Setelah melakukan pendataan, selanjutnya adalah melakukan pemetaan. Sebelumnya, saya telah diberi peta oleh BPS, peta ini nantinya akan kita lakukan penitikan dan diberi nomor, nomor disini bukan  nomor rumah warga tersebut, tetapi nomor bangunan yang akan kita urutkan saat melakukan verifikasi lapangan. Penomoran pada peta akan di salin ke lembar DP2 dan ditulis di kolom nomor bangunan sesuai dengan nama keluarga yang tinggal pada bangunan tersebut. Ada beberapa bangunan yang tidak boleh kita beri nomor, yaitu bangunan yang tidak berpenghuni dan tempat umum, seperti rumah kosong, sekolah, masjid, ruko, pasar, dan lain-lain. Pada saat melakukan pemetaan, jika dilapangan memungkinkan maka pemetaan harus dimulai dari bangunan yang berada di barat daya atau pojok kiri bawah peta.
Setelah peta dan lembar DP2 terisi semua, saya melakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah penduduk yang tinggal dan memiliki KK/KTP sesuai dengan SLS tersebut, penduduk yang tinggal tetapi KTP/KK tidak sesuai SLS, penduduk yang sudah tidak ada, penduduk yang sudah meninggal, jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan.
Ditengah pandemi seperti saat ini, ditolak oleh warga saat melakukan pendataan memang hal biasa, banyak warga yang ragu apakah petugas ini benar dari BPS atau hanya oknum yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan penipuan, ada pula warga yang takut terpapar covid oleh petugas, tetapi banyak juga warga yang menerima dengan baik. Walau saat tugas lapangan saya ditemani SLS tetapi tidak menjamin semua warga akan menerima. Selama melakukan tugas di lapangan saya hanya sebatas melakukan konfirmasi didepan pagar atau halaman rumah warga tersebut, untuk meminimalisir kekhawatiran dari warga tersebut.
Tetapi, tak jarang ada warga yang menjamu saya dengan baik, karena paham bahwa data tersebut bermanfaat untuk menentukan kebijakan pemerintah kedepannya. Bahkan ada banyak warga yang memberikan kata-kata positif ketika saya bertugas di lapangan, seperti :
"Jaga kesehatan ya mba, soalnya kan situasi lagi begini. Semoga sukses sensusnya"
Kata-kata seperti itu membangkitkan semangat saya untuk bertugas maksimal dalam SP2020 ini. Ada beberapa cara yang saya terapkan agar diterima dengan baik ketika melakukan verifikasi lapangan, seperti berpakaian sopan dan rapih, menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan benar, menggunakan bahasa yang santun, melakukan penjelasan yang mudah dipahami oleh warga, menjelaskan tujuan dari sensus penduduk 2020 dan juga tidak lupa senyum. Walau menggunakan masker dan face shield tetapi senyum akan tetap terlihat, karena saya percaya penampilan dapat menentukan orang untuk menilai diri kita baik atau tidak.
Menjadi petugas sensus memang pengalaman yang tidak akan pernah bisa saya lupakan, ketika memulai tugas hari pertama rasanya deg degan, dan bingung bagaimana berbicara dengan orang lain yang tidak pernah kita kenal, mengujungi rumah orang dan memaparkan penjelasan dan masih banyak lagi. Tetapi setelah dijalani hal ini sangat seru, saya bisa belajar bagaimana cara melakukan sosialisasi dengan baik dengan orang lain, meyakinkan seseorang, bagaimana harus merespon pertanyaan orang lain dan penilaian orang lain, dan juga merespon cerita dari orang lain dengan antusias tanpa menampilkan kesan buruk.
Selama melakukan kegiatan dilapangan, seringkali ketika mengunjungi rumah warga ada yang mengajak bercerita, mulai dari cerita tentang keluarga warga tersebut, bercerita tentang pendidikan, dan bertanya-tanya soal SP2020 ini. Dari sini juga saya belajar bagaimana menyusun penggunaan kata yang baik ketika merespon cerita atau pertanyaan seseorang agar jawaban saya sesuai dan tidak merugikan perasaan orang lain.
Bangga dan tidak menyangka dapat berpartisipasi dalam program 10 tahun sekali ini, dari kegiatan ini saya bisa berkomunikasi dengan baik dengan orang lain dan tidak takut ketika bertemu orang baru. Saya berharap SP2020 dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuannya, yaitu mewujudkan Satu Data Kependudukan Indonesia.
//
Nama : Savitri Widianti