Wacana reshuffle kembali mencuat seiring berita miring yang menerpa beberapa menteri. Berbagai komentar pun berdatangan menanggapi wacana reshuffle, yang sejatinya merupakan hak prerogatif sang pemimpin (red: bukan pemimpi lho ya..).
Komentar mengenai reshuffle ini pun datang dari mbah kinthil (red: ingat, i bukan yg lain).
"Sebenarnya mbah juga paham, bahwa reshuffle itu haknya. Tapi sebagai orang biasa, mbah juga gatal nahan uneg2."
"Mbah sih ngelihatnya, bukan perlu atau nggak perlu, tapi lebih penting nggak sih? Atau malah cukup nggak sih?"
"Karena biasanya resuffle ini hanyalah tukar guling jabatan, atau lukir kursi. Gak lebih dan nggak kurang."
"Semua kan mahfum bahwa walaupun hak prerogatif, namun yang punya hak ini kan terbelenggu. Terbelenggu oleh keinginan2 dari pengusungnya, terbelenggu oleh kepentingan2 dari pendukungnya, terbelenggu oleh tarik ulur kasus2 antar kolega dan kompetitornya."
"Nah,kalo sudah begini kan paling hasilnya juga sami mawon alias podho wae alias sama aja. Walaupun ada pergantian paling juga dari lingkungan itu2 saja, dengan kepentingan yang sama tho."
"Semua kan tahu, isu ini bergulir akibat adanya dugaan korupsi yang melanda beberapa pembantunya itu. Tapi kan sudah jadi rahasia umum bahwa korupsi itu bukanlah korupsi tunggal demi memperkaya diri sendiri. Namun sudah merupakan korupsi yang terencana dan terstruktur dengan baik demi kepentingan kelompoknya. Nah kalo sudah begitu gimana? Reshuffle paling dari kelompok2 itu saja karena yang bpunyakhak telah terbelenggu. Trus kalo korupsi itu untuk kepentingan kelompok2, bisa bener nggak, atau bisa diharapkan hasil reshufflenya bagus nggak?"
"Mbah bukan pesimis, tapi hanya realistis. Menimbang yang pernah terjadi dan yang sedang berlangsung. Juga hasil penerawangan semalam."
"Menurut mbah resuffle tidak penting, yang penting itu mikirin rakyat ini, yang penting itu mikirin bagaimana pengangguran berkurang, bagaimana petani bisa makan, bagaimana tki bisa tenang, bagaimana kemakmuran menjadi kenyataan. Itu yang lebih penting."
"Reshuffle juga tidak cukup. Butuh lebih dari itu. Butuh keberanian untuk memutus rantai belenggu. Butuh keberanian menghadapi kenyataan politik. Butuh keberanian untuk memepertanggung jawabkan apa yang telah dilakukan. Butuh keberanian mengatakan tidak untuk ketidak benaran dan mengatakan iya untuk kebenaran."
-- Saat ditanya saran, mbah kinthil menjawab dengan senyuman --
"Lebih baik nambah menteri saja... Menteri yang mengurusi penyakit korupsi ini... biar gak perlu departemen, angkat saja menteri koordinasi... ya... namanya ya... MENTERI KOORDINASI KORUPSI."
-- Gubrak dah--
Salam Sawong,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H