Tahun 2020 ketika Covid baru saja menerjang dan  isolasi besar-besaran diberlakukan membuat kita semua dipaksa untuk benar-benar menikmati rumah dan segala kondisi yang berlangsung. Namun seketat apapun menjaganya pada akhir April sampai awal Mei 2020, suamiku terkena Covid tipe A yang menyerang pencernaan dan paru. Selama 2 minggu dalam perawatan di RSPAU Halim sungguh membuat senewen karena ini adalah serangan covid di masa awal dimana obat-obatannya masih dalam uji coba.
Puji Tuhan, setelah 2 minggu suamiku dinyatakan sehat dan diperbolehkan pulang.
Bersamaan dengan itu kurva penderita covid mulai melandai. Â Pemerintah memberikan sinyal untuk lebih memberikan ruang bagi masyarakat untuk bergerak dan bepergian.
Momentum ini kami ambil untuk melakukan perjalanan keluar kota untuk healing (meminjam kosa kata anak sekarang) dari rasa penat dan cemas di kota Jakarta.
Keluar negeri tentu bukan opsi yang bisa dilakukan, maka kami bepergian menggunakan mobil saja, pilihan kami adalah Magelang karena kotanya sejuk dan tenang.
Kami tertarik dengan sebuah Resort yang letaknya di daerah Grabag dan berada di tengah-tengah perkebunan kopi di bawah barisan pegunungan Pulau Jawa. Â Jika melihat dari iklan dan fotonya terlihat bahwa Resort Mesa Stilla yang dulunya bernama Losari Plantation sangatlah indah.
Akhirnya kami di akhir bulan Mei ditengah suasana pandemi memutuskan untuk melakukan perjalanan kesana. Â Tujuannya untuk tetirah dan rehat sejenak dari suasana yang mencekam di Jakarta karena Covid.
Dari Jakarta kami berangkat menuju Semarang, jalanan ternyata tidak sesepi seperti kami bayangkan tapi cukup ramai. Â Namun jalanan cukup lancar. Â Kami berhenti makan siang di Cirebon, makan di H. Apud yang terkenal dengan Sate Kambing dan Empal asamnya. Kemudian berhenti di beberapa pemberhentian yang di sediakan untuk meluruskan kaki dan melihat pemandangan.
Sesampainya di Semarang, kami langsung menuju hotel yang berada di daerah Jl. Gajahmada.  Makan malam, kami mencicipi hidangan di Toko Oen, salah satu toko kue legend yang menyediakan makanan ala Indische yaitu makanan Jawa Belanda.  Salah satu menu yang wajib di coba adalah Huzarensla (salad belanda dengan buah bit) dan es krim Peach Melba nya yg bercita rasa klasik dan tidak pernah berubah. Tidak lupa setelahnya sambil pulang menuju hotel, kami menyempatkan diri untuk mencicipi  makan sate ayam dengan telor muda di warung lesehan seberang hotel.
Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.
Sambil jalan-jalan kita mencicipi makanan-makanan enak di daerah.
Esok siang, kita berangkat menuju Mesa Stila. Menuju sana maka akan melewati daerah Ambarawa yang memiliki pemandangan indah membuat aku menahan nafas saking terpesonanya. Â Sebelum sampai hotel kami mengisi perut di Rumah Makan Kopi Eva. Â Apa yang istimewa dari rumah makan ini? Selain kopinya, tahu disini juga menjadi favorit. Â Lucunya tahu disini disajikan panas dan sudah direbus. Â Tahunya gurih beraroma dan tentu rasanya enaaakk. Â Wajib di coba.
Setelah kenyang, kami lanjut perjalanan memuju Resort yang ternyata tidak jauh dari Kopi Eva tidak sampai 1 km. Â Memasuki jalan pedesaan dan sampailah kami di MesaStila. Â Memasuki gerbangnya, akupun terkagum-kagum dengan suasananya yang asri, sejuk dan banyak pepohonan rindang. Â Jalannya menanjak dan lobbi penerima tamunya unik sekali, yaitu berupa eks Stasiun.
Menurut catatan Wikipedia adalah salah satu keunikan MesaStila Hotel yang mungkin tidak dijumpai di hotel mana pun di dunia adalah bangunan lobi. Pada waktu merintis hotel ini, Gabriella Teggia sengaja memboyong bangunan bekas Stasiun Mayong, Jepara, Jawa Tengah ke lokasi resort dengan mempertahankan bentuk asli, termasuk loket dan tulisan "Mayong-Losari 905 M". Bekas bangunan stasiun yang sudah didaftarkan sebagai cagar budaya tersebut digunakan untuk lobi.
Lobinya ini terbuat dari kayu dan masih dipertahankan keasliannya, begitu pula drnga foto-foto yang tergantung, furniturenya bahkan kotak posnya masih asli. Â Diriku terasa terlempar ke beberapa abad yang lalu.
Menurut catatan sejarah, hotel ini dulunya berupa perkebunan kopi yang dimiliki oleh seorang Belanda bernama Gustarf Vanders One. Â Kemudian di miliki oleh Gabriella Teggia yang mengubah perkebunan seluas 22 hektare menjadi resort di tengah perkebunan kopi. Â Sekarang tempat ini dimiliki oleh Sandiaga Uno.
Selain memiliki bangunan-bangunan Belanda yang masih dijaga dan dirawat dengan baik, untuk melengkapi resort ini didatangkan rumah-rumah jawa asli dari perbagai daerah. Â Kebetulan kemarin itu aku mendapat rumah ala Jogja yang sangat otentik dari mulai kayu, tegel, pintu, jendela bahkan kamar mandinya memakai kuningan-kuningan yang sudah tua, Â kamar yang kutinggali ini menghadap ke arah perkebunan kopi. Â Ada juga rumah asli Demak dll. Â Menarik untuk dikelilingi sambil belajar sejarah karena makin langkanya rumah-rumah budaya dari jaman dahulu.
Selain itu resort ini memiliki banyak benda-benda dari jaman dahulu yang dijadikan koleksi dan di jaga dengan sangat baik. Â Aku suka sekali melihatnya sambil berangan-angan tentang masa lalu.
Di MesaStila ini berbaur bangunan jaman kolonial dan Indonesia terutama Jawa dengan sangat harmonis. Â Misalnya bangunan Club Housenya beruba bangunan Belanda yang besar, kokoh dan dan indah di tanah paling tinggi. Â Pintu-pintu yang besar dan jendela-jendela antiknya terbuka lebar menghadap 8 gunung di Pulau Jawa yang mengelilinginya. Â Resort ini terletak di antara Gunung Andung, Merbabu, Merapi, Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Ungaran dan Gunung Prau. Â Jika senja datang maka puncak-puncak gunung ini di banjiri oleh sinar matahari senja berwarna jingga keemasan indah sungguh menakjubkan. Aku suka sekali duduk-duduk di teras rumah induk ini sambil menikmati teh hangat ditemani pisang goreng dan jajanan pasar yang disajikan oleh hotel.
Restauran hotel yang berada di seberang rumah utama adalah Rumah Limasan Joglo Jawa yang berumur lebih dari seratus tahun. Â Palang di atasnya penuh ukiran dan tidak ada sambungan berupa paku. Â Kayu-kayunya solid dan kokoh.
Jika hanya ingin beraktivitas di hotel saja maka MesaStilla memiliki kegiatan menarik yang bisa diikuti. Â Waktu itu ada kegiatan pagi yaitu keliling perkebunan kopi di pagi hari dan jalan sore ke desa-desa sekitar hotel. Â Aku mengikuti jalan sore dan ternyata sangat amat menarik loh. Â Sebelum berangkat pesertanya berkumpul di rumah besar, kemudian diberikan minuman dan kami berangkat bersama. Â
Dimulai dengan melewati perkebunan kopi milik hotel dan keluar menyusuri desa dan sawah-sawah di pedalaman. Â Sungguh mengasikkan loh. Â Kami jadi tahu tentang tanaman-tanaman obat yang tidak pernah kami.lihat sebelumnya.Â
Jalanan yang naik turun membuat nafas terengah-engah namun tetap semangat karenan pemandangan indah di sekeliling kami. Rumah-rumah tua khas jawa antik, orang-orang desa yang sangat ramah dan tentu saja banyak kopi dan hasil bumi lainnya yang sedang di taruh diatas terpal untuk di keringkan sebelum dijual. Â Oh ya ada yang khas dari penduduk disini, walaupun rumahnya ada yang sudah tembok bagus namun tetap saja menggunakan kayu untuk memasak.
Kembali ke hotel setelah 1,5 jam berjalan keliling, aku kembali ke rumah besar dan menikmati ruang bacanya yang spektakuler. Â Buku-bukunya yang menarik, guci-guci jaman VOC dan pemandangan Gunung Sindoro Sumbing menjelang senja dari jendelanya. Â Angin juga mulai semakin sejuk.
Tidak ada hingar bingar hanya bunyi binatang malam mulai terdengar. Â Alunan Musik alam memang sangat indah berpadu harmonis.
Esok paginya sebelum makan pagi, kami berjalan mengelilingi resort luas ini. Mengagumi rumah dan taman yang terawat apik. Â Mungkin karena masih pandemi hanya beberapa kamar saja yang terpakai. Â Sebuah keuntungan bagiku karena bisa menikmati ini semua dengan tenang.
Makan pagi yang disajikan berupa campuran Jawa dan Internasional. Â Enak dan lengkap. Â Kualitas pelayanannya tidak berkurang walaupun hanya segelintir orang yang menginap mengingat ini masih masa Covid.
Kami check-out jam 1 siang langsung menuju Jakarta. Â Sambil melaju pulang kami berhrnti di Ambarawa untuk menikmati makan siang di sebuat resto yang berada di tengah-tengah rawa penih. Â Nyaman sekali berada disini. Â Bahkan beberapa kali kami berhenti untuk sekedar menikmati pemandangan dan melihat Pak Tani yang sedang membajak sawah ditemani burung-burung kunthul putih alias bangau yang berlatar gunung hijau membiru nun dikejauhan.
Perjalanan yang penuh rahmat. Â Begitu bersyukurnya atas kesempatan melakukan perjalanan ini. Â Makin mencintai Indonesia karena memiliki tanah yang indah, makmur, subur dan budaya luarbiasa yang pantas kita banggakan.
Sebuah catatan perjalanan.
Jakarta, 29052023
Catatan : semua foto di artikel ini adalah hasil foto pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H