Mohon tunggu...
Savira Aulia
Savira Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politeknik Negeri Pontianak

saya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korupsi Gubernur Zumi Zola

18 November 2022   00:39 Diperbarui: 18 November 2022   00:40 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Analisis Kasus Korupsi Gubernur Jambi yang dilakukan oleh Zumi Zola
terkait suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan Daerah (RAPBD)
Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018

Korupsi merupakan salah satu bentuk tindak criminal, bisa didefinisi kan dengan perbuatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan mengambil hak orang lain secara diam diam dan tanpa izin, menerima bayaran atau suapan dan memeras. 

Seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi akan di berikan hukuman sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mengatur tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang mengatur tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. perilaku yang tidak baik ini, tidak untuk ditiru oleh generasi muda. 

Mayoritas kasus korupsi yang ada di Indonesia ini di lakukan oleh toko public bahkan sampai tokoh penting dalam suatu badan pemerintahan. 

Contoh Tindakan korupsi yang dilakukan oleh tokoh penting dalam suatu badan pemerintahan yaitu  Gubernur nonaktif Jambi Zumi Zola. Korupsi ini menjadi masalah besar bagi negara karena akan memperlambat dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi negara kita. 

Seharusnya sebagai seorang Gubernur memberi contoh perilaku yang baik kepada bawahannya dan juga masyarakatnya. Gubernur sebaiknya menjadi teladan karena mereka merupakan contoh dari  seseorang yang memiliki kekuasaan dan jabatan yang harus dipergunakan untuk hal-hal yang dapat memajukan daerah yang dipimpinnya, bukan untuk perbuatan yang tidak baik seperti korupsi. Pemimpin daerah seharusnya memberikan kesejahteraan rakyatnya.

Jabatan sebagai pemimpin daerah merupakan kuasa untuk memerintah suatu daerah, perintahan tersebut merupakan amanat dari rakyat untuk dilakukan seseorang pemimpin suatu pemerintahan untuk memajukan daerah yang dipimpinnya menuju ke arah yang lebih baik. 

Sekarang ini banyak orang menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi yang menyebabkan  disalahgunakannya kekuasaan untuk mencari kekayaan untuk dirinya sendiri tanpa mementingkan keadaan rakyat kecil, dan melupakan kewajiban untuk membangun daerah yang dipimpin. Perbuatan korupsi tidak dapat dijadikan panutan untuk generasi muda. hak asasi rakyat menjadi korban dari tindakan korupsi pemimpinnya. 

Banyak kasus korupsi  yang sedang marak di Indonesia.

Kasus korupsi juga terjadi di Provinsi Jambi. Korupsi tersebut dilakukan oleh Gubernur non aktif Jambi Zumi Zola  sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018. 

KPK dalam proses penyelidikan tersebut pihaknya memeriksa orang saksi dari Pemerintahan Provinsi Jambi, DPRD Jambi, Swasta, termasuk Zumi Zola. KPK kemudian menemukan  bukti permulaan yang cukup untuk menaikan status penyelidikan menjadi penyidik, dan mengantongi  dua tersangka, yakni Zumi Zola dan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi Arfan, setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup.

 Dari penyidikan tersebut keduanya telah memunculkan bukti soal dugaan uang suap yang dikumpulkan Arfanada yang ditujukan untuk Zumi Zola, dan untuk anggota DPRD Jambi terkait pengesahan RAPBD 2018. Pada proses pengeledahan di Rumah Dinas Gubernur danVila di Tanjung Jebung ditemukan dan disita sejumlah uang rupiah, dollar Amerika Serikat dan sejumlah proyek juga disita.

Korupsi merupakan masalah yang banyak terjadi di Indonesia, korupsi ini menyebabkan kerugian bagi negara Indonesia karena menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Banyak korupsi terjadi di pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Korupsi sekarang ini sudah tidak langka di lingkup pemerintahan Indonesia, karena itu banyak pemimpin daerah yang melakukan korupsi.

Gubernur non aktif Jambi Zumi Zola menjadi tersangka kasus dugaan suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018. Selain Zumi Zola, KPK juga menetapkan satu tersangka lain yakni mantan Pelaksanaan Tugas (Plt), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arfan. Selain sebagai tersangka kasus gratifikasi, Arfan kini juga menyandang status terdakwa dalam kasus suap RAPBD Jambi 2018.

KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap 16 orang di Jambi dan Jakarta pada 28 November 2017. Sebagian diantara mereka adalah pejabat Pemerintahan Jambi dan anggota DPRD Jambi.

Zumi Zola menerima grafitasi sebesar lebih dari Rp 40 miliar, 177.000 dollar Amerika Serikat, 100.000 dollar Singapura. Selain itu, Zumi Zola  menerima 1 unit Toyota Alphard dari kontraktor. Pertama, Zumi Zola menerima uang melalui orang terdekat, Apif Firmansyah sebesar Rp 34,6 miliar.

 Kemudian, melalui Asrul Pandapotan Sihotang yang merupakan orang kepercayaan Zumi Zola sebesar Rp 2,7 miliar, uang 147.300 dollar Amerika Serikat dan 1 unit Toyota Alphard. Selain itu, Zumi Zola menerima uang dari Arfan selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintahan Provinsi Jambi sebesar Rp 3 Miliar dan 30.000 dollar Amerika Serikat serta 100.000 dollar Singapura

Suap yang diduga diterima Zumi Zola digunakan untuk menyuap anggota DPRD Jambi agar hadir dalam pengesahan RAPBD Jambi 2018. Sebelumnya, sejumlah anggota DPRD diduga berencana tidak hadir dalam rapat tersebut karena tidak ada jaminan dari Pemerintah Provinsi Jambi. Jaminan yang dimaksud adalah uang suap. Zumi Zola menyuap 53 anggota DPRD Provinsi Jambi serta menyuap para anggota Dewan senilai total Rp. 16,34 miliar.

Gubernur Jambi periode 2016 s.d. 2021 nonaktif, Zumi Zola Zulkifli menerima divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. erdakwa Zumi Zola terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua pertama. 

Majelis Hakim juga menjatuhkan tambahan pidana untuk Zumi berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok. Dalam putusannya, Zumi terbukti melanggar Pasal 12B dan Pasal 5 ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Majelis Hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tidak menetapkan terdakwa Zumi sebagai justice collaborator (JC). Hal yang memberatkan, perbuatan Zumi tidak mendukung program pemerintah yang tengah gencar memberantas korupsi. Hal yang meringankan, Zumi menyesali perbuatannya, berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan telah mengembalikan uang Rp300 juta.

Terjadinya korupsi disebabkan oleh sikap kurang bersyukur manusia terhadap apa yang sudah didapat. Gubernur merupakan seorang pemimpin yang berkewajiban untuk mewakili rakyat dalam memimpin daerah. Pemimpin yang lupa atas kewajibannya akan memiliki sikap tamak dan tidak mementingkan kepentingan rakyatnya. 

Seharusnya sebagai seorang wakil rakyat, dia harus menjalankan amanah dari rakyatnya. Seperti saat mereka mengutarakan visi misinya pada kampanye yang dilakukannya.

 Keadaan politik di Indonesia sedang tidak baik karena banyaknya korupsi yang dilakukan oleh pemimpin yang berkewajiban menjadi wakil rakyat malah melakukan korupsi. Perilaku tersebut membuat rakyat bosan untuk menaruh kepercayaan kepada wakil rakyatnya. Karena sudah sering mereka menjanjikan hal-hal yang tidak ada wujudnya.

 Banyak janji yang telah di umbar saat kampanye tidak terwujud dengan baik, hal tersebut menjadi hal yang banyak dipertanyaan rakyat. Dan itu hanya janji-janji belaka, yang terjadi  korupsi.  Keserakahan yang menyebabkan para pemimpin pemerintahan menjadi kehilangan akal sehat dan melakukan korupsi.

Sebagai seorang pemimpin seharusnya tidak menggunakan uang APBD daerah untuk keperluan pribadinya, melainkan harus digunakan untuk membangun daerah yang dipimpinnya agar daerah tersebut menjadi wilayah maju. 

Jika pemimpin daerah pada akhirnya akan korupsi lebih baik pada saat  kampanye tidak perlu memberi janji-janji kepada masyarakatnya untuk kerja nyata membangun daerah tersebut. Seharusnnya pemimpin tidak hanya mengedepankan nafsu, keserakahan agar terhindar dari korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun