Mohon tunggu...
Savrina Sastrosuwignyo
Savrina Sastrosuwignyo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Her childhood dream was to become a farmer (a prosperous one, of course) and a chef. Now her life revolves around farm and fork. She works in the agricultural sector, five days a week, and spends her free time doing her hobbies (cooking, crafting, cycling, swimming, watching movies, reading, occasional writing), and trying out new things..\r\nSee her blogs:\r\n\r\nhttp://kingdomofkerotia.blogspot.com/\r\nhttp://dongengpangan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hormati Makanan, Jangan Sia-Siakan

24 Oktober 2010   18:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:08 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bulan Ramadhan belum ada 2 bulan kita tinggalkan. Hari Pangan Sedunia, yang tahun ini bertema “United Against Hunger” (Bersatu Melawan Kelaparan), baru saja kita peringati tanggal 16 Oktober yang lalu. Dan akibat perubahan iklim yang tak menentu ini, Indonesia dinyatakan terancam terkena krisis pangan (setidaknya terkena imbasnya). Tapi mengapa kita, manusia Indonesia yang katanya beragama dan ber-Pancasila ini, masih saja membuang-buang makanannya?

***

[caption id="attachment_301540" align="alignleft" width="300" caption="Berapa banyak sampah makanan kita setiap hari?"][/caption]

Ketika saya menghadiri pernikahan kerabat, saya mengamati banyak tamu yang mengambil makanan seolah-olah tak ada hari esok, dan memakannya seolah-olah mereka adalah finalis kontes kecantikan yang sedang dipaksa diet. Bayangkan sisa makanan dari ribuan piring itu. Mungkin bisa memberi makan sebuah panti asuhan. Itu hanya dari satu pesta. Pada musim kawin spesies Homo sapien seperti sekarang ini, ada berapa pesta yang diadakan setiap harinya?

Kilas balik ke bulan Ramadhan. Semakin bertambah dewasa, saya semakin menyadari bahwa tantangan terbesar puasa bukan pada menahan lapar dan dahaga. Banyak nafsu-nafsu yang justru tak terkendali dalam bulan puasa, salah satunya nafsu belanja (terutama makanan). Seorang ibu biasa mencurahkan kasih sayangnya melalui makanan. Ketika suami dan anak-anaknya berpuasa, seorang ibu rela bangun ekstra dini untuk memasak. Demikian pula untuk berbuka puasa. Ibu saya dulu sering ‘lapar mata’ membeli dan memasak berbagai macam makanan untuk berbuka. Padahal saya dan adik-adik banyak agenda berbuka puasa di luar dan pulang membawa makanan sisa takjil dari masjid. Dus, makanan di rumah sering kali tak mampu kami habiskan.

Ada banyak lagi celah dalam kehidupan kita yang memungkinkan kita membuang-buang makanan, mulai dari sawah sampai ke sendok. Dan industri makanan/jasa boga pun banyak yang memperparah gerakan buang-buang makanan ini dengan membuat porsi yang na’udzubillah besar, atau memberi bonus untuk pembelian yang lebih banyak meskipun kita tak memerlukannya. *Saya mengaku, saya sering tergoda untuk beli makanan yang ada hadiah mainannya. Hehe.. Dasar tak tahu umur!*

Gaya hidup konsumtif telah merasuk ke nadi masyarakat Indonesia, terutama di perkotaan. Restoran cepat saji yang merajai Indonesia kebanyakan adalah waralaba dari Amerika, yang secara langsung maupun tak langsung mengusung budayanya. Padahal pola makan mereka tak begitu cocok untuk kita terapkan. Tak hanya porsinya yang terlalu besar, menunya yang terlalu banyak daging dan keju menyediakan terlalu banyak kalori daripada kebutuhan kalori manusia Indonesia rata-rata. Jangankan untuk manusia Indonesia, pola dan menu makan yang kurang sehat telah menyebabkan banyak kasus obesitas di Amerika. Terlebih lagi, sebuah publikasi menyatakan bahwa 40% bahan makanan yang diproduksi oleh Amerika berakhir di tempat sampah. Sayang sekali belum ada studi mengenai berapa banyak makanan yang dibuang oleh bangsa Indonesia yang gemar belajar ini. *Katanya belajar terus tapi koq tak pintar-pintar.*

Akar dari perilaku ini adalah nafsu. Banyak dari kita yang masih belum bisa mengendalikan hawa nafsu. Cakupan mata lebih besar daripada perut. Jika nafsu tak dikontrol, kita akan terus menumpuk makanan dalam piring-piring di pesta-pesta dan membuangnya percuma.

Langkah-langkah berikut ini mungkin bisa mengurangi makanan yang terbuang dengan sia-sia:

Berbelanja dengan pintar

Rencanakan belanja dengan bijak, jangan menuruti nafsu. Seorang kerabat saya sering belanja melebihi kebutuhan. Padahal beliau sangat sibuk di kantor dan jarang memasak di rumah. Plus beliau hanya tinggal berdua dengan suami. Tapi kalau belanja, seperti ibu rumah tangga dengan lima anak ABG yang sedang dalam masa pertumbuhan. Ketika saya menemaninya belanja, tugas saya adalah mengingatkan dan mengembalikan sebagian barang yang beliau masukkan ke kereta. Sementara ibu saya, kecuali pada saat Ramadhan itu, bisa dibilang a smart shopper. Beliau selalu membuat daftar belanja dan selalu berhasil menahan diri dari membeli barang-barang yang tak ada dalam daftar.

Ketahui masa simpan bahan-bahan pangan. Sayuran segar tak tahan lama. Jadi beli sesuai kebutuhan saja. Dan jangan membeli bahan pangan bermasa simpan pendek jika tak punya waktu untuk memasak. *Ini berlaku untuk saya juga.*

Satu lagi, jangan belanja dalam kondisi lapar. Salah satu sahabat saya punya kebiasaan makan dulu sebelum ke mall. Ini terbukti cukup efektif mengurangi nafsu jajan dan belanjanya lho.. *kecuali nafsunya untuk membeli sepatu..*

Sadar kapasitas perut dan ambil makanan secukupnya

Terapkan di mana saja: di rumah, restoran, pesta buffet, dsb. Ketika makanan diambilkan oleh pelayan pun kita bisa meminta porsi yang lebih kecil koq. Ingat selalu bahwa kita punya kewajiban menghabiskan makanan yang kita ambil. Orang yang berceletuk, “Ih, bersih banget piringnya. Kayak ga pernah makan enak aja..” justru adalah orang yang tidak beretika!

Bagaimana jika makanan sudah dalam porsi tertentu?

Dalam rapat di kantor, seringkali porsi makan siang (nasi kotak) melebihi kapasitas perut saya. Saya tengah membiasakan diri membawa bekal makan. Kalau ternyata ada rapat mendadak, jatah makan siang tinggal dibawa pulang atau diberikan pada tukang becak di jalan. Kalau saya tahu hari itu ada jatah makan siang, saya bawa lunchbox berisi buah atau snack, atau bahkan kosong, untuk diisi dengan separuh isi nasi kotak saya (biasanya hanya nasinya saja) untuk dibawa pulang.

Simpan dan habiskan sisa makanan

Jika makanan bersisa, jangan langsung dibuang. Sebenarnya kita telah banyak mempraktekkan hal ini. Misalnya ketika hari raya, opor biasa menjadi menu utama untuk beberapa hari. Asal jangan lupa untuk memanaskannya sebelum disimpan dan ketika akan disajikan. Untuk makanan tak berkuah, kita bisa mengolahnya menjadi menu lain. Misalnya nasi sisa makan malam bisa diolah jadi nasi goreng untuk sarapan, tuna goreng bisa diambil dagingnya dan dibuat spaghetti al tonno, sisa ayam goreng bisa dibuat isi sandwich, dsb. Tapi ingat, dimakan lho yaa.. Jangan biarkan menjadi fosil di kulkas! Cucu kita nggak butuh fosil tempe sisa simbahnya.

Berbagi

Saya suka masak kue. Padahal ayah saya terkena diabetes, ibu tidak suka makanan manis, adik saya sedikit overweight, dan kapasitas perut saya terbatas. Jadi biasanya saya bawa hasil masakan saya ke kantor atau diberikan pada anak tetangga. Jaman sekolah dan kuliah dulu, sahabat saya juga suka masak dan kadang-kadang kami membawa hasil masakan ke sekolah yang tentu saja disambut gembira oleh teman-teman. Anak sekolah dan mahasiswa kan selalu lapar. :)

Ketika bulan puasa, jatah makan siang rapat di kantor diberikan dalam bentuk kue-kue atau ayam goreng. Dan karena kantor saya sering mengadakan pertemuan, saya sering membawa pulang makanan. Sampai bosan rasanya sahur dengan ayam goreng. Daripada makanan jadi sampah, lebih baik diberikan pada orang lain.

Berbagi di sini juga berarti makan bersama. Coba perhatikan, sisa makanan ketika makan bersama-sama biasanya lebih sedikit daripada ketika makanan sudah dibagi dalam porsi per orang. Kalau ada orang yang tak doyan dengan suatu makanan, ada yang dengan senang hati menghabiskan. Kebersamaan membuat makanan (dan rejeki lainnya) jadi tambah nikmat. Iya kan?

Dorong restoran/industri jasa boga untuk menyajikan makanan dengan porsi yang lebih kecil

Disadari atau tidak, restoran dan industri jasa boga membentuk persepsi kita tentang porsi makanan. Seperti yang saya sebutkan, porsi makan siang nasi kotak dari catering belum tentu sesuai dengan kebutuhan kalori kita. Dari pengamatan saya, banyak yang tidak menghabiskan nasinya. Demikian pula dengan restoran siap saji. Rasanya perut saya mau meletus kalau dipaksa menghabiskan suatu paket makanan dari satu restoran Jepang siap saji. Makanya saya pesan yang paket untuk anak-anak. *Selain karena ada hadiahnya.*

Usulan untuk menyajikan porsi yang lebih stomach-friendly ini juga perlu diutarakan pada jasa catering jika kita mengadakan suatu hajatan. Jika anda memiliki usaha jasa boga, tak perlu ikut-ikutan kalap membuat makanan dengan porsi super besar. Megamonster burger memang terdengar menarik. Tapi apakah itu tak berlebihan namanya?

Saling mengingatkan dan mendidik sejak dini

Sejak kecil saya dididik untuk menghabiskan makanan yang ada dalam piring. Ibu saya selalu berkata, “Kasihan Pak Tani, sudah susah-susah menanam padi biar kamu bisa makan nasi.” Pengasuh saya malah sering berkata begini, “Anak wedok nek maem ra resik mengko bojone brewokan.” (Anak perempuan kalau makan nggak bersih nanti suaminya brewokan). *Padahal pria ber-goatee rapi itu oke lho.. hehe..*

Pesan seperti ini tak hanya disampaikan oleh ibu-ibu di Indonesia. Dalam novel The Joy Luck Club karya Amy Tan, Ying-ying berkata pada anaknya, Lena, jika ia tak menghabiskan nasi dalam mangkoknya maka wajah suaminya kelak akan banyak bintilnya.

Sayangnya, sekarang ini koq saya sering melihat anak-anak tak menghabiskan makanannya dan ibunya cuek saja (karena ibunya juga tak menghabiskannya).

"Banyak, banyak makan jangan ada sisa.. Ayo makan bersama.." - Pak Kasur, lagu 'Makan Jangan Bersuara'

Ketika makanan kita tetap bersisa..

Sisa sayuran, kulit buah, ampas teh, dsb. bisa kita jadikan kompos. Sediakan kotak/tong kompos di rumah. Alternatif lain, peliharalah binatang. Makanan di rumah saya tak pernah bersisa ketika kami memelihara kelinci dan marmut. :)

***

[caption id="attachment_301541" align="alignleft" width="289" caption="Love Food Hate Waste adalah kampanye mengurangi sampah makanan di Inggris. Perlu juga untuk kita ikuti di Indonesia."][/caption]

Masih ingat kasus beberapa tahun yang lalu ketika ada orang yang memungut sisa makanan dari hotel/restoran untuk diperjualbelikan dan kemudian diperkarakan? Menurut saya, hotel/restoran itu harus turut bertanggungjawab karena tak menerapkan Zero Waste Management. Kalau manajemennya bagus, tentunya tak banyak makanan sisa sehingga menimbulkan peluang bagi orang miskin dan tak berpendidikan untuk memulungnya. Mari kita terapkan juga Zero Waste Management bagi pribadi dan keluarga. Love food, hate waste.

Kelaparan tidak pantas ada di Indonesia. Jika ada kasus kelaparan di suatu daerah di negeri ini, jangan buru-buru menyalahkan pemerintah. Tanyakan pada diri sendiri, sudahkah kita habiskan makanan di piring kita? Jika belum, berarti kita turut bersalah telah membuang jatah makanan saudara kita, menyia-nyiakan kerja keras petani, dan menyia-nyiakan bumi.

*) Penulis tidak bermaksud menggurui, hanya mengingatkan. Tulisan ini dibuat agar penulis malu jika buang-buang makanan.

(gambar dari http://www.ecofoodrecycling.co.uk/wp-content/uploads/food-waste.jpg dan http://www.dover.gov.uk/images/lfhw-toptips_clip_image002.jpg)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun