Mohon tunggu...
Saver Bhula
Saver Bhula Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis.

Tiada hari tanpa mengetik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Perjalanan Hidup, Pater Kurt Bart, SVD

26 Maret 2022   23:10 Diperbarui: 26 Maret 2022   23:14 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Saver Bhula. 

Pater Kurt Bart, SVD merupakan misonaris asal Jerman yang menghembuskan napas terakhirnya di Ruangan crenning covid-19 RSUD Bajawa pada 16 Maret 2022. Sekitar pukul 13.30 WITA.

Pater Kurt SVD lahir di Theley-Saar, 11 Pebruari 1934 dari pasangan Ayah bernama Franz Bard dan Ibu Anna Bard.
Pater Kurt hanya memiliki seorang adik, Arnold Bard yang berumur 6 tahun lebih muda.

Dia menjalani pendidikan dasar di Theley-Saat, tamat tahun 1948. Pendidikan Seminari Menengah Pertama dan Menengah Atas di St. Wendel, tamat tahun 1957.

Kisah hidup yang disampaikan Pater Kurt Bard Franz, SVD dalam video berdurasi 25 menit tersebut menceritakan perjalanan hidup imamatnya hingga ke tanah Flores.

"Bapak saya adalah seorang buruh di tambang batu bara. Setiap hari turun kedalam tanah dengan kedalaman 800 mil. Bapa saya melarang kami tidak boleh ikut dan harus bersekolah.

Bapak saya ikut perang dunia ke 3 di Rusia. Selama 5 tahun, saya tidak melihat bapak saya di rumah. Sehingga mama berjuang sendiri untuk kami sehingga kami bisa hidup.

Saya hanya bisa melihat bapak pada hari Minggu atau hari libur. Sementara hari lainnya tidak pernah lihat. Karena setiap kali berangkat kerja jam 12 siang dan pulang jam 11 malam kami sudah tidur. Paginya kami pergi sekolah bapak masih tidur.

Waktu itu, gaji buruh tidak dijamin sehingga saya masuk sekolah SMP dan SMA berkat bantuan beasiswa dari perusahaan batu bara itu. Sementara adik saya berjuang sendiri untuk masuk sekolah.

Kemudian saya ikut pendidikan Filsafat di St. Gabriel Wina, Austria. Dia tamat tahun 1963. Padatahun itu juga ditahbiskan menjadi Imam SVD. Setelah tahbisan imamat, Pater Kurt SVD melanjutkan ke jenjang Pendidikan Teologi/Kateketik di Munchen, Jerman yang diselesaikannya pada tahun 1965.

Setelah selesai Pendidikan Teologi, Pater Kurt di tugaskan ke Indonesia Flores.  Pertama kali tiba di Jakarta pada 12 Agustus 1965 dengan kapal laut selama 3 minggu perjalanan. Saya harus pakai jubah sehingga orang yang datang menjemput saya bisa kenal.

Pada 17 Agustus 1965 saya saksikan pidato Sukarno dan ini tidak akan bisa saya lupakan. Saya pun angkat topi, bagaimana mungkin seseorang bisa tarik hati ribuan orang untuk pidato sekitar 3 sampai 4 jam dan orang pun tidak pulang.

Setelah itu, saya ke Surabaya naik kereta api dan tanggal 8 september 1965 berangkat dengan kapal menuju Flores. Dengan menempuh perjalanan samapi 3 hari untuk sampai ke Maumere.

Setelah sampai kami menuju ke Ende dengan menggunakan mobil jeep dengan kondisi jalan yang begitu buruk. Pada tanggal 12 September 1965 kami mulai belajar bahasa Indonesia dalam sebulan 1 kali saja selama 3 bulan.

Waktu itu orang tua saya tidak pernah mendapatkan surat selama 6 bulan. Tidak ada berita tentang nasib saya di pulau Flores.

Saya dipindah tugaskan selama 2 tahun di Ruteng dan kembali pindah tugas menuju Mataloko. Waktu awal saya ikut misa di Mataloko, saya pikir orang misa untuk para arwah karena mereka pakai kain warna hitam semua.

Saya sendiri merasakan gembira orang kita di Ngada  karena kerohanian yang kuat. Selain itu, saya juga sangat senang dengan keterbukaan orang kita disini dan tidak cepat tersinggung.

Memang semasa hidup saya, saya belajar banyak dari desa dan statis terlebih khusus di Were.

Di Were saya mulai dimasukan budaya orang Ngada dalam perayaan misa. Disini sudah biasa sekarang, tapi butuh perjuangan yang besar.

Pater Kurt SVD terkenal karena jasanya membesarkan Kemah Tabor Mataloko menjadi wisata rohani paling populer di kalangan umat Katolik di tanah Flores.

Kemah Tabor Mataloko menjadi rumah retret bagi sejumlah sekolah menengah dan komunitas Katolik di beberapa kabupaten di Pulau Flores. Alamnya yang sejuk dan dingin, dengan rerumputan hijau permai, memberikan sensasi rohani yang istimewa di benak peziarah dari manapun mereka berasal.

Selain itu, Jasa besarnya dilimpahkan kepada Umat Were sejak tahun 1965. Dari Pater Kurt Bard Franz, SVD mengajarkan untuk saling berbagi tanpa membeda-bedakan satu sama yang lain. Menebarkan kebaikan untuk saling membantu yang kekurangan.

Pater Kurt Bard, SVD adalah Misonaris yang ber-Wajah Jerman, ber-Jiwa Were.

Pengabdiannya sejak tahun 1965 di Flores terlebih khusus di Were,  menjadikannya sebagai berkat Tuhan yang kelihatan bagi umat Were. 

Banyak perubahan yang dilakukan untuk umat Were sehingga berkat jasanya Umat Were bisa terbentuk Paroki sendiri dengan nama Paroki Keluarga Kudus Nazareth Were.

Selain itu, memperjuangkan untuk membuka sekolah TK, pembangunan pastoral, Gedung Paroki, hingga Gereja. Banyak umat Were yang dibantu untuk melanjutkan pendidikan. 

Sehingga dengan sekian tahun pengabdiannya dijadikan Pater Kurt Bard, SVD adalah Bapak yang baik untuk orang Were. 

Sekian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun