Mohon tunggu...
Adelia Yuliana
Adelia Yuliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Hukum

As a freshman in law with a strong interest in business law, I possess exceptional analytical abilities and a continuous desire for knowledge acquisition in this field.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelisik Perjalanan Usaha Dapur MamaMia di Era Persaingan yang Ketat pada Bisnis Kuliner

2 Desember 2023   22:05 Diperbarui: 2 Desember 2023   23:19 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pada saat wawancara bersama pemiliki dari warung nasi "Dapur MamaMia"

Ditanya tentang proses pendirian usaha, Ibu Maryati menceritakan, "Di zaman dulu saya buka usaha tidak perlu pakai izin karena menurut saya warung yang saya dirikan ini hanya warung kecil saja dan bukan usaha yang besar, jadi pada saat itu saya pikir tidak perlu. Namun, kalau sekarang saya sudah memiliki izin usaha." Pernyataan ini mencerminkan perjalanan panjang dan perubahan regulasi yang dihadapi oleh usaha kuliner Ibu Maryati dari masa ke masa.

Saat ditanya apakah ia sudah mendaftarkan merek usahanya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Ibu Maryati dengan tegas menyatakan, "Belum pernah mendaftarkan merek usaha." Mengenai alasan belum mendaftarkan merek, Ibu Maryati menunjukkan sisi praktisnya dengan berkata, "Saya pikir karena usaha warung nasi yang saya miliki ini termasuk usaha kecil jadi hal tersebut tidak terlalu diperlukan."

Meskipun belum mendaftarkan merek, Ibu Maryati memberikan gambaran bahwa pertimbangan bisnis dan ukuran usaha menjadi faktor penting dalam setiap keputusan yang diambil. Pengalaman Ibu Maryati membuka jendela wawasan bagi calon pengusaha dan memberikan perspektif unik mengenai evolusi bisnis kuliner di era yang terus berubah.

Dalam pembicaraan lain, Ibu Maryati juga berbagi pandangannya tentang persaingan di antara usaha warung nasi di wilayahnya. "Persaingan tidak sehat terjadi karena banyak penjual yang menjual makanan dengan harga di bawah pasar," jelasnya. Untuk menghadapi hal ini, Ibu Maryati memilih untuk menyesuaikan harga dan menyeimbangkan strategi penjualan agar tetap bersaing secara sehat.

Saat ditanya mengenai kebutuhan sertifikasi halal untuk warung nasi miliknya, Ibu Maryati menyatakan, "Untuk sekarang ini saya belum memikirkan hal tersebut." Pernyataan ini mencerminkan pertimbangan yang terus-menerus dalam mengelola usaha, sejalan dengan keberlanjutan dan kebutuhan pasar yang berkembang.

Ketika berbicara tentang rencana ekspansi, Ibu Maryati membagikan visinya, "Sebenarnya kalau rencana seperti itu pastinya ada, apalagi setiap orang mau usaha yang dimiliki juga berkembang dan memiliki banyak cabang. Namun, melihat keadaan sekarang, perlu pertimbangan matang apabila benar-benar ingin buka cabang yang lain ditambah pula kalau buka cabang lain pastinya diperlukan modal yang besar. Selain itu juga usaha yang tidak diurus sendiri oleh pemilik biasanya susah untuk berkembang sehingga untuk sekarang saya masih fokus untuk memiliki satu cabang aja." Dia menekankan pentingnya fokus pada satu cabang terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk berkembang lebih lanjut.

Ditanya apakah ada rencana lain yang berkaitan dengan warung nasi yang dimilikinya, Ibu Maryati belum memberikan jawaban konkret, memberi ruang untuk potensi inovasi atau strategi bisnis yang mungkin dijajaki.

Sebagai penutup, Ibu Maryati mengungkapkan harapannya untuk masa depan usaha warung nasi yang dimilikinya. "Harapan untuk ke depannya semoga bahan-bahan pokok, seperti beras, minyak, telur, dan bahan pokok lainnya tetap di harga yang stabil." Ucapan ini mencerminkan perhatian Ibu Maryati terhadap keseimbangan ekonomi dan kelangsungan usaha di tengah dinamika pasar.

Wawancara ini disertai dengan analisis hukum, memberikan wawasan berharga tentang realitas bisnis kuliner kecil dan pentingnya adaptasi dalam menghadapi perubahan di industri kuliner. Cerita ini juga menggarisbawahi kebutuhan untuk lebih memperhatikan aspek legalitas dan perlindungan usaha kecil.

Berdasarkan wawancara dengan Ibu Maryati, beberapa aspek hukum terkait usahanya dapat diidentifikasi:

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Warung Nasi Ibu Maryati dapat dikategorikan sebagai Usaha Kecil menurut Pasal ini yang berbunyi, "Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini". Selain itu pula, alasan warung nasi milik Ibu Maryati dapat dikategorikan ke dalam Usaha Kecil karena menurut Pasal 6 ayat (2) huruf b yang berbunyi, "memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)." Apabila dihitung, rata-rata pendapatan Ibu Maryati perhari Rp1,2 juta x 365 hari = Rp438 juta sehingga termasuk ke dalam Usaha Kecil. 

Izin usaha, khususnya Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK), memiliki peran vital dalam memberikan legalitas hukum pada Warung Nasi Ibu Maryati. Izin ini menyatakan bahwa usaha yang dijalankan oleh Ibu Maryati diakui secara hukum. Jumlah pendapatan dan kategori Usaha Kecil menjadi dasar penentuan kewajiban memperoleh izin ini. 

Apabila Ibu Maryati tidak memiliki izin usaha, Warung Nasi Ibu Maryati dapat menghadapi konsekuensi serius. Salah satunya adalah potensi penghentian sementara aktivitas usaha. Oleh karena itu, penting untuk memastikan izin usaha diperoleh dan diperbarui sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  • Pendaftaran Merek Usaha

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, "Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa." Merek Dagang, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 2, "Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya." 

Dalam konteks kasus Ibu Maryati, tidak mendaftarkan merek dagang untuk Warung Nasi yang dimilikinya di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memiliki dampak signifikan. Apabila mendaftarkan merek dagang dapat memberikan dasar hukum bagi pemilik usaha dan sebagai perlindungan terhadap kemungkinan penyalahgunaan merek oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebagai contoh, jika nama Warung Nasi Ibu Maryati yang bernama "Dapur MamaMia" disalahgunakan untuk membuka cabang lain yang sangat mirip, tetapi menjual makanan dengan kualitas yang tidak baik, hal tersebut tersebut dapat menimbulkan masalah di masa depan atau bahkan berujung pada kerugian finansial bagi pemilik usaha. 

Pentingnya pendaftaran merek ini juga dapat diperluas untuk melibatkan aspek-aspek lain, seperti membangun citra merek dagang dan kepercayaan konsumen. Dengan memiliki merek yang terdaftar secara hukum, pemilik usaha dapat membangun kepercayaan konsumen terhadap kualitas dan konsistensi produk atau layanan yang mereka tawarkan. Hal ini menjadi langkah proaktif untuk memitigasi risiko hukum dan melindungi investasi yang telah dilakukan oleh pemilik usaha dalam membangun dan mengembangkan merek mereka. Dengan demikian, pendaftaran merek bukan hanya formalitas hukum, tetapi juga suatu strategi yang cerdas untuk memastikan keberlanjutan dan kesuksesan usaha, sambil memberikan landasan yang kuat dalam menghadapi potensi tantangan di pasar dan menjaga integritas merek di mata konsumen.

Usaha kecil di sektor makanan perlu memperoleh sertifikasi halal karena sertifikat tersebut memiliki peran penting dalam membangun kepercayaan konsumen, khususnya mereka yang beragama Islam, terhadap produk yang dijual. Dengan adanya sertifikasi halal, penjual dapat memastikan bahwa produk mereka tidak mengandung bahan-bahan yang dilarang oleh prinsip syariat Islam, baik dari segi bahan baku maupun proses pengolahan. Proses untuk memperoleh sertifikat halal melibatkan langkah-langkah yang ditetapkan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang telah diakreditasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Salah satu LPH yang memiliki akreditasi tersebut adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Prosedur sertifikasi halal yang diterapkan oleh LPPOM MUI mencakup tahap pendaftaran, audit, uji laboratorium, penetapan kehalalan, dan penerbitan sertifikat halal.

Untuk memudahkan proses sertifikasi halal, para produsen dapat memanfaatkan aplikasi Halal MUI yang dapat diunduh melalui Playstore. Aplikasi ini tidak hanya berguna untuk memeriksa kehalalan produk, tetapi juga memberikan akses kepada informasi terbaru seputar halal. Dengan demikian, langkah-langkah ini bukan hanya sebagai kewajiban formal, melainkan juga sebagai strategi yang dapat meningkatkan kepercayaan konsumen, mengamankan pangsa pasar, dan menciptakan kesinambungan usaha dalam jangka panjang.

Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, persaingan usaha yang tidak sehat dapat dikenali melalui tiga kriteria alternatif, yaitu: persaingan usaha yang tidak dilakukan secara jujur; bertentangan dengan hukum; dan menghambat proses persaingan usaha. Dalam konteks kasus Ibu Maryati, situasinya dapat diklasifikasikan sebagai bentuk menghambat persaingan usaha karena adanya penjual yang menawarkan harga terlalu murah dapat mengakibatkan terhambatnya perkembangan usaha seseorang. Jika Ibu menemui penjual yang menjual makanan dengan harga yang sangat rendah sehingga menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat, langkah-langkah yang dapat diambil oleh Ibu Maryati, yaitu melaporkan penjual tersebut kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang memiliki wewenang untuk mengawasi dan menangani pelanggaran persaingan usaha. Tindakan ini kemudian akan diikuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan ini penting untuk mendorong keadilan dalam lingkungan bisnis dan menjaga keseimbangan persaingan usaha yang sehat. Dengan melibatkan lembaga pengawas, pelaku usaha yang terlibat dalam praktek-praktek yang merugikan dapat diberikan sanksi yang sesuai, menciptakan iklim usaha yang adil dan berkelanjutan.

Berikut adalah beberapa solusi hukum yang dapat diberikan kepada Ibu Maryati untuk pengembangan usaha Warung Makan Dapur MamaMia berdasarkan hasil wawancara dan analisis:

  • Izin Mendirikan Usaha 

Pendapatan harian yang dihasilkan oleh Ibu Maryati melalui operasional Warung Makan Dapur MamaMia mencapai Rp 1,2 juta. Jika pendapatan tersebut diakumulasikan selama satu tahun, totalnya mencapai Rp 438 juta. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, suatu usaha dapat diklasifikasikan sebagai Usaha Mikro apabila pendapatannya dalam setahun berada dalam rentang Rp300 juta hingga Rp2 miliar. Oleh karena itu, mengingat bahwa usaha Warung Makan Dapur MamaMia milik Ibu Maryati telah memenuhi syarat sebagai UMKM, disarankan agar Ibu Maryati mendaftarkan izin mendirikan usaha.

Melakukan pendaftaran izin usaha melalui situs resmi https://www.oss.go.id/ 

Agar dapat menghindari kemungkinan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang menggunakan nama usaha Warung Makan Dapur MamaMia yang dimiliki oleh Ibu Maryati, dan untuk mencegah terjadinya kerugian baik secara materiil maupun immateriil, Ibu Maryati disarankan untuk melakukan registrasi merek dagangnya. Proses ini melibatkan pendaftaran Warung Makan Dapur MamaMia ke Kementerian Hukum dan HAM sebagai upaya perlindungan terhadap usahanya.

  • Sertifikasi Halal 

Dengan mempertimbangkan jenis usaha yang dijalankan oleh Ibu Maryati, yaitu Warung Makan, kami berpandangan bahwa akan lebih baik apabila Warung Makan Dapur MamaMia yang dimiliki oleh Ibu Maryati mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Keputusan ini diambil karena dengan memiliki sertifikasi halal dari MUI, diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepercayaan konsumen, khususnya konsumen beragama Islam, terhadap Warung Makan Dapur MamaMia tersebut.

  • Persaingan Usaha Tidak Sehat

Menghadapi persaingan usaha tidak sehat yang dihadapi oleh Warung Makan Dapur MamaMia milik Ibu Maryati, di masa yang akan datang, Ibu Maryati dapat mengajukan laporan terkait pelaku praktik persaingan usaha yang tidak sehat kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Tindakan semacam itu dianggap sebagai pelanggaran hukum, dan pelaku dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk pembatalan perjanjian dan penghentian kegiatan, jika terbukti bahwa tindakan tersebut menyebabkan praktik persaingan usaha tidak sehat yang merugikan pengusaha lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun