Mohon tunggu...
Siti Savana
Siti Savana Mohon Tunggu... -

Belajar tidak peduli...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lukisan Malam di Bawah Rembulan

19 Desember 2010   16:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:35 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“Aku belum berhasil memenangkan sebuah azas yang kuyakini, sebuah ketakutan kepada diriku sendiri yang menghambatnya!!”; Kataku lagi. Andini diam menatapku. Sunyi sepi, kami sama-sama menahan dingin malam di puncak tempat Andini mengunjungiku. Diam-diam aku membalas smsmu tanpa setahu Andini malam itu, lalu mematikan telepon selularku. Pagi hari saat menghidupkannya, kembali aku menerima balasan pesanmu. Aku menangis karena ternyata kau dan burung-burung dara kembali tidak mempercayaiku.

Di Kota kecil, indah dan sejuk itu aku pernah merasa begitu dekat dengan hatimu, membuat aku sekilas beranikan diri berharap dapat bertemu secara pribadi denganmu. Penolakan halus dalam maaf dengan mengatakan kau sedang bertugas di luar negeri mengundurkan keberanianku bertemu lagi denganmu. Membuat sesaat aku jadi teringat ketika pernah hampir bertemu tidak sengaja di lantai enam kantormu, aku segera menghindarimu dan menangis di dalam toilet dan segera pulang untuk menghindari semua teman di kantor itu.

Semua seperti terhapus angin. “Bukankah rindumu dulu adalah sebuah kebohongan besar?”* Kuulangi meneriakkan lagi semuanya, meski aku tidak pernah lagi berani bertatap rindu dengan rindumu di tanah ini karena tanah ini adalah tanah kesempatan untuk berjuang dan berharap dari, oleh dan untuk cinta, Antonio!!

Kau lihat aku sedang mengukir nama muslimahku di atas debu, meski pernah kuberitahu bahwa aku bukanlah seorang perempuan muslim namun secara sungguh dan tegas engkau mengatakan tetap akan berteman denganku. Sungguh tragis. Aku mempercayai dirimu  dan kita saling percaya tanpa pernah saling mengenal dengan baik. Mungkin saja itu aneh tapi mungkin juga tidak. Aku bercerita tentang semuanya kepadamu. Eksistensi dan hidupku, semua kesukaanku, lagu-lagu yang kudengarkan dan banyak lagi. Sekarang semua tiada lagi. Hanya tulisan-tulisan yang berhembus dan berlalu satu arah kepadamu. Aku rindu seperti dulu, namun sebuah mimpi panjang itu telah menghancurkanku, namun meluncurkan banyak mahakarya cinta seperti “pohon tarbantin kebenaran’; tanaman Tuhan yang kuyakini.

Aku ingin engkau menjadi pemimpin yang berdiri di depan untukku, Antonio! Karena pemimpin yang tidak berdiri di depan tidak akan mendapatkan kegemilangan meski berkarya banyak dalam hidupnya.  Seperti emas dan kemenyan dupa cintamu kepadaNya, layakkanlah dirimu dengan cemara kasih terhadap tangan-tangan lemah yang menengadah ke atas yang membutuhkan uluranmu, uluran kasih dan debu ilmumu. Aku selalu mendoakan kesuksesanmu dan mohon teruslah berdoa untukku seperti pernah tersurat pada pesanmu. Semua ini tidak akan berarti tanpa kasihNya lahir di hatiku, karena hanya bersamaNya aku juga bisa merasakan indahnya cemara rinduku kepadamu!!

Lukisan malam di bawah rembulan natal ini kupersembahkan buat seorang sahabat nurani di ujung hati yang sangat kurindu karena telah sangat lama sekali tidak bertemu. I Miss You, Dear...

Medan

19.12.2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun