Mohon tunggu...
Sausan Adiba
Sausan Adiba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Jurusan Akuntansi - Trisakti School of Management

Saya merupakan mahasiswa S1 Trisakti School of Management jurusan Akuntansi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Istana ke Dunia: Warisan Kepemimpinan Ratu Elizabeth II

24 Agustus 2024   14:30 Diperbarui: 24 Agustus 2024   14:33 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"When life seems hard, the courageous do not lie down and accept defeat; instead, they are all the more determined to struggle for a better future." - Queen Elizabeth II

Dalam dunia kepemimpinan yang terus berubah, kemampuan untuk menggabungkan rasionalitas dan emosionalitas menjadi semakin penting. Ratu Elizabeth II merupakan sosok monarki yang memerintah Britania Raya selama lebih dari tujuh dekade, telah menjadi simbol kestabilan dan persatuan bangsa. Selama lebih dari tujuh dekade, Ratu Elizabeth II telah menduduki tahta Inggris, menjadikannya salah satu pemimpin monarki terlama dalam sejarah. Kepemimpinannya yang panjang dan stabil telah menjadikannya ikon global. Namun, di balik mahkota dan jubah kerajaan, terdapat sosok perempuan yang telah berhasil menavigasi kompleksitas peran kepemimpinan dalam sebuah institusi yang sangat maskulin.

Sebagai salah satu pemimpin paling ikonik dalam sejarah modern, Ratu Elizabeth II telah menunjukkan kepada kita bahwa kepemimpinan yang efektif tidak hanya bergantung pada keputusan strategis dan kebijakan, tetapi juga pada kemampuan untuk terhubung secara emosional dengan orang lain. Analisis ini akan mengeksplorasi bagaimana Ratu Elizabeth II, sebagai seorang perempuan, telah membentuk dan dipengaruhi oleh peran kepemimpinannya.


Vision and Mission

Ratu Elizabeth II memiliki visi yang jelas untuk Monarki Inggris, yaitu menjaga stabilitas, kontinuitas, dan relevansi monarki dalam masyarakat yang terus berubah. Visi ini tercermin dalam upaya Ratu untuk memastikan bahwa monarki tetap menjadi simbol persatuan dan tradisi, sambil tetap beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain itu, Ratu Elizabeth II, memiliki misi yaitu melayani rakyat Inggris dan negara-negara Persemakmuran dengan integritas, dedikasi, dan rasa tanggung jawab yang tinggi.

Misi ini terlihat jelas dalam seluruh perjalanan kepemimpinan Ratu Elizabeth II, di mana dia selalu menempatkan kepentingan rakyat dan negara di atas kepentingan pribadi. Misalnya, setelah kematian Raja George VI pada tahun 1952, Ratu Elizabeth II dengan cepat mengemban tanggung jawab sebagai Ratu di usia muda, menegaskan komitmennya terhadap misi untuk melayani bangsa. Misinya untuk menjaga stabilitas dan persatuan negara juga terlihat dalam pidato-pidato tahunannya dan keterlibatannya dalam acara-acara nasional yang penting.

Empathy

Ratu Elizabeth II dikenal karena kemampuannya untuk merasakan dan memahami perasaan orang lain. Dalam banyak kesempatan, dia menunjukkan empati, seperti saat memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka atau saat mengunjungi daerah yang terkena bencana. Ini sejalan dengan pentingnya empati dalam kepemimpinan, yang membantu membangun hubungan yang lebih dalam dan bermakna.

Empati juga terlihat dalam cara Ratu Elizabeth II berinteraksi dengan berbagai orang dari berbagai latar belakang selama masa pemerintahannya. Dia sering kali berusaha untuk memahami keadaan dan perasaan individu yang dia temui, baik dalam pertemuan resmi maupun dalam kunjungan ke berbagai komunitas di seluruh dunia. Kemampuannya untuk mendengarkan dengan penuh perhatian dan menunjukkan perhatian tulus terhadap orang lain membantu memperkuat hubungan antara monarki dan rakyat, serta menunjukkan bahwa kepemimpinan yang efektif tidak hanya memerlukan otoritas, tetapi juga hati yang peduli.

Positive Leadership

Ratu Elizabeth II sering kali mempromosikan nilai-nilai positif dan harapan. Dalam pidato-pidatonya, dia sering menekankan pentingnya persatuan, ketahanan, dan cinta. Pendekatan ini mencerminkan prinsip kepemimpinan positif, di mana pemimpin berusaha untuk menginspirasi dan memotivasi orang lain melalui cinta dan dukungan, bukan melalui ketakutan. 

Salah satu contoh yang kuat adalah bagaimana dia mendorong stabilitas dan kontinuitas dalam kehidupan masyarakat Inggris. Selama beberapa dekade, Ratu selalu menekankan nilai-nilai tradisional seperti layanan publik, kerja keras, dan integritas. Dia melakukannya dengan menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap peran dan tugasnya, serta dengan secara konsisten menunjukkan kepedulian yang tulus terhadap kesejahteraan rakyatnya. Melalui tindakan dan kata-katanya, Ratu Elizabeth II menciptakan lingkungan di mana orang merasa dihargai, didukung, dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik.

Ethical Leadership

Sepanjang masa jabatannya, Ratu Elizabeth II telah menunjukkan konsistensi dalam memegang nilai-nilai inti seperti integritas, tanggung jawab, dan pelayanan publik. Sebagai pemimpin monarki Inggris, Ratu selalu menjaga netralitas politik, meskipun mungkin menghadapi situasi di mana tekanan politik atau opini publik bisa mempengaruhi pandangannya. Netralitas ini mencerminkan komitmen Ratu untuk bertindak sesuai dengan etika dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang adil dan tidak memihak.

Salah satu contoh dari ethical leadership yang ditunjukkan oleh Ratu Elizabeth II adalah cara dia menangani skandal-skandal yang melibatkan keluarga kerajaan. Misalnya, ketika terjadi skandal di sekitar Pangeran Andrew dan hubungannya dengan Jeffrey Epstein, Ratu Elizabeth II tidak ragu untuk mengambil tindakan yang sulit namun perlu demi menjaga integritas institusi monarki. Pangeran Andrew diturunkan dari tugas-tugas publik, sebuah keputusan yang mencerminkan komitmen Ratu terhadap etika dan tanggung jawab untuk menjaga kepercayaan publik.

Keputusan ini menunjukkan bahwa Ratu Elizabeth II memahami pentingnya menegakkan standar etika yang tinggi, bahkan ketika hal itu melibatkan anggota keluarganya sendiri. Tindakan ini juga menunjukkan bahwa dalam ethical leadership, pengambilan keputusan yang sulit kadang diperlukan untuk menjaga integritas dan kredibilitas suatu institusi.

sumber | Nakita.ID
sumber | Nakita.ID

Mindfulness

Ratu Elizabeth II menunjukkan sikap mindfulness dalam cara dia menjalani tugasnya. Dia dikenal karena ketenangannya dalam menghadapi krisis, seperti saat menghadapi skandal dalam keluarga kerajaan atau saat negara menghadapi tantangan besar. Ketenangan dan fokusnya mencerminkan pentingnya kesadaran diri dan pengaturan emosi dalam kepemimpinan.

Salah satu peristiwa yang dapat menggambarkan hal ini adalah pidato yang disampaikan oleh Ratu Elizabeth II pada tahun 2020 selama pandemi COVID-19. Dalam pidato tersebut, Ratu tidak hanya mengakui tantangan yang dihadapi oleh rakyatnya, tetapi juga memberikan pesan ketenangan dan harapan.

Pidato tersebut disampaikan dengan penuh ketenangan dan penerimaan terhadap situasi sulit yang sedang dihadapi oleh dunia. Ratu Elizabeth II mampu memberikan perhatian penuh pada momen tersebut tanpa tergesa-gesa memberikan reaksi yang emosional atau menghakimi. Dengan nada yang tenang dan penuh empati, Ratu Elizabeth II menunjukkan kepemimpinan yang mindful, dengan fokus pada saat ini dan memberikan dukungan emosional kepada rakyatnya tanpa memaksakan penilaian negatif terhadap keadaan yang ada.

Contagious Emotions

Ratu Elizabeth II menyadari bahwa suasana hati dan emosi seorang pemimpin dapat menular kepada orang lain. Dia berusaha untuk tetap positif dan optimis, yang membantu menciptakan suasana yang mendukung di sekitarnya. Ini sejalan dengan konsep bahwa emosi pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kinerja tim atau organisasi.

Dalam kepemimpinan Ratu Elizabeth II dapat dilihat dalam berbagai pidato publiknya selama masa-masa sulit, seperti setelah kematian Putri Diana pada tahun 1997. Pada awalnya, ketika Ratu tampak tetap tenang dan tidak segera bereaksi secara publik terhadap kematian Diana, banyak yang mengkritiknya sebagai kurangnya empati. Namun, setelah merasakan suasana hati publik yang sedang berduka, Ratu memberikan pidato yang mengakui kesedihan bangsa dan memberikan penghormatan kepada Putri Diana.

Dalam pidatonya, Ratu Elizabeth II berbicara dengan penuh perasaan, mencerminkan emosi dan duka yang dirasakan oleh rakyatnya. Pidato ini, yang disampaikan dengan nada yang penuh kehangatan dan penghormatan, membantu menenangkan emosi publik dan menciptakan perasaan solidaritas serta pemahaman antara Ratu dan rakyatnya. Melalui penularan emosi, Ratu berhasil meredakan ketegangan dan menyatukan bangsa dalam masa duka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun