini dapat menginspirasi banyak guru, siswa atau bahkan bisa menginspirasi sekolah-sekolah lain yang menghadapi tantangan serupa.

Semoga akan muncul Dede-Dede lainnya.

Di Indonesia ribuan anak dan remaja meninggal dan mengalami luka berat karena kecelakaan lalu lintas, kebanyakan dari mereka adalah pengguna sepeda motor. Data kementerian Perhubungan yang disadur dari Buku Materi Sosialisasi Keselamatan Berlalu Lintas (2012) menyatakan bahwa 8 dari 10 kecelakaan lalu lintas melibatkan sepeda motor. Sementara 1 dari 3 pengguna sepeda motor yang terluka mengalami cidera kepala-gegar otak. Sebagian dari yang mengalami cidera kepala berat mengakibatkan kerusakan  otak yang permanen dan bahkan kematian. 

Penggunaan helm terutama untuk anak menjadi upaya sederhana namun penting untuk melindungi anak dari cidera yang lebih parah ketika mengalami kecelakaan sepeda motor di jalan. Arisan helm yang dilakukan di SDN Cihaurgeulis mungkin terbilang kecil dan sederhana, hanya dimulai dengan 30 siswa di satu sekolah, namun diharapkan dampaknya bisa meluas. Dalam waktu kurang lebih satu bulan, sudah ada 16 siswa yang memiliki helm dari swadaya mereka sendiri. Mungkin pada saat kita membaca tulisan ini sudah ada ratusan siswa lainnya yang juga memiliki. (Tim SELAMAT- Save the Children - Yayasan Sayangi Tunas Cilik)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun