Mohon tunggu...
Sauzi Rachmasari
Sauzi Rachmasari Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Sosial

Hanya ingin menjadi manusia yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Kebahagiaan

30 Desember 2020   22:39 Diperbarui: 30 Desember 2020   23:02 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aku bahagia ketika aku bermakna. Aku bermakna disini artinya aku dapat bermanfaat, ya bermanfaat kepada siapapun. Tidak jauh dari hakikat seorang manusia. Manusia hidup untuk mengabdi kepada tuhannya dan menjaga alam semesta. Manusia adalah makhluk sosial, tak terlepas dari kehidupan antar manusia yang lain untuk saling melengkapi, agar tidak terjadi tumpang tindih, dan  alam semesta terjaga keharmonisannya. Ketika kita sudah berjalan sebagaimana mestinya kebahagiaan itu akan selalu menghampiri, entah bagaimana bentuk kebahagiaan di berikan kepada kita. 

Itulah kebahagiaan versi diriku. 

Kenapa aku memiliki versi bahagia seperti itu? Karena suatu kali aku pernah berada dalam keadaan yang terpuruk. Suatu kali aku sedang giat - giatnya belajar waktu itu. Aktivitas saat itu hanya bangun, sekolah, kerjakan pr, bantu orang tua, nonton tv, tidur, ibadah dan seterusnya begitu. Lalu terlintas pertanyaan saat menjelang mau tidur, "sebetulnya apa gunanya aku hidup?". Saya merasa ada kekurangan disitu. Walaupun hasil belajarku itu juga tidak dapat dipungkiri bahwa membuat seseorang yang lain bahagia juga karena prestasiku. Yaitu kedua orangtuaku yang bangga atas prestasiku. 

Aku mencoba menerka nerka sebetulnya apa sih tujuan manusia itu ada. Akhirnya membuka banyak pertanyaan. Kenapa ada jiwa di raga, bisa tidak bertukar jiwa, bisa tidak ketika sudah mati hidup kembali. Tapi pertanyaan itu masih belum terjawab karena saat itu aku masih smp. Pengetahuanku untuk belajar seperti itu masih gak karuan. 

Akhirnya tanpa rencana apapun, beruntung waktu smk aku dipertemukan dengan sebuah diskusi yang  menunjukkan sebetulnya tujuan hidup manusia itu untuk apa. Karena sejak ada pikiran seperti itu, aku merasa resah. Walaupun ada hal hal yang membuat aku bahagia menjalani kehidupan sesaat waktu itu. 

Tapi aku merasa kurang bermakna. Kurang puas bahagiannya. Ah dasar manusia yang gak pernah bisa puas juga sih. Dari sinilah sejak smk, tercetus tujuan itu "aku mempunyai keinginan untuk hidup bermakna, hidup bermanfaat untuk alam semesta."

Bermanfaatku itu aku wujudkan dengan aku belajar yang sungguh sungguh sebagai seorang pelajar, berkarya sebanyak-banyaknya sebagai seorang pekerja, dan berbagi sesama alam, sebagai seorang mahkluk sosial. Alam disini aku artikan manusia, hewan, tumbuhan dlsb yang ada disemesta ini. 

Seiring berjalannya waktu dengan aku menjalani aktifitas yang bermanfaat itu, menyadarkan kenapa aku bisa merasa resah memikirkan kehidupan manusia. Karena ternyata aku hanya memikirkan kebahagiaan diriku sendiri.

Padahal kebahagiaan atas diriku juga sebagian besar ada pada berbagi, memberi dan menyantuni mereka yang membutuhkan. Saat itu aku terlalu bangga atas pencapaian diriku saat itu. Tapi tidak memikirkan kebahagiaan orang lain. Padahal mereka juga berhak bahagia. 

Namun aku sadar, saat itu aku masih smk. Masih belum berpenghasilan. Bagaimana aku bisa berbagi kepada mereka, bagaimana aku bisa memberi makanan, minuman, baju yang layak kepada mereka, bagaimana aku bisa menyantuni mereka. Bagaimana aku bisa ikut menjaga hutan gunung sawah di Indonesia ini agar tetap makmur. 

Akhirnya dengan aku mencoba berbagai organisasi baik dari dalam maupun luar sekolah. Aku menemukan jalan bagaimana aku bisa berbagi kebahagiaan ku, memberika mereka kehidupan yang layak dan dapat secara tidak langsung menyantuni mereka. 

Akhirnya aku bisa memanfaatkan keterbatasan seorang pelajar kala itu yang hanya mempunyai tenaga dan pikiran untuk digunakan memenuhi tugas membahagiakan orang lain dengan cara mencarikan mereka seseorang yang berhati lembut, memiliki kelebihan rejeki, orang yang ikhlas membagikan rejekinya untuk mereka yang kekurangan. Ya sebagai penjembatan antara yang memiliki kelebihan rejeki dengan mereka yang kekurangan. 

Apapun yang bisa aku lakukan, selama itu realistis akan aku lakukan. Disinilah jalan dimana aku bisa bahagia. Bisa belajar sambil berkerja berkarya semaksimal, seoptimal mungkin. Dan tidak lupa tugas anak yang berbakti dengan tidak meninggalkan tugas membantu orangtua. 

Aku yakin apa yang aku lakukan saat itu hasilnya akan aku terima kelak. Dan yang menerimanya tidak hanya aku, tapi kedua orangtuaku, guruku dan mereka yang mengajak diriku untuk berbuat yang benar, mengenalkanku akan peduli sesama, mengajakku hidup seimbang. Mereka akan menuai juga hasilnya. 

Dan karena kalimat aku ingin bermanfaat itu. Aku menjadi bisa berdamai dengan ketakutanku akan bertemu orang lain, karena mencari dermawan kam kudu berani ngomong sama orang ya. Jadi ya dari siru. Terus berdamai dengan jarum suntik, akhirnya aku berani menyumbangkan darahku setiap 3 bulan sekali ke PMI. Memanfaatkan baju layak pakai untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Berbagi sedikit uang jajan untuk diberikan ke yang membutuhkan. Mengajak teman teman untuk ikut berbagi juga, nenyantuni mereka dengan tidak mengandung unsur pemaksaan, seikhlasnya mereka memiliki apa dan berapa. 

Dan sampai sekarang, akan saya lakukan. Dengan menjadi jembatan. Karena saya masih belum berpenghasilan. Apapun kondisinya. Kita bisa kok berbagi, memberi dan menyatuni mereka yang membutuhkan dengan melihat apa yang kita miliki. Jadi jangan dilihat kita gak berpenghasilan akhirnya kita gak bisa berbagi/memberi/menyantuni. Kita bisa loh menjadi alarm bagi saudara/keluarga/teman teman kita yang memiliki dana lebih untuk disalurkan. Kadang kadang ada yang senang apabila ia diingatkan. Atau menjadi relawan di bidang teman teman, menjadi pengajar, aktivis alam, dan lain sebagainya. 

Semakin hari semakin terasa bahwa sebenarnya hidul kita itu saling melengkapi untuk keseimbangan semesta. Yang berada untuk membantu mereka agar supaya berada juga secara ekonomi. Yang pintar membantu mereka agar banyak pengetahuan. Yang sudah berada maka menolong, berbagi kepada yang membutuhkan juga. 

Begitulah versi bahagiaku, cara membuat diriku bahagia dan siapa yang selama ini yang kubuat bahagia. Bahagiaku menjadi kebahagiaan semua juga. Aku akan berjuang untuk alam semesta ini, dengan mengabdi pada negeri ini sesuai bidang yang akan ku jalani. Tapi jangan dikira aku tidak merasa jenuh, tentu kalau saya tidak merasa jenuh malah dipertanyakan. Untuk kembali bangkit, aku mengingatkan kepada jiwaku bahwa memang beginilah tugasmu. Dan melakukan refreshing yang bisa mengembalikan semangat untuk berkarya kembali. Sekian dari ku. Terimakasih. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun