Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa "Ngotot" Menghukum Ahok?

21 April 2017   03:18 Diperbarui: 21 April 2017   23:00 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak pertama video Ahok diedit dan dipostingkan dalam media sosial, semua orang sudah tahu bahwa postingan tersebut merupakan fitnah. Setelah itu ditambah embel-embel, like, coment, share sana-sini maka video itu menjadi viral yang memancing kemarahan. Oleh sebab itu mulailah Ahok dilaporkan ke Bareskrim dengan tuduhan menista Agama. Padahal pendangar langsung pidato Ahok di Pulau Seribu itu tidak satupun yang mempermasalahkan hal ini, artinya mereka tidak menganggap hal ini sebagai penista agama.

Kasus ini nampaknya sengaja diangkat, apalagi ditambah beberapa media yang pemiliknya memang tidak senang pada Ahok senantiasa menyudutkan Ahok. Itu sebabnya maka kasus AHok hingga masuk ke pengadilan dengan status terdakwa. Mengetahaui kasus Ahok yang “dizolomi” ini maka ada ratusan pengacara ternama di Indonesia yang siap membela Ahok.

Bukan merupakan rahasia umum lagi jika kasus Ahok ini dibungkus politisasi , kepentingan , Agama dan warna kulit. Bertubi-tubi “tekanan” dari orang-orang tertentu membuat polisi seakan-akan tidak netral dan buru-buru memeriksa kasus ini dan memberi keputusan yang menurut Undang-undang tidak biasa dan “tidak sesuai” peraturan dan kelemahan.  Namun karena ketegaran dan nasionalisme Ahok yang merasa ia benar-benar tidak bersalah ini tidak mempermasalahkan hal ini.

Setiap Selasa digelar sidang hingga kali yang ke 19 tentu menguras banyak tenaga konsentrasi Ahok sebagai seorang gubernur, calon gubernur yang harusnya sibuk berkampanye namun diwajibkan mengikuti sidang berkali-kali. Sentimen negatif, isue Sarah, tendensius intimidasi bercampur-baur pun bertebaran di Jakarta dan diikuti penularan kebeberapa daerah sekitar,maka banyak mempengaruhi mereka yang sebenarnya “ikut-ikutan” menjadi membenci Ahok. Jadi kasus ini tidak dapat dipisahkan dengan konsipirasi politik, sehingga membuat saingannya mencari berbagai cara untuk menjungkir-balikkan Ahok.

Sidang ke 19 , JPU membaca tuntutannya pada Ahok, namun mereka sesungguhnya tidak dapat menemukan kesalahan Ahok sebagai penista agama, itu sebabnya meneurur beberapa pakar hokum sepertinya JPU ada keraguan-keraguan mengambil keputusan, istilahnya JPU tidak bisa bersikap Hitam Putih, ya katakan ya atau tidak katakan tidak. Tuduhan untuk Ahok diawang-awang jadinya, itu sebabnya maka mereka menuntut Ahok 1 tahun penjara, (dua tahun pencobaan), dengan demikian Ahok tidak perlu masuk pendajara , namun selama dua tahun Ahok tidak boleh melakukan tindakan yang melawan hukum. 

Namun tuntutan ini tidak dapat diterima begitu saja oleh para pembela Ahok dan termasuk Ahok sendiri, karena sejak awal Ahok memang merasa tidak bersalah. Keyakinan Ahok begitu pasti sehingga  ia yang datang sendiri ke Bareksrim waktu itu sebelum ada panggilan dari mereka untuk melaporkan diri. Tidak seperti orang lain yang harus dipanggil berkali-kali hingga ada ancaman dijemput paksa langsung di rumah barulah muncul dihadapan polisi. Ahok dan team pengacara mesti membuat pledoi mereka untuk membela diri, dan tentunya mereka tidak bisa mernerima hukuman dari JPU.

Rasanya tidak masuk akal bukan, orang yang tidak bersalah namun mendapat hukuman hanya gara-gara tekanan masyarakat yang memaksa diri tersinggung. Lagi pula orang yang tersinggung itu entah siapa karena mereka yang mendengar pidato Ahok secara langsung itu tidak merasakannnya.  Tentu aneh rasanya jika ada ada orang yang konon diketahui dari badan legislatif mengkritik hasil tuntutan JPU, karena dianggap terlalu ringan dan lain kali orang dengan gampang akan menista agama lagi. Perlu dikitahu bahwa Ahok tidak menista agama, maka ia harus bebas, yang bersalah justru kemarin yang mengedit videonya dan menyebarkan sehingga memancing keributan. Nah orang ini yang perlu dihukum sesuai dengan perbuatannya supaya kapok.

Negara Indonesia sejak awal dimulai sebagai negara hukum, maka tidak dapat berlaku sesuka hati atau hukum rimbna, negara kita juga adalah negara demokrasi Pancasila, sentiment agama itu sudah basi, sebagai umat beragama saling menghargai dan sesama Warga Negara Indonesia memiliki hak yang sama. 

Sebanyak apapun sebuah komunjtas tidak dapat menjatuhkan seseorang tanpa dilandasi dengan hukum Jangan pernah juga karena kepentingan dan mencari keuntungan pribadi maka berusaha untuk ngotot supaya memenuhi kehendak anda sehingga memperkaya diri. Menggerakkan massa untuk membuat rasa tidak aman di Indonesia adalah perbuatan yang melanggar hukum, walaupun hari ini kita melihat pemerintah seperti begitu panjang sabar menghadapi masalah ini.

Demikian juga perjuangan Ahok bagi Jakarta sebagai gubernur hari ini bukan untuk kepentingan pribadi dan masa sekarang saja, tetapi untuk masa mendatang keturunan kita. Semua pembangunan infrastruktur dan segala perbaikan yang ada di Jakarta saat ini tujuannya agar masyarakat Jakarta bisa menikmatinya dan dinikmati keturunannya pada masa  mendatang. Janganlah gara-gara secuil masalah, maka ada yang iri karena kepentingannya terganggu, dan maunya kenyamanan ini dinikmati sendiri atau kelompok. Ahok tidak bersalah, ia semestinya harus bebas. Para pengambil keputusan di sidang harus berani mengambil keputusan ini. Berlakulah professional dan adil dan tidak boleh dipengaruhi usulan atau permintaan dari pendapat orang apalagi yang bermusuhan dengan Ahok .

Dengan berbagai gejolak yang ada dan bertubi-tubi ini sedikit banyak telah mempengaruhi orang Jakarta, apalagi yang disodorkan masalah agama. Sebagian orang Jakarta sesunguhnya belum siap menikmati perubahan, sebagian lagi orang Jakarta bakal mengeruk keuntungan dari masyarakat yang bekum siap berubah ini. Maka tidak heran perjuangan mereka mati-matian dengan cara yang tidak kelihatan untuk menjegal Ahok yang berjuang keras untuk Jakarta Baru. 19 April 2017 adalah fakta, Ahok yang tingkat kepuasan kerjanya 70% berhasil dipengaruhi sehingga Ahok kalah dalam Pilkada. Dengan sisa lima bulan ini  Ahok mengambil keputusan membereskan kota Jakarta yang bagi penulis yakin bahwa penggantinya harus banyak belajar untuk melaksanakannya Syarat mutlak yang dimiliki mereka yang memimpin Jakarta harus jujur, tidak korupsi, berani, transparan, dan merangkul semua terutama kaum yang miskin. Ia tidak memikirkan kepentingan sendiri atau golongannya. Mari kita mulai uji bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun