Mohon tunggu...
Sawitania Situmorang
Sawitania Situmorang Mohon Tunggu... Ilmuwan - Responsible and Integrity

Dosen dan Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Babak Baru Pandemi Covid-19

7 April 2020   19:43 Diperbarui: 7 April 2020   19:44 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah lebih dari tiga bulan berlalu sejak virus baru mematikan yang diberi nama Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), ditemukan dan menghebohkan jagad dunia maya pada Desember 2019 silam. 

Namun tampaknya pemberitaan mengenai issue tersebut masih menjadi bola panas dan akan menempati #Trending1 dalam daftar pencarian online masyarakat +(62) untuk beberapa pekan ke depan. 

Hal ini disebabkan karena hingga saat ini, masih ditemukan korban-korban baru baik penderita maupun meninggal dunia akibat terinfeksi oleh virus ini dengan jumlah yang bervariasi di tiap-tiap negara, termasuk Indonesia. 

Dikutip dari kompas.com (6/4), per 5 April 2020, sebanyak 2.454 orang pasien telah terkonfirmasi positif Corona, 1.911 diantaranya masih dalam perawatan, 164 orang dinyatakan sembuh. 

Sisanya dinyatakan telah meninggal dunia. Jumlah ini diduga masih akan terus bertambah dalam jumlah dan jangka waktu yang belum diketahui secara pasti. Meskipun demikian, beberapa ilmuan memprediksikan bahwa Corona akan mencapai puncaknya pada akhir pekan April mendatang.

Melihat perkembangan yang terjadi serta maraknya pemberitaan di seluruh media baik lokal, nasional maupun internasional, kondisi ini tentu saja menimbulkan rasa khawatir dan "shocking effect" yang cukup besar di kalangan masyarakat dalam negeri, khususnya DKI Jakarta. 

Pasalnya, dari seluruh provinsi di Indonesia yang terkonfirmasi terdampak Corona, Jakarta merupakan penyumbang pasien terbanyak dengan jumlah penderita terkonfirmasi positif sebanyak 1.124 orang, 56 orang diantaranya dinyatakan telah sembuh dan 95 penderita lainnya dinyatakan telah meninggal dunia. 

Sementara itu, hingga saat ini, pemerintah Indonesia belum memberlakukan lockdown dan hanya menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai langkah represif untuk mengatasi dan mencegah penularan penyakit ini dalam jumlah yang lebih besar di kemudian hari.

Atas dasar pertimbangan itulah maka Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies Baswedan berkeinginan keras untuk menutup seluruh akses transportasi umum dari dan ke dalam Jakarta, yang dinyatakannya dalam konferensi per daring di Balai Kota, Jakarta Pusat pada tanggal 30 Maret yang lalu. 

Tak lama berselang, pernyataan Anies tersebut langsung ditanggapi secara tegas oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan melalui surat resmi yang dikirimkan kepada Menteri Dalam Negeri Indonesia, Tito Karnavian. 

Surat tersebut berisi sejumlah poin mengenai operasional bandara, pelabuhan, dan prasarana transportasi lainnya selama berlangsungnya COVID-19 ini. 

Dalam suratnya, secara khusus Luhut memohon agar prasarana transportasi dapat tetap berjalan di seluruh Indonesia dengan mengoptimalkan pengawasan serta mengacu pada protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19) di Indonesia. 

Sebab, apabila seluruh akses fasilitas umum ditutup, distribusi logistik yang saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat dikhawatirkan juga akan terganggu.

"Agar tidak mengganggu distribusi logistik yang dibutuhkan masyarakat, dan di sisi yang lain, untuk angkutan penumpang dipastikan akan tetap mengikuti protokol kesehatan yang berlaku sehingga dapat mencegah perluasan penyebaran Covid 19," katanya (CNBC 2020)

Munculnya perdebatan diantara kedua tokoh besar masyarakat ini tentu saja langsung menyedot perhatian masyarakat. Ada yang pro dan ada yang kontra. 

Keduanya sah-sah saja dilakukan sebab dengan latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya yang berbeda, setiap orang sudut pandang yang berbeda dalam memaknai dan merespon suatu kejadian (dalam hal ini: kasus Pandemi Covid-19) dan setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpendapat, sepanjang dilakukan dengan cara-cara yang benar dan tidak mengancam eksistensi negara, sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945 Pasal 28E Ayat 3.

Lantas, pertanyaan besar yang hingga saat ini belum terjawab ialah: Perlukah Indonesia melakukan "LOCKDOWN"?

PERBEDAAN "LOCKDOWN" DAN "PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB)"

Jauh sebelum Corona hadir dan menghambat mobilitas masyarakat di seluruh dunia, pada tanggal 7 Agustus 2018, presiden Joko Widodo telah lebih dulu menandatangani UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. 

Mulanya, UU tersebut dibuat untuk menggantikan UU No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU No. 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara yang dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, mengikuti International Health Regulations (IHR) sebagai acuan peraturan kesehatan Internasional terbaru. 

Dalam ketentuan umum UU tersebut, lockdown/ karantina wilayah didefinisikan sebagai "Pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi" sedangkan PSBB didefinisikan sebagai "Pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi".

Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa lockdown dan PSBB merupakan dua kegiatan berbeda namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mitigasi penyebaran penyakit berbahaya yang lebih luas dalam suatu negara. 

Perbedaan utama dari kedua aktivitas tersebut terletak pada ruang gerak PSBB yang lebih fleksibel dibandingkan dengan lockdown. Mengutip pernyataan Presiden saat konferensi pers di Pulau Galang, Kepulauan Riau, lockdown digambarkan sebagai kondisi ZERO ACTIVITY sedangkan dalam PSBB masih memungkinkan untuk dilakukan aktivitas ekonomi dengan tetap memperhatikan dan mengikuti aturan kesehatan yang berlaku. 

Di samping itu, lockdown hanya boleh dilakukan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan faktor epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.

APAKAH KITA PERLU MELAKUKAN LOCKDOWN?

"Ada yang bertanya kenapa kebijakan lockdown tidak kita lakukan. Perlu saya sampaikan setiap negara memiliki karakter, budaya, kedisiplinan, yang berbeda-beda. Membutuhkan sebuah kedisiplinan dan ketegasan yang kuat, jangan sampai sudah diisolasi masih membantu tetangganya yang mau hajatan, ada yang sudah diisiolasi masih belanja di pasar" (Joko Widodo, CNBC 2020).

Jika pertanyaan tersebut ditujukan kepada saya maka saya juga memiliki pendapat yang sama dengan Bapak Presiden. Menurut saya, kebijakan ini apabila benar-benar dipatuhi secara bersama dapat memberikan dampak yang cukup signifikan dalam menekan penyebaran virus corona. 

Terlebih lagi, kebijakan lockdown akan memberikan beban biaya yang cukup besar bagi Indonesia untuk menanggung kebutuhan hidup seluruh warga negaranya. 

Sebagai bahan informasi, Indonesia merupakan negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia dengan jumlah penduduk diatas 250 juta jiwa dan Indonesia belum siap untuk itu (masih banyak kan diantara kita yang belum taat bayar pajak, hayo ngaku... hehehe...). 

Atau dengan kata lain, jika kita mampu menahan diri sendiri dari #sosialdistance dan makan makanan yang bergizi, mudah-mudahan kita tetap dalam keadaan sehat dan terhindar dari penularan virus corona sekalipun tidak dilakukan karantina wilayah.

Dalam kegentingan yang memaksa, saya juga yakin bahwa pemerintah pasti sudah lebih faham dengan tugas dan kewajibannya masing-masing sebab hal itu sudah tertera dan dijamin dalam UUD 1945 yaitu dalam Pasal 22 ayat (1).

Akhir kata,

selamat beraktivitas

Jangan lupa untuk #terusmendukungpemerintah

dengan #dirumahaja #belajardarirumah #bekerjadarirumah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun