Sebelum kita membahas keunikan Kampung Adat Cireundeu, perkenalkan nama saya Sausan Zahra asal Jambi yang berkuliah di Universitas Negeri Padang pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan sedang mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM4) di Universitas Pendidikan Indonesia.
Pada kegiatan Kebhinekaan 2 Modul Nusantara pada tanggal 03 Maret 2024, saya mengunjungi Kampung Adat Cireundeu yang berada di Kota Cimahi. Saya bersama teman-teman berkunjung kesana menggunakan angkutan kota (angkot) yang mengantarkan kami dari Museum Pendidikan Nasional UPI menuju Kampung Adat Cireundeu dengan perjalanan selama kurang lebih 45 menit.
Setibanya di Kampung Adat Cireundeu, saya dan teman-teman kelompok disambut oleh Kang Yayat selaku warga adat. Kang Yayat menjelaskan kegiatan yang akan kami lakukan selama berada disana, yaitu memainkan angklung buncis, membuat beras singkong, serta diskusi kelompok. Kegiatan pertama yang saya dan teman-teman lakukan yaitu belajar mengenai angklung buncis bersama Mang Rey.
Angklung buncis berbeda dari angklung lainnya, hal ini dikarenakan angklung buncis merupakan angklung tradisional dan bernada pentatonis (5 tangga nada/da-mi-na-ti-la). Kami diperkenalkan kepada angklung buncis, serta diajarkan untuk memainkan sebuah lagu. Setelah mempelajari angklung buncis, saya dan teman-teman melanjutkan kegiatan dengan mengenal nasi singkong oleh Kang Yayat.
Nasi dari padi bukan merupakan makanan pokok warga adat Cireundeu, melainkan beras singkong yang berlangsung dari tahun 1918 hingga sekarang. Apasih beras singkong itu? Jadi beras singkong merupakan beras yang terbuat dari singkong. Tujuan awal mengganti beras padi menggunakan beras singkong yaitu agar mendapatkan kemerdekaan lahir dan batin saat beras padi susah didapatkan pada zaman penjajahan.
Ada beberapa langkah dalam membuat beras singkong yang harus dilakukan oleh masyarakat Cireundeu yang dikenal dengan istilah 7D, yaitu dikupas, dicuci, diparut, diperas, dikeringkan, ditumbuk, dan diayak. Setiap bagian singkong dapat digunakan sehingga tidak ada yang terbuang, seperti kulit singkong yang bisa diolah menjadi kadedemes yang dapat menjadi lauk, selain itu dapat diolah menjadi dendeng kulit singkong.Â
Sisa air perasan dari membuat beras singkong dapat digunakan untuk beberapa hal, lapisan paling bawah air dapat diolah menjadi tepung tapioka atau aci, lapisan kedua air dapat dibuat menjadi kerupuk, dan lapisan pertama dibuang. Setelah mempraktikkan pembuatan beras singkong, kami lanjut melakukan diskusi bersama Kang Yayat.