Anies-Sandiaga tampaknya kurang memahami kondisi ekonomi negara kita. Mereka tak tahu meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran di DKI Jakarta dan di Indonesia tak terlepas dari rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan pertumbuhan penduduk. Termasuk korupsi dan pemborosan keuangan negara oleh DPR/DPRD makin memperlebar jurang kemiskinan.
Basuki-Djarot telah melakukan perbaikan tempat tinggal (bedah rumah) untuk ekonomi lemah, bukannya penggusuran. Bedah rumah ini sangat diharapkan mereka yang terpinggirkan. Untuk mendukung Program Bedah Rumah, Ahok dan Djarot menambah pasukan pelangi dan yang akan melakukan perbaikan rumah kumuh adalah pasukan merah, yang akan digaji senilai upah minimum provinsi (UMP) tiap bulannya.
Dengan mengadministrasikan keadilan sosial, kita yakin bahwa Basuki-Djarot akan dapat melanjutkan pengentasan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja.
Prinsip keadilan dengan tujuan apa pun tidak boleh dilanggar siapa pun. Manusia yang bermoral antara lain ditandai kemampuan untuk mengerti dan bertindak berdasarkan keadilan (John B. Rawls dalam buku a Theory of Justice, 1971). Panduan normatif itu belum bermakna, jika tak diikuti bukti nyata mewujudkannya.
Demikian halnya demokrasi sebagai arena politik, membutuhkan moralitas dan keadilan. Tanpa itu, tak ada demokrasi sejati. Cita-cita demokrasi adalah keadilan sosial.
Anies-Baswedan jelas-jelas ngawur yang hanya mempermasalahkan masalah dari masalah kemiskinan, bukannya memberi solusi bagaimana menurunkan angka kemiskinan, demi terwujudnya keadilan sosial. Sebab, peningkatan angka kemiskinan tak terlepas dari pertumbuhan penduduk dan rendahnya pertumbuhan ekonomi serta meningkatnya korupsi dan pemborosan keuangan negara.
Beberapa sarjana memperkirakan 1% pertumbuhan penduduk membutuhkan investasi kira-kira 3 % - 4% persen dari pendapatan nasional, hanya untuk mempertahankan pendapatan per kapita (The Dynamics of International Politics, Padelford J. Norman & George A. Lincoln, 1964).
Pemerintah kita sedang berjuang keras mencapai target pembangunan yang berkeadilan sosial di tahun 2018. Kesenjangan sosial jelas sekali disebabkan, perlambatan ekonomi Indonesia yang pada gilirannya sangat berpengaruh pada tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Jika dihubungkan dengan nilai garis kemiskinan oleh Bank Dunia, maka kurang dari USD $1.25 per hari (100 juta jiwa rakyat Indonesia) adalah hidup di bawah garis kemiskinan. Kalau dihitung penduduk Indonesia (254,9 juta jiwa) dan yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD$ 2 per hari, maka sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 65 juta jiwa) hidup dibawah garis kemiskinan nasional. Ironisnya, hampir semua mal atau supermarket di Jakarta dan di Indonesia pada umumnya selalu penuh dikunjungi masyarakat tiap hari Sabtu dan Minggu.
One Kecamatan One Center of Entrepreneurship (OK OCE) adalah salah satu program Anies-Sandiaga yg sebenarnya bukan hal baru. Program yang demikian sudah lama dipraktekkan masyarakat luas. Bahkan, justru gagasan Basuki-Djarot lebih konkret ketimbang program OK OCE Anies-Sandiaga.
Program Basuki Cahaya Purnama menawarkan program “action oriented” ketimbang program OK OCE Anies-Sandiaga hanya berupa janji kosong untuk mengantongi suara pemilih sebanyak-banyaknya.