World HealthOrganization (WHO) menyatakan bahwa banyak masalah kesehatan mental  yang muncul pada akhir masa kanak-kanak dan awal remaja. Studi terbaru menunjukkan bahwa  masalah kesehatan mental, khususnya depresi, merupakan penyebab terbesar dari beban penyakit  di antara individu pada usia awal (WHO, 2016).Â
Data dari WHO juga menunjukkan bahwa depresi  merupakan penyebab utama dari penyakit dan kecacatan yang dialami remaja, dengan tindakan  bunuh diri sebagai penyebabketiga kematian terbesar (WHO, 2014).Data-data tersebut  menunjukkan bahwa saatini semakin banyak remaja yang mengalami depresi.Sejalan dengan hal tersebut, hasilpenelitian juga menunjukkan hasil yang serupa.Â
Di beberapa tahun terakhir, prevalensi remaja yang mengalami depresimulai meningkat, salah satunya merupakanhasil penelitian Mojtabai, Olfson, dan Han (2016) terhadap 172.495 remaja yang berusia 12-17 tahun dan 178.755 usia dewasa antara 18-25 tahun di AmerikaSerikat, Â menunjukkan prevalensi terjadinya depresi pada remaja dan dewasa awal meningkat di tahun- tahun terakhir ini, yaitu dari 8.7% di tahun 2005 menjadi 11.3% di tahun 2014 pada usia remaja, Â dan dari 8.8% menjadi 9.6% pada usia dewasa awal.Â
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh  Vardanyan (2013) yang menggunakan 713 siswa di Armenia menunjukkan bahwa rata- rata prevalensi kemungkinan terjadinya depresi adalah 16.7%, 6.2% adalah laki-laki dan 21.6% adalah perempuan.Â
Depresi pada remaja bukan sekedar perasaan stres ataupun sedih sebagaimana hal yang datang dan pergi begitu saja, melainkan merupakan sebuah kondisi yang serius yang dapat memengaruhi perilaku, emosi, dan cara berpikir para remaja tersebut, serta sifatnya yang permanen yang membutuhkan penanganan serius dari berbagai pihak untuk mengatasinya. Berawal dari kondisi stres itulah yang jika tidak segera teratasi dapat masuk ke fase depresi.Â
Depresi adalah  gangguan mental yang umumnya ditandai dengan perasaan depresi, kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau rendah diri, sulit tidur atau nafsu makan  berkurang, perasaan kelelahan dan kurang konsentrasi. Kondisi tersebut dapat menjadi kronis dan secara substansial dapat mengganggu kemampuan individu dalam menjalankan  tanggung jawab sehari- hari. Di tingkat yang paling parah, depresi dapat menyebabkan bunuh diri  (WHO, 2012).
RUMUSAN MASALAH
- Apa pemicu anak remaja depresi?
- Apa gejala awal pada anak remaja depresi?
- Bagaimana cara mengatasi anak remaja depresi?
TUJUANÂ
- Untuk mengetahui penyebab anak remaja depresi.
- Untuk mengetahui gejala awal pada anak remaja depresi.
- Untuk mengetahui cara mengatasi anak remaja depresi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif, dimana penelitian deskriptif dimaksudkan untuk menjelaskan suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat factual secra sistematis dan akurat. Penelitian kuantitatif dilihat dari jenis datanya adalah penelitian yang data dan penelitiannya bersifat numerik yaitu data yang berupa angka-angka atau gejala dan peristiwa yang diangkat.Â
Pendekatan kuantitatif adalah penelitian dengan mempelajari bagian luar dari permasalahan, bersifat atomistik yaitu memecah kenyataan pada bagian-bagian, dan mencari hubungan antar variable yang terbatas, bertujuan mencapai generalisasi guna kepastian dengan menguji hipotesa (Poerwanti, 2000).Â
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mendeteksi atau mengetahui sejauh mana variasi yang ada pada suatu variabel berkaitan dengan variasi pada variabel yang lainnya berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2010).Â
Melalui jenis penelitian ini, akan diperoleh informasi mengenai tinggi-rendahnya hubungan diantara variabel yang ada dan bukanlah mengenai bagaimana variabel-variabel penelitian saling mempengaruhi atau memberikan efek satu sama lain. Sedangkan menurut Alsa (2007) penelitian korelasional yaitu teknik yang digunakan untuk menguraikan dan mengukur seberapa besar tingkat hubungan antara variabel atau antara perangkat data.
HASIL PEMBAHASANÂ
- Pemicu stress pada remaja
- Masalah pelajaran sekolah
- Masalah dengan teman dekat/ pacar
- Masalah hubungan dengan orangtua
- Masalah persaingan dengan saudara
- Masalah dengan teman
- Penyebab Stres dan Depresi pada Anak Remaja
- Berbagai hal yang sering membuat remaja mengalami stres dan depresi adalah masalah kehidupan sosial, seperti hubungan keluarga, percintaan, pertemanan, hingga persoalan akademis di sekolah. Tekanan-tekanan tersebut bisa menjadi penyebab stres pada remaja dalam tingkat ringan, namun jika dibiarkan dalam waktu lama akan menyebabkan depresi. Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab stres pada remaja, di antaraya:
- Faktor genetic
- Perubahan hormone
- Faktor biologis, apabila neurotransmitter (zat kimia dalam otak) alami terganggu
- Trauma yang dialami saat anak-anak, seperti pelecehan fisik atau emosional dan kehilangan orangtua
- Kebiasaan berpikir negative
- Gejala depresi
- Depresi dapat terasa berbeda-beda bagi setiap anak. Berikut adalah tanda dan gejala yang umum terjadi.
- Gejala fisik:
- Lelah atau tidak ada energi, meskipun sudah beristirahat
- Gelisah atau sulit berkonsentrasi
- Kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari
- Perubahan selera makan atau pola tidur
- Rasa nyeri atau sakit yang muncul tanpa sebab tertentu
- Gejala emosional dan mental:
- Rasa sedih, cemas, atau mudah marah yang terus-menerus
- Hilang minat untuk bergaul dan melakukan kegiatan yang biasanya disukai
- Menarik diri dari orang lain dan merasa kesepian
- Merasa tidak berharga, tidak punya harapan, atau merasa bersalah
- Mengambil tindakan-tindakan berisiko yang tidak biasanya dilakukan
- Menyakiti diri atau memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup
Kecerdasan EmosiÂ
Kecerdasan emosi menurut Ayati (2019:35) merupakan kemampuan individu dalam mengenali emosi diri sendiri dan orang lain, kemampuan individu dalam memahami emosi diri sendiri dan orang lain, dan kemampuan dalam mengelola emosi pada situasi dan kondisi tertentu dalam upaya memotivasi diri, serta membina hubungan baik dengan orang lain. Menurut Salovey dan Mayer (Septiyani & Novitasari, 2017:69) individu yang cerdas secara emosi dapat mengelola emosi, mengendalikan perasaan san menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk mengarahkan pemikiran dan tindakan individu sehingga tidak akan merasa kecewa, khawatir, hingga depresi. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan dalam mengontrol diri secara positif baik di dalam dirinya maupun diluar dirinya, sehingga dapat memberikan kenyamanan tersendiri dalam kehidupan maupun di lingkungannya.
Dalam hal ini Suciati (2016:3) menyatakan terdapat 5 aspek dalam kecerdasan emosional yaitu:
- Kesadaran Diri (self-awareness) yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya, pikirannya, dan latar belakang tindakannya.
- Kemampuan mengelola emosi (menaging emotions) yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialaminya baik yang berupa emosi positif maupun emosi negatif.
- Optimisme (motivating oneself) yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri ketika berada dalam keadaan putus asa, dapat berpikir positif, dan menumbuhkan optimisme dalam hidupnya.
- Empati (empaty) yaitu kemampuan individu untuk memahami perasaan, pikiran, dan tindakan orang lain berdasarkan sudut pandang orang tersebut.
- Keterampilan sosial (social skill) yaitu kemampuan individu untuk membangun hubungan secara efektif dengan orang lain, dan mampu mempertahankan hubungan sosial tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi sangat lah penting, agar dapat mencapai kesuksesan dalam diri maupun dalam kehidupan bersosial. Dimana aspek kecerdasan emosi itu terbagi menjadi 5 aspek yaitu, kesadaran diri, kemampuan mengelola emosi, optimisme, empati dan keterampilan sosial.
- Cara mengatasi Depresi
- Â
- Ketika anak-anak stres, orang tua dapat memainkan peran penting dalam membantu mereka mengatasinya. Sama seperti orang dewasa, anak terkadang perlu diingatkan untuk mencintai dirinya sendiri.
- Bantu mereka mengidentifikasi dan mencatat waktu ketika mereka merasa stres dan mengidentifikasi pola respons mereka.
- Tunjukkan lebih banyak kepedulian. Pantau bagaimana stres memengaruhi kesehatan, perilaku, pikiran, atau perasaan anak Anda. Ingat, orang tua perlu berbicara dengan anak-anak mereka, berbicara dengan lembut, dan meyakinkan mereka.
- Jadilah panutan: Beri tahu mereka bagaimana menangani situasi yang membuat stres. Dengan meningkatkan pengalaman pribadi.
- Berikanlah pikiran positif kepada anak
- Ajak mereka beraktivitas diluar agar mereka bisa terhibur dan sedikit meredakan emosi ketika mereka sedang stress atau depresi.
PENUTUPÂ
Depresi adalah hal yang bisa dialami oleh semua orang mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Namun kecemasan pada orang tua kepada anak remaja yang mengalami depresi sering kali dihiraukan. Padahal pada masa pertumbuhan apalai masa remaja sangat rentang mengalami depresi karena hormon yang sudah mulai berubah. Masalah-masalah yang sering dialami oleh remaja adalah masalah percintaan dan pertemanan, pada masa ini lah bisa dilihat bahwa anak akan beranjak dewasa. Maka dari itu sebagai orang tua hendaknya lebih peka terhadap perkembangan anak agar ketika anak sedang mengalami depresi atau stress orang tua dapat mengetahui dan memberikan solusi terbaiknya sehingga anak tidak sampai melakukan hal yang tidak diinginkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H