Mohon tunggu...
Sauqina Ina
Sauqina Ina Mohon Tunggu... -

Anak SMA kelas 3, sebentar lagi lulus. Saya english debater. Suka memikirkan kejadian sepele dan mencoba mencari 'sesuatu' di dalamnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ayah Saya dan Privasi

24 Oktober 2009   09:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:33 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya jadi mempertanyakan, bagaimanakah privasi itu sebenarnya? Batasnya dari mana sampai mana.

Pertanyaan ini saya temukan setelah ayah saya merazia isi tas kami bertiga. Saat itu saya sedang tidur, tiba-tiba saya bangun karena mendengar suara yang lama kelamaan nadanya semakin tinggi. Itu ayah saya. Beliau sedang merazia tas adik saya yang smp. Adik saya memberikan tasnya dan menolak untuk memberikan dompetnya. Beliau lalu berkata (dengan nada tinggi) bahwa jangan-jangan adik saya pakai narkoba. Saya kenal betul adik saya yang perempuan itu, tidak mungkin dia pakai narkoba. Jelas itu cuma alasan ayah saya supaya adik saya tambah ketakutan dan mungkin membiarkan adik saya memperlihatkan dompetnya. (dalam keluarga saya, tidak boleh pacaran, kan kami masih kecil, adik saya smp dan sd, saya sma, mungkin hipotesis pertama adalah adik saya menyembunyikan foto laki-laki)

Saya terus menguping dari kamar, akhirnya ayah saya mengambil paksa dompet adik saya, dan razia berubah menjadi dari tas ke razia kamar. Adik saya disuruh keluar dari kamar dan ayah saya mengurung diri untuk ‘penyelidikan’. Akhirnya ditemukan sebuah hape (ya, kami hp kami disita karena kami kelas tiga, untuk persiapan ujian. Cuma boleh menggunakan hape di hari minggu)

Wah, tadi itu bener-bener sport jantung. Saya yakin setelah selesai sesi ini, saya akan dirazia juga. Wah, kesempatan, pikir saya, dengan ini saya bisa memperlihatkan kalau tas sekolah saya sudah tidak layak pakai, hehehe.

Nah, saya jadi berfikir, apa nanti kamar saya juga akan diperiksa? Saya punya buku diary (tapi nggak mungkin seekstrim itu kali), apa kira-kira ayah saya akan membacanya juga? Tapi ternyata, saya lolos razia tas dan dompat. Kamar saya nggak diaduk-aduk.

Well, setelah itu, (saya tulis lagi deh), saya jadi bertanya, privasi itu bagaimana? Bila sudah dalam keadaan seperti ini, saya jadi bingung. Apakah hal yang kita ingin orang lain tahu itu termasuk privasi juga. Misal, ini misalnya saja, adik saya memang punya pacar, dan ayah saya mengorek-ngorek tentang itu, apa ayah saya sudah terhitung melanggar privasi? Atau ayah saya sebenarnya memang berhak untuk mengetahuinya. Saya sudah nyaris mencap ayah saya sebagai pelanggar privasi.

Saya mulai berfikir lagi. Alasan ayah saya melalakukan hal itu, kata beliau adalah karena anak itu harus dijaga. Apalagi anak perempuan, lecet sedikit udah ngga laku lagi. Ayah saya itu sayang sama kami bertiga.

Kalau dari sudut pandang saya, saya ternyata sudah nyaris mengartikan privasi sebagai hal yang kita tidak ingin orang lain tahu, sesuatu yang rahasia.

Padahal sebenarnya privasi tidak seperti itu. Privasi adalah sesuatu yang sifatnya pribadi dan tidak pantas untuk orang lain mengetahuinya. Tapi sifatnya tidak merugikan orang lain atau diri sendiri. Misalnya kita mau ke toilet, nah itu kan kita butuh privasi. Misalnya kita mau buang ingus, itu juga butuh privasi (tapi ada juga sih yang buang sembarangan, hehe, eh kok saya tertawa).

Tolak ukur saya, tadi begini, coba kalau misalnya KPK ingin menyelidiki tentang kekayaan anggota DPR. Nah, orang itu menolak dengan alas an itu privasi, wah tidak boleh dong. Nanti tidak transparan, nggak ketahuan dia jujur apa engga.

Sehingga pengertian privasi jadi agak sedikit berkembang buat saya. Privasi terantung seberapa penting orang itu untuk orang atau sekumpulan orang. Kita bisa saja bilang kalau kekayaan kita adalah privasi pada seorang teman yang cuma iseng-iseng bertanya. Tapi kalau kasusnya seperti anggota DPR tadi? Nah, kekayaannya tidak lagi privasi, karena di orang penting. Karena kita membutuhkan kejujurannya.

Batas privasi, jadi sulit ditentukan.

Saat menulis ini, otak saya masih berbadai. Saya langsung segera menuliskannya dengan cepat, takut nanti ide ini hilang atau nanti saya malas untuk menuliskannya. Jadi mohon maaf jika tulisan ini agak sulit untuk dipahami karena penggunaaan bahasa yang masih belum benar-benar tersusun rapi.

Oh, iya, by the way, ayah saya tadi ultimatum kalau beliau suatu saat akan merazia facebook saya. Wadooooh!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun