Setiap hari, sebagian besar dari kita, terutama yang hidup dikota besar, apapun status sosialnya, dari golongan mana kita berasal, seberapapun besarnya tingkat pendapatan kita, akan sangat sulit untuk menghindarkan diri dari 'tidak menghasilkan sampah' dalam berkegiatan sehari hari. Ketika kita sedang di jalan dan merasakan haus, hal termudah yang biasanya kita lakukan adalah membeli minuman instant yakni 'air mineral bermerek' yang dikemas dalam botol plastik yang bisa kita dapatkan dengan mudahnya di pinggir jalan melalui pedagang kaki lima ataupun di toko retail modern yang saat ini semakin mudah kita jumpai di sepanjang jalan. Setelah kita menenggak habis minuman tersebut maka akan ada yang akan tetap tersisa karena tidak habis kita konsumsi yakni botol kemasannya, sebagian dari kita biasanya akan membuangnya ke tempat sampah, namun tidak jarang sebagian orang akan membuang botol botol ini kemanapun dia suka 'seenak perutnya sendiri'. Perilaku membuang sampah sembarangan ini seringkali kita temui di berbagai tempat di pelosok tanah air dan hal ini bukanlah suatu pemandangan asing bagi kita. Dengan semakin banyaknya jumlah penduduk maka semakin besar pula tantangan dan dinamikanya dalam hal pengelolaan sampah ini. Kita dihadapkan dengan beberapa pilihan, membiarkannya, mengelola 'semaunya', atau mengelolanya dengan benar. Sebagian dari sampah ini , contohnya plastik, bersifat anorganik artinya sulit untuk bisa terurai secara alami, diperlukan waktu yang lama, bisa ratusan bahkan ribuan tahun untuk dapat terurai, sehingga apabila tidak segera menanganinya dengan serius maka akan melihat kehancuran lingkungan dan ekosistem. Sampah anorganik akan tertanam di dalam tanah selanjutnya akan menjadikan tanah tercemar dan tidak dapat ditanami, jika dibiarkan mengendap disungai maka sungai akan sulit mengalir sungai dan mengakibatkan banjir, dan jika dibiarkan maka sampah sampah akan bermuara di laut dan akan meracuni ikan ikan yang selanjutnya akan kita konsumsi, tidaklah heran jika saat ini kita sering mendengar banyak pengidap penyakit yang sangat sulit untuk diobati dan sebagian penyebabnya karena penanganan yang salah terhadap sampah seperti dengan membakarnya sehingga dapat mengakibatkan kanker, silahkan simak artikel berikut http://newscheat.blogspot.com/2012/03/fuel-waste-plastic-can-cause-cancer.html. Jika kita salah mengelola sampah maka dampaknya sudah tentu saja akan sangat mengerikan namun sebaliknya jika kita mampu mengelolanya dengan benar maka dampaknya pun akan memberikan berkah bagi kita. Sampah organik akan membuat tanah subur jika dikelola menjadi kompos, Michiaki Shigehiro dengan teknologi plasma arc mampu mengelola sampah menjadi tenaga listrik, dengan alat biosteam converter mahasiswa Unair Surabaya mampu mengubah sampah menjadi BBM dan mampu menggerakan becak motor, dengan teknologi penyulingan Marno Mukti mampu menyulap sampah menjadi BBM alternatif, kemudian di Desa Badegan, Kabupaten Bantul seorang Bambang Suwerda mampu memberdayakan ekonomi desa dengan membuat Bank Sampah, masyarakat bahkan bisa mendapatkan penghasilan tambahan dengan cara menabung sampah pada Bank ini, program bank sampah ini memiliki imbal balik yang saling menguntungkan dengan nasabahnya yakni masyrakat itu sendiri sehingga bisa terjadi sebuah proses yang berkelanjutan. Sudah saatnya kita para pengusaha limbah, pemerintah dan masyarakat bergandengan tangan untuk bersama sama menanggulangi dampak negatif dari sampah ini lewat program program yang berjangka panjang dan solutif terhadap perkembangan jaman, semoga limbah sampah di Indonesia kedepan akan semakin bisa ditekan dampak buruknya sekaligus memajukan perekonomian negara dan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H