Definisi diatas berlaku untuk semua pebisnis diberbagai bidang usaha tidak ada yang terkecuali termasuk kita para pemain plastik dari hulu ke hilir, dari perusahaan yang mengelola pabrik besar bermodalkan dana raksasa, perusahaan home industri dengan modal pas pasan sampai ke para mediator perorangan yang bermodalkan kepercayaan saja, semua kegiatan bisnis yang dilakukan mengandung potensi keuntungan ataupun potensi kerugian. Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha baik pengusaha kelas kakap sampai kelas teri dipastikan pernah mengalami manisnya keadaan ketika bisnis sedang "untung" dan merasakan pahitnya ketika sedang "rugi".
Sebagian pebisnis ingin melakukan bisnis jika berpotensi mengandung untung besar saja, tidak salah dengan keinginan ini, namun perlu diperhatikan, bahwa bisnis yang berbasis kreatifitaslah yang bisa menghasilkan margin keuntungan yang sangat besar, namun jika kita melakukan kegiatan bisnis berbasis komoditas (barang barang umum) maka margin keuntungan biasanya telah ditentukan oleh standard rata rata industrinya. Jika kita mentargetkan keuntungan diatas rata rata industri maka harga jual kita akan menjadi lebih tinggi dibandingkan rata rata harga kompetitor kita. Biasanya produk yang lebih teruji kualitas dan lebih dikenal akan memiliki harga diatas rata rata industri dan akan tetap eksis di pasar walau dikelilingi oleh harga saingannya yang lebih rendah.
Demikian juga yang saya lakukan, sebagai pemain hulu (penyedia bahan baku) di bidang plastik seringkali eksekusi bisnis yang saya lakukan juga sering menghasilkan untung. Dalam praktek bisnis sehari hari jika saya menjual 'bahan bahan umum' yang diterima pasar, saya selalu akan mentargetkan margin keuntungan, bergantung dari resiko resiko yang akan saya hadapi, biasanya jika saya memproduksi sendiri barang tersebut menggunakan sumber daya sendiri maupun menjasa produksikan ke pihak lain maka saya mentargetkan keuntungan pada angka 500-1000/ kg. Jika saya mentradingkan barang orang lain maka margin keuntungan akan saya turunkan menjadi di level 250-500/kg. Jika peran saya hanya sebagai mediator maka margin keuntungan saya turunkan lagi ke angka 50-100/kg nya. Namun untuk bahan bahan yang tidak umum diterima pasar maka biasanya saya mentargetkan margin keuntungan yang relatif lebih besar, bisa diatas 1000 per kilogramnya.
Perhitungan potensi keuntungan ini tentunya sebuah perhitungan matematika, perhitungan bisnis tentunya akan sangat berbeda. Jika catatan diatas kertas kita akan bisa meraih untung namun pada kenyataannya bisa terjadi sebaliknya, ternyata ada faktor faktor lain yang berperan menentukan apakah perhitungan kita diatas kertas akan menjadi 'untung' atau 'buntung'.
Pada waktu itu saya tidak memproduksi bahan yang diminta sehingga saya harus mencarinya. Singkat cerita akhirnya saya mendapatkan bahan tersebut dari seorang rekan di Sidoarjo yang saya sudah saya kenal akrab karena kami kami sudah sering melakukan transaksi bisnis namun bukan transaksi bahan prosesan (peletan) tetapi transaksi bahan baku pe super limbah air mineral. Saya rutin mensupply bahan baku untuk selanjutnya dia jasa peletkan, hasil menjasakan inilah yang saya beli untuk saya jual kembali. Harga beli bahan tersebut dari rekan ini sebesar Rp. 13750 namun ada biaya kirim dari tempat dia (Sidoarjo) ketempat saya (Pasuruan) yang saya juga tanggung yakni sebesar 300 ribu, jadi net harga beli saya sebesar 13750+120 (ongkos) = 13870 untuk memudahkan perhitungan saya genapkan aja menjadi 13900/kg. Sayapun sudah membayangkan keuntungan yang akan saya terima yakni sebesar 14250-13900=350/kg, jika ada 2500 kg maka keuntungan saya menjadi 875000.
Karena kami (saya dan rekan trader di Jakarta) sudah saling mempercayai maka ada hal yang lazim dilakukan tapi kami tidak lakukan, yakni pengiriman sample bahan untuk dilihat ataupun untuk diuji. Pada waktu itu saya hanya menunjukkan foto bahan tersebut via email dan tanpa banyak tanya diapun langsung menyetujuinya tanpa melihat dan mencoba langsung sample tersebut pada mesin pabrik penerimanya.
Selanjutnya pada awal bulan ketika tiba waktunya untuk kirim bahan ini, saya pun dikirimkan bahan yang saya pesan yakni pe super a dari Sidoarjo tanpa saya cek lagi kualitas bahan dari setiap saknya, selanjutnya sayapun mengirimkan ke Jakarta dari lokasi saya di Pasuruan sebanyak 2,5 ton bahan pe super a tersebut ditambah barang lain yang biasa saya kirim (pe super b dan pe hitam) sebanyak 12,5 ton sehingga total bahan yang saya kirim menjadi 15 ton dengan ongkos truk (Pasuruan-Jakarta) total 4,5 juta, atau 300/kg nya.
Rekan bisnis saya di Jakarta ini memiliki modal yang cukup sehingga dia tidak harus mendapatkan PO dulu dari pabrik untuk mengorder bahan kepada saya, dia terbiasa untuk menstock bahan yang sudah menjadi pemintaan rutin pabrik, ketika ada permintaan (PO) turun dia bisa langsung kirimkan tepat waktu.
Ternyata PO untuk super a tersebut baru turun awal bulan berikutnya setelah tanggal terima bahan dari saya, dia pun mengirimkan ke pabrik, namun ternyata pabrik penerimanya menolak menerima sebagian dari kualitas pe super a ini, dari total 2,5 ton itu yang diterima hanya setengahnya saja, yaitu 1125 kg, untuk setengah lainnya diretur (ditolak) pabrik. Karena di retur maka diapun kontak saya tentang keadaan ini, dan sayapun mengatakan bahwa barang yang saya jual selalu bisa diretur sepanjang alasan kualitas tidak sesuai dengan harapan. Sayapun mengecek langsung ke gudang dia di Jakarta untuk melihat kualitas bahan yang diretur, ternyata memang tidak sesuai dengan foto yang saya terima sebelumnya dari rekan di Sidoarjo, dari hasil foto terlihat perfect sesuai dengan permintaan, namun barang yang dikirim sebagian tidak sesuai kualitas yag ada pada foto tersebut.