"Penyebabnya itu ya, ndek pasar itu terlalu lama jadi mlempem, mlempem kan mbalek sama aku lagi, begitu," terangnya.
Selain itu, pangsa pasar yang kecil hanya berada pada lingkup Kabupaten Jember dan beberapa daerah di Banyuwangi. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh packaging yang biasa saja sehingga kurang mampu menarik minat konsumen.
"Ya itu, tadinya kan pingin yang mesin otomatis ya, yang packing terus sama sablon gitu, karena  ada anak yang mau bikin, loh, dan katanya berkisaran 32jt," lanjutnya.
Berlandaskan hasil wawancara mahasiswa, Ibu Dewi Ani sudah memiliki orientasi untuk membeli mesin otomatis yang memiliki efisiensi dan efektivitas yang lebih tinggi. Tetapi, terkendala pada finansial yang tidak cukup karena harga mesin terlalu tinggi.
Hadirnya mahasiswa kelompok 89 yang mengikuti KKN Kolaboratif se-Kab. Jember mendapatkan sambutan yang positif dari produsen dan karyawan industri rumahan Gipang. Antusiasme juga diberikan sebagai bentuk ekspresi karena mahasiswa dapat menyumbangkan saran, ide-ide dan wawasan. Pemilik industri rumahan Gipang-pun melakukan sharing terkait permasalahan dan hambatan yang dialami selama bisnis berlangsung.
Harapan sekaligus orientasi ke depannya, Ibu Dewi Ani ingin agar mampu membeli mesin produksi otomatis untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas produk Gipang sehingga pengembangan usahanya berjalan secara kontinu.
"Yaa.... harapannya pingin punya mesin itu, soalnya kalau pake mesin itu kualitas packing-nya juga bagus, kan, dek, kayak yang wafer gitu (sambil tertawa). Kalau kemasan lebih bagus nantikan lebih banyak lagi ngejualnya, terus jumlah produksinya juga bisa banyak dek karena yaa permintaan konsumen/sales di sini banyak ndak nutut kita kalau masih pakai manual gitu alatnya," begitu pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H