Mohon tunggu...
Sauqina Ina
Sauqina Ina Mohon Tunggu... -

Anak SMA kelas 3, sebentar lagi lulus. Saya english debater. Suka memikirkan kejadian sepele dan mencoba mencari 'sesuatu' di dalamnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Setelah Sekolah, Terus...

21 April 2010   05:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:40 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aneh kamu, sekolah itu ya buat bisa kerja yang bagus."

Kurang lebih itu kata teman saya suatu kali ketika kami lagi makan bareng di rumah makan. Kami hanya berdua saat itu dan sedang membicarakan tentang masa depan, mau ke mana setelah lulus SMA.

Sebelumnya kami saling tanya tentang di terima di fakultas mana, lalu rencana lain, apa mau mencari universitas atau perguruan tinggi lain yang sesuai dengan keinginan. Kebetulan kamu berdua sama-sama diterima di FKIP Unlam. Saya bilang saya ingin mencoba untuk mendaftar di STAN dan STIS, sebab ada ikatan kerjanya. Dia bilang dia mencoba mendaftar di Un. Brawijaya. Kemudian kami membicarakan teman-teman yang lain tentang pilihan perguruan tinggi mereka masing-masing.

Setelah membicarakan banyak hal tentang itu, saya jadi mulai ngelantur. Saya bilang kalau saya sebenarnya pengen kuliah di semua fakultas kalo bisa. Aneh, dia bilang sambil tertawa, kapan kerjanya kalau gitu? Tanyanya.

Saya jawab : Aku sebenernya nggak niat kerja juga. Maunya ya belajarnya itu. Kayaknya asik, bisa belajar banyak. Kalau bisa mau sekolah aja seumur hidup.

Lalu keluarlah kata-kata yang diatas tadi.

Saya tersenyum. Bukan senyum sok bijak atau gimana juga. Lebih karena diingatkan kalau saya itu ngaco dan menyimpang dari pemikiran normal. Kurang lebih senyum bodoh lah.

Iya sih, jawab saya. Tapi toh kan ntar kawin juga! Guyon saya. Saya lupa gimana kelanjutannya, yang jelas saya kompromi sama responnya itu. Tapi deep down, saya masih mempertanyakan, masa depan, apa selalu harus tentang pekerjaan? Apa selalu harus ke sana juga perginya.

Saya sering sekali merumuskan hidup dengan lelucon seperti ini : hidup, sekolah, kerja, kawin, mati. Saya mengejek rumusan itu karena agaknya teman-teman saya berfikir seperti itu. Yah, saya sebenarnya juga, mungkin tidak bisa jauh-jauh dari itu, biar bagaimanapun saya menertawakan hal itu, toh itulah hidup yang normalnya dijalani orang.

Tapi kadang saya berfikir. Kok di bagian tengah setelah sekolah, yaitu kerja dan kawinnya, seakan di utamakan sekali. Udah kerja, biasanya orang akan ditanya, kapan kawin? Pentiiing banget yang dua itu. Kenapa sih lingkungan kita ini seakan-akan mengatakan bahwa hidup itu nggak komplit kalo nggak ada yang dua itu.

Kerja, kerjaan yang bagus, naik pangkat, gaji banyak, trus naik pangkat lagi, trus tambah gaji, trus naik pangkat lagi, trus naik gaji lagi , trus, trus....

Nggak ada habis-habisnya! Gitu-gitu doang, mengulangi hal yang sama berkali-kali untuk satu tujuan yang kadang masih belum jelas. Duit buat apa? Kerja buat apa?

Naif banget kalau saya bilang kalo saya nggak butuh duit! Saya toh selalu berusaha untuk mendapatkannya semakin banyak-semakin banyak semakin banyak. Tapi buat apa? Memenuhi kebutuhan hidup.

Kalau kebutuhan hidup udah penuh, lalu gimana? Ya... menikmatinya.

Nah, menikmati hidup dengan bantuan uang untuk memenuhi kebutuhan. Kalau bisa menikmati hidup tanpa harus lewat jalan kerja? Gimana? Apa tetap harus kerja?

Saya sungguh ingin ‘menikmati hidup'. Bukannya ada dalam rutinitas kerja, kerja, kerja sampai akhirnya berhenti karena nggak bisa lagi. Baru kemudian menemukan hal yang menarik, fun, tapi di usia yang udah nggak pantes lagi dan usia itu malah jai pembatas saya untuk melakukah=n hal menarik yang sebenarnya bagian dari menikmati hidup.

Simpelnya sih, saya tidak mau tidak sempat menikmati hidup cuma karena kerja yang tujuannya untuk menikmati hidup.

Saya punya keinginan untuk bisa sering jalan-jalan keluar kota atau luar negeri. Haha. Ini ngaco, tapi, itu salah satu hal yang saya inginkan. Untuk mewujudkannya saya harus punya uang. Mau punya uang, harus kerja yang sungguh-sungguh.

Jadi kalau mau hidup senang mesti kerja!

Atau kawin sama orang yang punya kerjaan yang penghasilannya bisa bikin hidup senang!

Dan akhirnya saya muter-muter, dan menarik kesimpulan, kalau mau hidup enak, harus kerja atau kawin.

Tapi satu hal yang saya ingin sticky banget sama diri saya sendiri, jangan sampai saya terhanyut oleh ritme kerja-kawin itu. Saya ingin sekali, jika sudah mapan nanti, bisa dengan ringan hati melepaskan pekerjaan and start to living the life. Kerja konvensional (yang ada naik pangkatnya itu atau hitungan tentang untung rugi dsb) cuma batu loncatan dalam hidup saya, bukan tujuan itu sendiri. Kecuali jika saya mencintai pekerjaan itu dan bisa menikmati hidup saat mengerjakannya (misalnya, saya jadi sastrawan atau seniman), maka kasusnya lain lagi.

Sebenarnya saya agak minder juga nulis yang bukan tentang Ibu kartini di tanggal 21 April, apalagi saya perempuan. Tapi... ngga papa ya J

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun