Mohon tunggu...
Saut Donatus Manullang
Saut Donatus Manullang Mohon Tunggu... Akuntan - Aku bukan siapa-siapa! Dan tak ingin menjadi seperti siapa-siapa.

Damailah Negeriku!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

"Pilih Densus 88 atau Densus 86?"

4 Januari 2014   11:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:10 2023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

"PILIH DENSUS 88 ATAU DENSUS 86?"

Setiap kali terjadi penggrebekan teroris oleh Densus 88, maka berita tersebut akan menjadi headline di media cetaka maupun elektronik. Para kru tv segera meluncur  ke "TeKaPe" untuk menyajikan berita tersebut secara langsung, dan kata “live” akan disematkan di pojok layar kaca televisi permisa di rumah. Di media facebook dan twitter juga akan langsung bergentayangan tulisan-tulisan pro-kontra, bahkan hujat-menghujat tak terelakkan. Apalagi situs-situs tertentu, langsung pasang kuda dan benteng.

Tidak ketinggalan para kompasianer beramai-ramai menurunkan tulisannya menyangkut aksi Densus 88. Isi tulisan kompasianerpun beragam. Yang pasti Pro-Kontra menghiasi setiap tulisan.

Banyak tulisan yang menghujat Densus 88 karena dalam setiap aksinya mengakibatkan korban meninggal dari pihak terduga teroris. Mereka menganggap bahwa Densus 88 berlebihan dalam bertindak yang mengakibatkan jatuh korban. Ada yang berdalih bahwa aksi tersebut sudah melanggar HAM. Ada yang beranggapan bahwa Densus 88 memberantas teroris dengan cara teroris pula, sewenang-wenang, mengabaikan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dll.

Untuk mendukung tulisannya mereka mengutip pasal-pasal dalam UUD 45 : “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya atau  Deklarasi Universal HAM:” No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment."

Atau mengutip pasal-pasal dalam KUHAP: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap" dan lain sebagainya.

Lebih aneh lagi, ada juga yang beranggapan bahwa setiap penumpasan teroris hanya 'sekedar pengalihan isu' saja. Tak jelas isu apa maksudnya dan apa kolerasinya. Kesannya pemberangusan teroris hanya 'rekaan' saja, 'setingan' sesuai selera sang sutradara. (Jika benar hanya rekaan berarti teroris yang ditembak mati itu sang aktor martir donk...what a pity!!)

Pada intinya sebagian pendapat yang kontra, tidak setuju dengan tindakan Densus 88, bahkan ada yang terang-terangan menghujat Densus 88 dan berharap segera dibubarkan oleh presiden. Bagi mereka ini, apapun tindakan Densus 88 pasti salah, kadang langsung diberi label khusus. Entah apalah namanya.

Sebagian dari mereka lebih senang, jika di media itu cukup hanya kasus penangkapan para koruptor saja yang diberitakan. Atau pemerintah cukup mengurusi carut-marut ekonomi negeri ini. Kasus teroris nanti saja diurusin, bukan prioritas.

*TINDAKAN DENSUS 88*

Bagaimanapun setiap tindakan Densus 88 pasti ada alasan kuat mengapa mereka sampai melakukan tindakan mematikan dalam memberantas teroris. Di samping tindakan mereka telah dilindungi oleh UU, mereka tentu sudah banyak makan asam-garam dalam menghadapi teroris.

Dalam setiap penangkapan pelaku tindak kejahatan tentu kepolisian ingin menangkap targetnya tanpa harus melukai. Kepolisian selalu terlebih dahulu memperingatkan target agar menyerahkan diri secara suka rela (persuasif). Dan jika peringatan tidak dihiraukan, maka polisi akan menangkap secara paksa. Penangkapan paksa inilah sering terjadi perlawanan dari tersangka yang mengakibatkan ada yang terluka di kedua pihak.

Adegan ini juga sering terlihat dalam pilem-pilem Hollywood dan Bollywood, apalagi dalam pilem kartun "Police Academy". Hehehehehe....

Sebelum melakukan penggrebekan, tentu kepolisian sudah mengumpulkan banyak informasi selama pengintaian/observasi, riset dan menentukan pola. Mereka sudah memperhitungkan secara cermat sebab-akibat penyergapan. Mengkalkulasi resiko dan langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk meminimalisir resiko jika terjadi perlawanan. Densus 88 pasti sudah melakukan

Kita tidak boleh lupa, bahwa tindakan teroris itu adalah dikategorikan sebagai tindakan kriminal luar biasa (extra ordinary crime). Jadi jangan membayangkankan sama dengan menghadapi sekelompok kriminal perampok bertopeng sekelas "gerombolan si Berat" dalam komik Donal Bebek. Apalagi menyandingkannya dengan pencopet di terminal. Namanya juga extraordinary, tentu penanganannya juga harus extra donk.

Kita jangan lupa bahwa nyata-nyata teroris dan ideologinya sudah tumbuh subur di negeri tercinta.

Kita harus ingat, bahwa selama ini sering terjadi baku tembak sebagai bentuk perlawanan dari teroris, bagaimana dr.Azahari tewas meledakkan diri dalam sebuah penyergapan yang dilaksanakan kelompok Detasemen Khusus 88 di Kota Batu karena ingin menghindar dari tangkapan Densus 88.

Jangan lupa, setiap akhir penyergapan, ditemukan berbagai jenis senjata api dan bahan peledak di lokasi penyergapan.

Berapa banyak sudah, anak bangsa terbaik yang bergabung dalam Densus 88 telah menjadi korban luka, menjadi cacat dan gugur tertembus peluru para teroris.

Berapa banyak sudah, nyawa orang tak berdosa yang hilang akibat dari ledakan bom bunuh diri sejak tahun 2000.

Apakah kita sudah lupa atau memang pura-pura lupa, jangan-jangan kita diam-diam dalam hati tersenyum gembira dengan semua itu.

Ah, apa memang bangsa kita ini adalah bangsa pelupa ya.

Densus 88 bisa saja tak selalu benar dalam setiap tindakannya, Satuan Khusus Polisi manapun di dunia ini belum tentu benar-benar mulus dalam setiap operasinya. Katakanlah Densus 88 pernah melakukan salah tangkap lalu dilepas apakah pantas langsung dihujat?

Oh ya, dalam strategi intelijen, bisa saja suspect dilepas dengan alasan salah tangkap atau kurang cukup bukti, namun tindakan tersebut memang merupakan salah satu strategi. Dimana ‘suspect’ diharapkan akan kembali kepada kelompoknya tanpa disadari pihak polisi tetap memantaunya dari jauh. Ibarat kata, untuk memancing ikan besar, cobalah dengan umpan ikan kecil. Fishing with fish. Kali aja seeeh….!!

Jika anda merasa bisa melumpuhkan terduga teroris ("terduga" namun nyata-nyata melepas tembakan ke aparat) dengan berbagai teori anda, anda layak menjadi penasehat Khusus Densus 88. Jika tidak diterima, cobalah menulis buku panduan bagaimana menghadapi terduga teroris yang baik dan benar di lapangan agar tak ada jatuh korban. Tentu akan sangat bijaksana.

**TINDAKAN DENSUS 86**

Densus 86 ini adalah hanya imajinasi saya. Dan mungkin satuan khusus ini akan lebih diterima daripada Densus 88.

Karena satuan imajiner ini dalam praktiknya akan selalu mengedepankan kata sandi "86" dalam melakukan penyergapan. Satuan ini lebih cinta damai, lebih manusiawi dan lebih mengedepankan pendekatan persuasif dalam menangani setiap kasus. Walau dilengkapi rompi anti peluru, night vision glasses, helmet baja dan senjata mematikan, tim ini selalu berhasil dalam misinya tanpa melukai target.

You know-lah...!Istilah "86" cukup populer dan sudah menjadi kata sandi umum.

Skenario Peyergapan Densus 86:

Rumah tinggal para terduga teroris sudah terkepung, semua personil sudah siaga di posisi masing-masing. Terlihat beberapa target hilir mudik di dalam rumah. Tampak para "suspects" menggenggam senjata revolver di tangan. Diduga juga bahwa mereka memiliki bahan siap ledak yang cukup untuk melululantakkan satu RT.

Seorang personil Densus 86, mendekati lokasi target dengan mengangkat kedua tangannya sebagai isyarat bahwa dia tak memiliki senjata dan memiliki niat baik untuk melakukan negosiasi. Ya, petugas tersebut adalah sang Negosiator, orang yang ahli dalam berkomunikasi dengan tenang, berani, mendapatkan kepercayaan target, memberi harapan-harapan dan melakukan kompromi. Sama persis seperti peran Samuel L. Jackson dalam filem "The Negotiator" untuk melepaskan sandera.

Beberapa saat kemudian Sang Negosiator sudah di rumah target. Berbincang-bincang dengan para terduga teroris. Kadang terdengar suara tawa sayup-sayup.

Tak butuh waktu lama, sang Negosiator keluar sambil tersenyum puas sambil mengacungkan jempol sebagai kode khusus kepada personal lainnya. Tanpa dikomando seluruh personal Densus 86, langsung bergerak ke dalam truk yang mengangkut mereka dan kembali ke markas.

Benar-benar tak ada korban, tak ada dentuman senapan laras panjang. Semua berjalan dengan damai. Semua berkat Densus 86.

Jadi, bagaimana dengan anda, setuju Densus 86 imajiner ini dibentuk? Toh... hanya selisih 2 kok sama Densus 88...Hehehe :-)

Mohon maaf jika tidak berkenan dengan oretan ini.

Salam Tabik Erat

ParJalpis,Siantarcity

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun